Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menikmati Deru dan Debu di Kawasan Bromo

27 Juli 2018   03:22 Diperbarui: 27 Juli 2018   15:03 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Je berdiri di antara Jeep Hardtop (dokpri)

Deru mesin Jeep Hardtop mulai terdengar hampir serentak. Semua Jeep yang tadi parkir di rest area Ngadisari, satu persatu bergerak membawa penumpang menuju ke Puncak Penanjakan. Demikian juga, Jeep yang kami sewa. Berjalan beriringan dengan Jeep lainnya menuju ke Puncak Penanjakan menembus kegelapan dan kabut pagi.

Jeep mulai berjalan pelan dan kemudian terjadi kemacetan. Saat saya tanya ke sopir, dijawab itu karena antri membeli karcis masuk. Oh ya, karcis masuk hari libur lebih mahal dari hari biasa. Tiket masuk Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, per orang dikenai biaya sebesar Rp. 32.500,- Untuk wisatawan asing, tiket masuk sebesar Rp. 317.500,- per orang.

Naik Kuda ke pendakian (dokpri)
Naik Kuda ke pendakian (dokpri)
Bromo itu indah (dokpri)
Bromo itu indah (dokpri)
Roda Jeep Hardtop mulai bergerak dan menuruni lautan pasir. Saya melihat beberapa orang berjalan kaki menuju lautan pasir. Tapi tak sedikit wisatawan yang menggunakan sepeda motor menembus lautan pasir, meski saya lihat ada yang mogok karena terjebak pasir.

Subuh itu, justru suasananya semakin ramai didatangi orang yang ingin berburu matahari terbit. Jalur menuju ke Puncak Penanjakan, padat merayap. Di titik tertentu, sebelum sampai di Puncak Penanjakan sudah beberapa kali macet. Saya tanya ke sopir, berapa jumlah Jeep Hardtop yang naik. Andre menjawab lebih dari 500 unit kendaraan pagi itu naik ke puncak. Belum mobil pribadi, sepeda motor yang sama-sama naik ke Penanjakan.

Karena macet di jalur ke arah Penanjakan, kami terpaksa turun. Baru beberapa langkah, tiba-tiba tukang ojek, berkalung sarung, mendekati kami dan menawarkan untuk mengantar ke spot Taman Bukit Cinta. Mengingat masih jauh berjalan, akhirnya kami naik ojek. Saya lupa menawar ongkos ojeknya. Lalu kami dibawa ke Bukit Cinta.

Terhalang kabut (dokpri)
Terhalang kabut (dokpri)
Semula saya mengira akan di bawa ke spot Penanjakan I yang ada banyak tower antena, tetapi ternyata ada banyak spot untuk melihat matahari terbit. Selain Bukit Cinta, dan Penanjakan ada juga King Kong Hill, Seruni Point.

Suhu udara di Bukit Cinta lebih dingin daripada di Ngadisari. Kira-kira sekitar 14 derajat. Je dan saya meski sudah berjaket tebal tetap dinginnya menembus badan hingga menggigil. Untuk melawan dingin, kami sewa jaket kepada seorang ibu yang mernawarkan di pintu masuk. Saya merogoh koceh sebesar Rp. 20.000,- untuk satu jaket. Untuk penghangat badan, bisa juga beli minum kopi atau teh pada pedagang asongan yang berjualan di spot itu.

Jalur kuda (dokpri)
Jalur kuda (dokpri)
Sekarang saatnya menunggu matahari terbit dari ufuk Timur. Di spot Bukit Cinta, wisatawan sudah siap mengabadikan dengan kameranya. Tampak Je, si guru mandarin, bersiap dengan kamera hapenya. Tetapi sinar fajar matahari yang kami tunggu terhalang oleh kabut. Semua tampak kecewa termasuk saya dan Je. Tapi apa boleh buat. Alam memang sedang berkabut. Penantian kami sejak subuh yang masih gelap dengan berjibaku melawan dinginnya udara, seperti tidak membuahkan hasil sesuai dengan harapan kami.

Ojek yang kami pakai tadi sudah menunggu di ujung jalan masuk. Kami turun meninggalkan Bukit Cinta untuk menuju ke parkiran Jeep Hardtop. Untuk bapak-bapak tukang ojek, kami bayar 250 ribu pulang pergi, tentu setelah tawar menawar.

Tangga Pendakian Kawah Bromo (dokpri)
Tangga Pendakian Kawah Bromo (dokpri)
Kemacetan terjadi lagi di jalur Penanjakan arah balik, dan menunggu hampir satu jam lebih. Saya tak menghiraukan kemacetan itu, karena kantuk berat menyerang mata. Sesampainya di lautan pasir, saya melihat debu pasir berterbangan seiring dengan derunya Jeep-jeep yang melintas. Dari Andre, sopir Jeep, saya baru tahu bahwa selama lebih sebulan ini belum turun hujan di kawasan Bromo.

Suara mesin deru dari kendaraan dan debu pasir yang terbang seperti asap, ditambhan padatnya wisatawan, menggungah hati saya untuk menyapanya dalam foto dan video. Sungguh unik pesona Bromo kali ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun