Deru mesin Jeep Hardtop mulai terdengar hampir serentak. Semua Jeep yang tadi parkir di rest area Ngadisari, satu persatu bergerak membawa penumpang menuju ke Puncak Penanjakan. Demikian juga, Jeep yang kami sewa. Berjalan beriringan dengan Jeep lainnya menuju ke Puncak Penanjakan menembus kegelapan dan kabut pagi.
Jeep mulai berjalan pelan dan kemudian terjadi kemacetan. Saat saya tanya ke sopir, dijawab itu karena antri membeli karcis masuk. Oh ya, karcis masuk hari libur lebih mahal dari hari biasa. Tiket masuk Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, per orang dikenai biaya sebesar Rp. 32.500,- Untuk wisatawan asing, tiket masuk sebesar Rp. 317.500,- per orang.
Subuh itu, justru suasananya semakin ramai didatangi orang yang ingin berburu matahari terbit. Jalur menuju ke Puncak Penanjakan, padat merayap. Di titik tertentu, sebelum sampai di Puncak Penanjakan sudah beberapa kali macet. Saya tanya ke sopir, berapa jumlah Jeep Hardtop yang naik. Andre menjawab lebih dari 500 unit kendaraan pagi itu naik ke puncak. Belum mobil pribadi, sepeda motor yang sama-sama naik ke Penanjakan.
Karena macet di jalur ke arah Penanjakan, kami terpaksa turun. Baru beberapa langkah, tiba-tiba tukang ojek, berkalung sarung, mendekati kami dan menawarkan untuk mengantar ke spot Taman Bukit Cinta. Mengingat masih jauh berjalan, akhirnya kami naik ojek. Saya lupa menawar ongkos ojeknya. Lalu kami dibawa ke Bukit Cinta.
Suhu udara di Bukit Cinta lebih dingin daripada di Ngadisari. Kira-kira sekitar 14 derajat. Je dan saya meski sudah berjaket tebal tetap dinginnya menembus badan hingga menggigil. Untuk melawan dingin, kami sewa jaket kepada seorang ibu yang mernawarkan di pintu masuk. Saya merogoh koceh sebesar Rp. 20.000,- untuk satu jaket. Untuk penghangat badan, bisa juga beli minum kopi atau teh pada pedagang asongan yang berjualan di spot itu.
Ojek yang kami pakai tadi sudah menunggu di ujung jalan masuk. Kami turun meninggalkan Bukit Cinta untuk menuju ke parkiran Jeep Hardtop. Untuk bapak-bapak tukang ojek, kami bayar 250 ribu pulang pergi, tentu setelah tawar menawar.
Suara mesin deru dari kendaraan dan debu pasir yang terbang seperti asap, ditambhan padatnya wisatawan, menggungah hati saya untuk menyapanya dalam foto dan video. Sungguh unik pesona Bromo kali ini.Â