Salah satu gunung di Minahasa, Sulawesi Utara yang akhir-akhir ini banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Gunung Lokon, Tomohon. Meski tinggi Gunung Lokon 1580 meter di atas permukaan laut dan masih berstatus gunung berapi yang masih aktif, tetapi tidak menyurutkan semangat wisatawan untuk mendaki.
Seolah tanpa menghiraukan pandemi Covid-19 belum berakhir dan masih tetap protokol kesehatan dilaksanakan, pendakian ke Gunung Lokon, termasuk berkemah di sekitar kawah Tompaluan, semakin diminati terutama di saat hari libur.
Memanfaatkan liburan Hari Buruh Internasional, Sabtu kemarin (1/5/2021), saya dan teman-teman kantor membuat kegiatan pendakian Gunung Lokon dan sekligus cara kami, sebagai pekerja yayasan, memperingati hari Buruh Internasional 2021.
Saya ingat dua tahun lalu, tepat di hari Buruh Internasional, kami berjalan bersama menuju ke pusat kota Tomohon untuk bergabung dengan para pekerja se-Tomohon. Gerak jalan bersama dan aksi sosial donor darah menjadi kegiatan peringatan Hari Buruh Internasional saat itu.
Sabtu pagi, sekitar jam 5, disepakati sebagai waktu berkumpul dan mulai berjalan menuju ke lokasi terdekat pendakian Gunung Lokon.
Jalur Pelangi
Pendakian Gunung Lokon bisa ditempuh melalui dua jalur. Yang pertama dikenal sebagai jalur galian. Jalur yang titik awalnya terlebih dahulu melewati lokasi penggalian atau penambangan batu di desa Kakaskasen satu.
Jalur kedua, jalur yang baru saja dibuka, dikenal sebagai jalur Pelangi. Disebut sebagai jalur pelangi karena melewati tempat wisata taman Pelangi di kaki Gunung Lokon. Jalur ini lebih menyingkat waktu, dan treknya mudah dilalui daripada jalur pertama.
Di kaki Gunung Lokon, sekitar jalur Pelangi, masih berupa perkebunan aneka macam sayuran yang tumbuh subur dan udara yang sejuk.
Saya dan teman-teman memilih jalur kedua. Tetibanya di pendakian via jalur Pelangi, saya agak terkejut melihat banyak mobil dan sepeda motor sudah parkir jalan masuk padahal masih pagi. Bahkan, saya lihat rombongan lain berdatangan untuk mendaki.
Kemacetan di sekitar jalan masuk pedakian tak terhindarkan. Tidak tersedianya lokasi parkir khusus untuk mobil dan sepeda motor dan kecenderungan sopir memarkir kendaraannya di pinggir jalan, menjadi penyebab kemacetan.
Semoga pemerintah Tomohon mulai memperhatikan soal parkir kendaraan wisatawan yang mendaki Gunung Lokon.
"Hari libur memang cocok untuk mendaki gunung Lokon. Sekalian mencari keringat atau berolahraga untuk menjaga stamina di masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Apalagi jalur kedua pendakian Gunung Lokon sekarang lebih mudah dan aman untuk mengajak anak-anak ikut mendaki. Waktu tempuhnya hingga Kawah Tompaluan sekitar satu jam saja," kata Ance sambil menggandeng Enjin yang masih duduk di kelas 2 SD.
Hampir semua nama Gunung-gunung di Minahasa, Sulawesi Utara diberi nama sesuai dengan siifat yang biasa terjadi di gunung iru. Orang Minahasa menamai Gunung Mahawu, salah satu gunung berapi yang mengapit Kota Tomohon sebelah Timur, karena memiliki sifat sering mengeluarkan abu.
Orang menyebut Gunung Lokon, yang juga mengapit Kota Tomohon di sebelah Barat, karena gunung itu paling tua dan paling besar. Dalam bahasa Tombulu, disebut Tou Tua Lokon yang berarti sudah tua.
Masyarakat percaya, hingga sekarang, bahwa setiap gunung ada penghuninya. Lalu, siapakah yang menghuni Gunung Lokon?Â
Menurut dongeng, Gunung Lokon dihuni pertama kali oleh seorang yang bertubuh tinggi besar, bernama Makalawang. Ia rajin dan terampil bercocok tanam sehingga selain membuatnya sejahtera, alam sekitar menjadi subur.
Karena merasa sudah berkecukupan, Makalawang malas. Alam pun tidak terpelihara dan kondisinya menjadi rusak. Penduduk lain, yang percaya kalau alam rusak maka akan terjadi becana alam yang besar di Gunung Lokon, meminta agar Makalawang pindah dan meminta suami-istri Pinontoan dan Ambilingan untuk menghuni di Gunung Lokon agar menjaga dan merawat kesuburuan alam.
Kerja keras Pinontoan dan Ambilingan berhasil sehingga Gunung Lokon tampak semakin tinggi dan besar. Tak heran, melihat Gunung Lokon menjadi tinggi besar, penduduk Gunung Kalabat, di wilayah Minahasa Utara, mendatangi Pinotoan Ambilingan dan meminta agar puncak Gunung Lokon dipotong untuk menambah ketinggian Gunung Kalabat.
Setiap kali Gunung Lokon meletus, oleh penduduk dipercaya sebagai semacam akibat dari perilaku warga yang berbuat tidak baik dengan tidak melestarikan alam demi kesejahteraan manusia.Â
Tak heran, erupsi Gunung Lokon pertanda Opo Lokon sedang marah. Jika warga berbuat baik dan rajin melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan alam, tak ada lagi letusan.
Tercatat, 1951 terjadi letusan Gunung Lokon. Kemudian letusan hebat disertai hujan batu dan debu vulkanik, terjadi pada Oktober 1991 yang mengakibatkan ribuan warga Kakaskasen, Kinilow dan Tinoor harus mengungsi karena sebagian rumahnya hancur.
Berikutnya, erupsi Gunung Lokon terjadi pada tahun 2001 dan 14 Juli 2011 disertai lontaran material pijar, debu dan bebatuan.
Sayangnya tidak semua wisatawan yang mendaki Gunung Lokon mengetahui cerita misteri Gunung Lokon ini.
Gunung Lokon Objek Wisata Favorit
Dengan telah dibukanya jalur Pelangi sebagai akses pendakian ke Gunung Lokon yang baru dan menyingkat waktu perjalanan, kunjungan wisatawan ke Gunung Lokon meningkat. Menuju ke Gunung Lokon dari Manado, sekitar 20 Km. Dari kota Tomohon berjarak sekitar 5 km.
Ada sensasi tersendiri ketika trekking di atas jalan bekas lava yang sudah membatu. Tak hanya itu, batu-batu berwarna hitam legam yang berserakan di tebing hingga jalur pendakian, menambah pemandangan alam makin semarak.
Wisatawan biasanya berhenti di bibir kawah Tompaluan punggung Gunung. Kadang-kadang, ada beberapa wisatawan melanjutkan ke puncak Gunung Lokon.
Sumber asap sulfur belerang, kadang asapnya mengeluarkan bau tak sedap yang menyengat hidung, bisa dilihat dari di bibir kawah.
Saat berdiri di pinggir kawah dan mata memandang sekeliling, tampak padang savana pegunungan yang sering dipakai untuk berkemah. Gunung Kalabat dan Gunung Mahawu serta kota Tomohon terlihat jelas dari sini.
Siang itu, saya dan teman-teman kantor bahkan pengunjung lainnya tak melupakan untuk berfoto dengan latar belakang Gunung Lokon dan lubang kawah Tompaluan.Â
Bendera Sang Saka Merah Putih pun menjadi teman setia saat acara foto bersama dilaksanakan, tentu sambil mengingat bahwa hari adalah Hari Buruh (Pekerja) Internasional.
Salam Wisata. Salam Koteka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H