Pesona Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, di Jawa Timur, dengan luas wilayahnya 50 ha, masih memikat hati wisatawan berbagai daerah untuk mengisi waktu liburan sekolah Juni 2018 yang lalu.
Berburu sensasi, saat matahari terbit di Puncak Penanjakan, pendakian ke Kawah Bromo, melintas Padang Savana, pasir berbisik dan berfoto dengan latar belakang Bukit Teletubies, menjadi destinasi yang wajib dikunjungi. Semua keseruan perjalanan itu semakin terasa asyik ketika Jeep Hardtop 4WD mengantar kami menembus debu pasir yang berterbangan.
Sehari setelah lebaran (17/6), saya mengajak guru Mandarin, panggilan akrabnya Mister Je, berwisata ke Bromo. Guru Mandarin teman saya ini, lulusan Guizhou University, dan tiba di Manado Maret yang lalu. Je ini belum bisa bahasa Indonesia. Komunikasi saya dengan dia menggunakan bahasa Inggris. Ke Jawa, untuk kali pertama bagi Je.
Je begitu antusias, saat saya cerita anjang lebar tentang keseruan wisata di Bromo. Lalu, untuk memberi gambaran jelas tentang Bromo, saya tunjukan foto-foto Bromo melalui hape saya. Ah, Je semakin tertarik.
Sesudah santap malam di Malang, kami bersiap-siap melakukan perjalanan ke Bromo. Sebelumnya, saya sudah berdiskusi jalur mana yang akan kita lewati untuk sampai ke Bromo. Kami sepakat menempuh jalur Tongas (sebelum Probolinggo). Wisatawan bisa juga menggunakan jalur lain, yaitu jalur ke Wonokitri, Tosari dari Malang.
Perjalanan ke Bromo lancar tanpa hambatan. Tetiba di rest area Ngadisari, kami sudah ditunggu oleh Andre, sopir Jeep Hardtop. Oh ya sebelumnya saya sudah menghubungi Andre dan dapat nomor kontak dari teman saya.
Dinginnya malam itu, terasa sekali menusuk tulang. Tak cukup memakai jaket tebal, sarung tangan, kaos kaki tebal, syal leher dan penutup kepala (kupluk) menajdi alat penghangat melawan dinginnya Bromo (3.675 m.dpl) dengan temperature rata-rata 16 derajat Celsius. Je sempat membeli syal leher seharga Rp. 15.000,- saat kami minum kopi di warung sekalian melihat pertandingan Piala Dunia.
"Sebenarnya, jalur ke Bromo lewat Tosari, dari Malang jalannya sudah bagus. Tapi jalur itu tidak akan lewat di sini, Ngadisari atau Cemoro Lawang" cerita pemilik Warung setelah menanyakan asal usul kami.