Tak beberapa lama, jeep berhenti di pembatas jalur pendakian. Tiba-tiba datang kuda dan pemiliknya mendekati kami. Tentu untuk menawarkan jasa naik kuda hingga mendekati tangga pendakian kawah Bromo.
"Seratus lima puluh ribu pulang pergi, pak!" pemilik kuda memberi harga kepada kami. Je sebenarnya mengajak jalan kaki, tetapi sensasi naik kuda jarang saya rasakan. Akhirnya kami semua naik kuda. Kami juga sempat membeli masker untuk menutup hidup dari debu pasir yang berterbangan sangat keras saat itu. Satu masker harganya Rp 5.000,-
Napas tersengal-sengal sambil menghalau bau belerang, terbayar sudah dengan indahnya alam dari atas bibir kawah Bromo. Terbentang di hadapan mata, indahnya lekukan kontur Gunung Botak, padang savanna, lautan pasir, langit yang biru serta asap solfara kaldera Bromo yang berbau belerang menyengat di hidup. Tak hanya itu, keramain wisatawan menambah daya tarik tersendiri. Indahnya kawasan Bromo memang hanya bisa dinikmati dari bibir kawah.
Je sangat terkesan sekali dengan wisata hari ini. Katanya, di Tiongkok, susah menemukan indahnya alam seperti di Bromo. "Lain kali kita berburu lagi matahari terbit" janji saya kepada Je. Mungkin bukan di Bromo, di lokasi wisata lain, bisik saya.
Oh ya untuk sewa Jeep kami memberikan ucapan terimakasih kepada Andre sebesar 750 ribu. Ini sudah termasuk pelayanannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H