Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Buntil dan Pepes Ini Gurih dan Mengingatkan Masa Kecil Saya

14 April 2023   09:50 Diperbarui: 14 April 2023   10:09 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paket Makanan yang saya pesan - Dokpri

Buntil, makanan tradisional Jawa, bersaing keras dengan aneka makanan olahan modern yang sangat variatif. Namun demikian, bothok Jawa yang dijual di pasar dan pedagang kaki lima ini, konon asalnya dari Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Buntil, kini hadir dalam kemasan modern dan pemasaran secara online.

Kabarnya, buntil sudah dikenal di Laut Tengah, khususnya Yunani dan Turki. Hanya daun pembungkusnya menggunakan daun anggur muda. Di Pontianak, saya menemukan buntil dibungkus dengan daun muda dari pohon mengkudu.

Siang itu (7/4/2023), udara panas kota Semarang terasa sekali di ruang tamu. Meski sudah pasang kipas angin, gerahnya Semarang bagian atas tetap saja terasa. Ini kontras dengan keseharian saya yang berada di kaki Gunung Lokon, Tomohon yang udaranya sejuk dan dingin bila malam tiba.

Sembari menyeruput es buah, saya membuka Instagram untuk melihat postingan teman-teman saya. Tiba-tiba mata saya tertarik pada sebuah lapak bertuliskan "buntile_thelegend", Legendary Javanese Dishes (Makanan Jawa yang legendaris).

Buntil daun Lumbu (Talas) -Dokpri
Buntil daun Lumbu (Talas) -Dokpri

Lantas, tangan saya mulai ngetap untuk membuka foto-foto keren yang diposting di lapaknya Buntile TheLegend. Foto-foto makanan itu menggugah selera makan saya. Rupanya, lapak ini menjual makanan tradisonal Jawa yang legendaris.

Saya baca daftar menunya. Buntil Daun Lumbu, Buntil Daun Kates, Ubel-Ubel Daun Singkong, Pepes Tahu Telor Asin, Pepes Ikan Kakap, Nasi Bakar Ayam Kemangi dan Bakso Rambutan. Tentu dengan mencantumkan harganya mulai dari Rp. 35.000,- hingga Rp. 45.000,-

Membaca kata "buntil" saya teringat masa kecil saya sekitar tahun 70-an. Orang tua saya sering membuat masakan buntil daun talas (lumbu) yang diambil dari tanaman talas di belakang rumah. Seingat saya, tumbuhan talas itu tidak hanya diambil duannya saja. Batangnya yang disebut lompong, juga enak dimasak lodeh. Untuk ubinya, bisa dibuat aneka macam makanan, seperti kripik talas.

Buntil buatan ibu saya, terasa gurih. Nasi hangat dengan lauk buntil, memang sedap. Campuran manis dan asin teri serta petai cina dibalut dengan daun talas yang lembek, menguak memori kebersamaan makan keluarga kami. Kini, hal itu menjadi kenangan yang tak terlupkan karena kedua orang tua saya sudah almarhum.

Karena makanan ini mengingatkan masa kecil saya, tidak tunggu lama, saya klik link bio Instagram Buntile. Saya lihat empat fitur pilihan. Order (pesanan), kontak, daftar menu dan instagram.

Rasa kangen bercampur penasaran terhadap masakan Jawa itu, memaksa saya mengetik pesanan saya. Saya chat dengan admin IG dengan menulis yang saya pesan sesuai daftar menu. Satu buntil daun lumbu, satu buntil daun pepaya, satu pepes ikan kakap, satu pepes tahu telur asin, dua nasi bakar ayam kemangi. Until buntil, satu pax berisi dua buah buntil.

Chat saya tidak langsung direspon oleh penjual. Begitu saya telpon langsung baru mendapat tanggapan. Chat saya kemudian dibalas dengan mencantumkan total biaya termasuk ongkirnya. Saya merogoh kantong saya untuk membayar orderan itu sejumlah Rp. 245.000,-

Sembari menunggu pesanan tiba, berteman dengan es buah membuat kerongkongan tak lagi terasa kering. Udara panas Semarang tergantikan oleh semilirnya kipas angin. Dalam benak saya, masakan tradisional Jawa memang tergerus oleh maraknya kuliner modern. Untung, masih ada yang melestarikan masakan Jawa dengan sentuhan UKM berbasis digital.

Paket Makanan yang saya pesan - Dokpri
Paket Makanan yang saya pesan - Dokpri

Orderan makanan tiba di depan pintu rumah. Seorang pengendara sepeda motor berbaju hijau bertuliskan Grab Express menyerahkan paketan yang terbungkus plastik. Setelah paket diterima lalu satu persatu kotak warna coklat bertuliskan Buntile, saya susun rapih di atas  meja lalu adik saya mengambil foto. Foto ini menjadi bukti barang sudah sampai dan diterima dalam keadaan utuh.

Setelah semua tertata rapih di atas meja makan, bak seorang vlogger makanan, mulailah saya hidupkan camera video dari hp saya. Saya rekam dan sesekali saya foto semua makanan pesanan tadi.

Sumber foto: IG Buntile_theLegend
Sumber foto: IG Buntile_theLegend

Buntil Daun Lumbu

Isi dari buntil daun talas (lumbu) terdiri dari parutan daging kelapa yang dicampur dengan ikan teri dan bumbu rempah lalu dibungkus dengan daun talas (lumbu). Santan dan bumbu rempah, dimasukkan secara terpisah dalam kantong plastik.

Setelah kemasan aluminium dan penutup plastik di atas buntil diambil, baru disiram dengan bumbu cair rempah warna kuning berikutnya santan. Dicampur merata dan siap disantap.

Kelembutan buntil  terasa saat saya congkel dengan sendok. Satu sendok buntil lalu saya kunyah dan rasakan di dalam mulut. Rasa buntil yang sejak kecil sudah saya rasakan kembali muncul menjadi campuran antara kenangan dan rasa kangen.

Spontan saya berani mengatakan buntil ini rasanya gurih. Menjadi pas rasanya ketika beradu dengan nasi hangat. Oh ya, penjual memberikan catatan agar buntil disajikan delam keadaan panas. Karena buntil masih hangat saat saya terima, maka tak perlu dipanaskan dulu.

Sayang ikan teri dan petai cina seperti lenyap ditelan rempah-rempah yang menggugah lidah saya.

Buntil Daun Pepaya

Yang membedakan dengan buntil daun talas, adalah bungkus daunnya yang diambil dari daun pepaya yang ada rasa sedikit pahit. Racikannya sama persis dengan buntil daun talas.

Parutan kelapa muda lebih dominan ketika dikunyah. Hangatnya nasi semakin nendang rasa gurih pahit dari buntil ini.

Pepes Ikan Kakap - Dokpri
Pepes Ikan Kakap - Dokpri

Pepes Ikan Kakap 

Kesan pertama setelah melihat pepes ini, adalah pedas. Tetapi ketika pepes itu dibelah dan daging ikan kakap yang putih mengubur kesan pedas tadi. Rempah pepes yang membalut ikan kakap, terasa menggoyang di lidah dan sangat pas apabila dimakan dengan nasi hangat.

Rasa pulen segar pada ikan kakap menggiring tafsiran saya, bahwa ikan kakap yang dipilih adalah ikan yang berkualitas.

Pepes Tahu Telur Asin - Dokpri
Pepes Tahu Telur Asin - Dokpri

Pepes Tahu Telur Asin

Begitu kotaknya dibuka, aroma pepes tercium keras di hidung. Lilitan dari bungkus daun pisang dilepas. Wajah pepes menyeruak terbungkus oleh campuran tahun dan saat pisau membelahnya, tampak telur asin dengan warna kuning ditengah.

Nasi Bakar Ayam Kemangi - Dokpri
Nasi Bakar Ayam Kemangi - Dokpri

Penampakan Nasi Bakar - Dokpri
Penampakan Nasi Bakar - Dokpri

Nasi Bakar Ayam Kemangi

Begitu menyentuh di lidah, nasi bakar ini mirip rasanya dengan arem-arem (nasi bungkus). Bedanya, ada toping daun kemangi dan cara memasaknya dibakar. Nasi bakar ini dilengkapi dengan acar timun dan kerupuk.

Tidak makan waktu lama, pesanan makanan tersebut ludes disantap oleh saya dan kakak adik saya. Hanya tersisa bungkus kemasan kardus coklat yang ditandai dengan tulisan buntile dan tulisan penanda isi masing-masing makanan pada setiap kardusnya.

Oh ya, saya hampir lupa mengatakan bahwa untuk order perlu konfirmasi dulu dengan penjual. Info dari admin Instagram, model penjualan berdasarkan pesanan pembeli. Saya pesan dua hari sebelumnya.

Namun, bagi saya hal seperti itu tidak masalah. Yang penting, buntil pengingat masa kecil saya sudah saya santap dengan nikmatnya. Ingin rasanya memesan kembali bila pulang ke Semarang.

Salam kuliner.

Silahkan menonton Video Review Buntil di bawah ini.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun