Mister Jay, guru Mandarin di sekolah saya, bangga bisa mengunjungi banyak destinasi wisata di Indonesia. "Di negara saya China, jarang menemukan keindahan alam seperti di Indonesia. Saya suka berlibur di sini" ugkapnya dengan bangga.
Ini untuk kedua kali, saya mengisi liburan sekolah bersama Mister Jay. Juli tahun lalu (2018), saya ajak dia ke Malang, Batu, Bromo dan Yogya. Liburan akhir tahun ini, kembali  saya ajak berwisata ke Labuan Bajo dan lainnya. Uniknya, setiap kali saya menyebut salah satu destinasi wisata, ia langsung cari informasi dan foto-foto objek wisata di internet lewat hapenya.
Mengunggah informasi dan foto tentang objek wisata Indonesia di dunia maya, sangat berguna bagi wisatawan mancanegara. Inilah kebiasaan Jay, wisman asal China, melakukan observasi sebelum tiba di objek wisata yang diinginkan.
 "Lebih suka saya menginap di homestay, supaya kita bisa mengunjungi banyak tempat wisata. Untuk tidur tidak perlu yang mahal" kata Jay. Sekali lagi, saya belajar bagaimana turis asing dalam mempergunakan uangnya dengan hemat dan sepandan demgam kebutuhan saat traveling.
Setelah dari Labuan Bajo, kisahnya bisa disimak di tulisan saya terdahulu, "[Trip Labuan Bajo] Pulau Padar yang Tidak Pudar" dan "[Tri Labuan Bajo] Di Pulau Komodo Kami Tidak Untung?", kami berdua melanjutkan backpackeran ke Pulau Nusa Penida.
Tetiba di Bandara Ngurah Rai, (20/12) kami menginap semalam di sekitar Sanur. Mister Jay kali ini yang booking dan memilih homestay lewat aplikasi di hapenya. Kami dapat homestay dengan harga murah sekitar 159 ribu per malam. Tjana homestay terletak tak kurang dari 15 menit ke pantai Sanur dan suasananya seperti rumah keluarga dengan fasilitas AC dan makan pagi.
Fastboat Ke Nusa Penida
Awalnya, kami merencanakan ke Nusa Penida lewat pelabuhan Sanur. Tapi, Tjana Homestay dalam brosurnya, dapat membantu pesan tiket kapal ke Nusa Penida. Kapal berangkat dari pelabuhan Tribuana, Kusamba. Katanya, biaya sudah termasuk antar jemput dari homestay ke pelabuhan Tribuana.
Akses ke pelabuhan Tribuana ini relatif dekat dari Denpasar, hanya berjarak 33 km atau 15 menit perjalanan dan dari Bandara Ngurah Rai sekitar 1 jam dan berjarak 46 km. Kalau anda pernah ke Gua Lawah, ke pelabuhan Tribuana hanya berjarak 2 km atau 5 menit perjalanan.
Tiket kapal pulang pergi dari pelabuhan Tribuana ke Toyapakeh Nusa Penida, sudah ditangan dengan merogoh kocek 175 ribu per orang. Memang sebaiknya langsung beli tiket untuk pulangnya supaya praktis. Kapal berangkat jam 7 pagi dari Tribuana dan nantinya pulang dari Nusa Penida jam 4 sore.
Sekitar 40 menit, kapal sudah berlabuh di Toyapakeh, Nusa Penida. Sambil menggendong tas ransel masing-masing, kami mampir ke warung untuk sarapan.
Homestay Murah
Saat di warung, Jay memesan homestay lewat hapenya. Saya lihat, ternyata banyak pilihan penginapan di Nusa Penida dengan harga yang bervariasi. Akhirnya Jay memilih bungalow yang harganya di bawah 200 ribu dan dapat di Jona Bungalow, Desa Sakti. Harga murah ini didapat karena poin diskon dari Booking.com.
Oh ya, jangan risih saat anda tiba di Toyapakeh, banyak bapak-bapak menawarkan sepeda motor dan mobil untuk disewa. Kami lantas menyewa sepeda motor dengan harga sewa per hari 75 ribu dan bensinnyan sudah penuh.
Sewa Sepeda Motor Keliling Nusa Penida
Jalan menuju ke lokasi wisata, terbilang sudah beraspal. Kecuali sebagian jalan menuju ke Broken Beach. Pengguna jalan harus ekstra hati-hati karena selain jalannya menurun dan berbatu kasar. Di jalan ini, sepeda motor yang saya pakai terpeleset sehingga kami berdua jatuh dan lecet-lecet pada kaki.
Siang itu, setelah check-in di Jona Bungalow, kami langsung tancap gas menuju ke Chrystal Beach, lalu ke Kelingking Beach. Esok harinya (22/12) sebelum pulang kami menuju ke Broken Beach dan dilanjutkan menyusuri jalan pantai hingga di Pelabuhan Tradisional Sampalan.
Berbeda dengan pantai Chrystal, pantai Kelingking lebih menyuguhkan keindahan perbukitan di pinggir pantai. Anda harus turun ke bawah untuk sampai ke pasir putih pantainya.
"Saya mau turun ke bawah dan berenang di pantai karena pasirnya putih dan airnya bersih" kata Jay kepada saya sambil membayangkan kontur tanahnya yang bertebing dan jalannya yang menurun curam. "Bisa turun tetapi tidak bisa naik" batin saya mengingat badan saya yang cukup berat.
Kami meninggalkan lokasi pantai Kelingking setelah matahari terbenam. Saat "sunset" kami sempat menikmati indahnya perpaduan warna langit semburat merah menerpa di atas permukaan air laut.
Dari penginapan ke lokasi wisata, rata-rata berjarak 1 jam lebih perjalanan. Tidak semua jalan sudah beraspal mulus. Saat melewati jalan yang belum aspal dan berbatuan kapur, harus ekstra hati-hati karena harus menghindari lubang jalan.
Sekitar 2 km ke arah Broken Beach atau Pantai Pasih Uug, jalannya menurun dan belum di aspal. Di jalan berbatu yang menurun agak tajam inilah kami jatuh dari sepeda motor. Akibatnya, lutut dan "jempol" kaki saya lecet-lecet berdarah.
Di warung kami ngobrol dengan dua orang ibu dari Surabaya, yang katanya menunggu suaminya tak kunjung datang. Saat saya tanya kenapa, ternyata suami dan anaknya kecelakaan sepeda motor di lokasi tempat saya jatuh. Saya tunjukkan luka kaki saya, bahwa saya juga barusan jatuh dari sepeda motor saat menuju ke pantai Pasih Uug.
 "Mewaspadai iklim saat berlibur sangat penting demi keselamatan. Jangan lupa, informasi prakiraan cuaca dari BMKG terus dipantau" kata saya kepada Jay saat keluar dari kapal.  Ini saya katakan karena tadi saat menyeberang menuju Bali, hujan turun deras sekali sehingga ombak menggoyang kapal kami. Namun, kami tiba di pelabuhan Tribuana dengan selamat.
Begitulah, pengalaman kami backpackeran di Nusa Penida dengan budget "sharing cost" yang murah.
Salam Koteka! Salam traveling!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H