Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Asyiknya Menginap di Piaynemo Raja Ampat

30 November 2017   06:29 Diperbarui: 1 Desember 2017   03:13 6269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "Piaynemo" ternyata ada artinya. Sambil menikmati kopi hitam, di beranda dekat ruang makan,  saya ngobrol dengan Om Elly, pemilik Homestay Piaynemo. Semilir angin dan gemercik air laut memberi nuansa alam setiap perbincangan kami.

"Piaynemo itu sambungan antara bagian kepala dan gagang tombak. Orang Papua menyebutnya harpun. Tombak dihubungkan dengan tali atau rantai, gunanya untuk mempermudah menarik ikan buruan yang tertombak" cerita Om Elly sambil menghisap rokok putihnya.

"Lokasi ini berada di pulau Piaynemo. Bentuk pulau ya seperti sambungan tombak tadi. Memang, harus dilihat dari atas, bentuk pulau ini seperti barang itu" lanjut Om Elly.

Cerita dan keramahtamahan Om Elly semakin membuat saya betah tinggal di homestay ini. Semalam, diiringi gemercik gerimis, saya bisa tidur nyenyak sekali. Udara yang sejuk dan kamar yang nyaman, rupanya menghilangkan kepenatan badan setelah mengalami tragedi di tengah laut dan kesasar di Pulau Gag. Silahkan membaca di tulisan yang lalu di sini.

Homestay Piaynemo
Homestay Piaynemo
Selain Wajag, lokasi ikonik yang diburu wisatawan yang berpergian ke Raja Ampat adalah Pulau Piaynemo yang berada di Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat. Banyak hal indah yang ditawarkan di Piaynemo. Jika anda berkunjung ke Piaynemo, anda tak hanya menyaksikan keindahan di bawah laut berupa berbagai jenis karang, spesies ikan dan moluska. Panorama alam, flora dan fauna di sekitar gugusan pulau kars (karang) juga menarik untuk dilihat.

Saya sering melihat rombongan burung nuri berwarna hijau merah terbang di atas penginapan sambil bersiul riang seperti sedang bergurau. Dua belibis warna putih hitam setiap saat terbang rendah  dan hinggap di ujung dermaga sambil berceloteh keras saat berpindah tempat ke pepohonan.

Rmah lingkungan (Dokpri)
Rmah lingkungan (Dokpri)
Lingkungan homestay ini relatif nyaman dan tenang. Namun ketika ada rombongan wisatawan yang singgah untuk makan siang, suasana penginapan menjadi hidup. Tak sedikit wisatawan yang singgah, mengabadikan keasrian alam di sini menggunakan kameranya masing-masing.

Menginap di Piaynemo dijadwalkan  setelah dari Pulau Wajag. Saat dalam perjalanan pulang dari Wajag, kami mendapat musibah. Salah satu mesin motor kapal mati dan sambil menunggu diperbaiki, kapal bermotor terombang-ambing karena ombak laut tinggi disertai hujan deras. Akhirnya, kami kesasar ke Pulau Gag dan menginap semalam di kantor Kampung Gag.

Bermain Kano (Dokpri)
Bermain Kano (Dokpri)
Kami tiba di Homestay Piaynemo, pukul sekitar jam 7 pagi (17/6) dengan hati senang untuk mengobati rasa galau kami selama di Pulau Gag. Om Elly menyambut kami dengan ramah. Kamar pesanan kami sudah siap dipakai. Bahkan, tuan rumah menyediakan kopi, air panas dalam termos dan gula untuk membuat secangkir kopi.

Penginapan ini memiliki dua pondok. Setiap pondok ada tempat tidur berukuran besar yang dilengkapi dengan kelambu dan kamar mandi dalam. Setiap pondok ada terasnya. Di dekat ruang makan tersedia kamar-kamar untuk tidur, tetapi kamar mandinya di luar. Tamu juga bisa memakai perahu kano untuk berkeliling di sekitar penginapan.

Ruang dapur dan ruang santai dibangun tersendiri. Di belakang bangunan, ada jalan setapak berlantai kayu ulin menuju ke pantai berpasir putih. Saya sempat berburu matahari terbenam di pantai ini. Angin dari Barat cukup kencang sehingga jalan-jalan di pantai tidak terlalu lama. Sementara angin Timur terasa semilir saat berada di pondok.

Sehabis makan pagi, sekitar jam 9, dengan menggunakan speedboat, kami menuju ke puncak Telaga Bintang. Tak kurang dari 10 menit jaraknya dari homestay kami sudah sampai.

Tangga pertama ke puncak Telaga Bintang (dokpri)
Tangga pertama ke puncak Telaga Bintang (dokpri)
Puncak Telaga Bintang (Dokpri)
Puncak Telaga Bintang (Dokpri)
"Hati-hati. Danger. Tuh lihat, kita disuruh hati-hati saat memanjat ke puncak bukit kars dan saat turun supaya tidak tergelincir. Di sini, dilarang memancing ikan, dilarang buang sampah, dilarang berenang" kata saya menerjemahkan gambar larangan di papan petunjuk warna hijau yang dipasang di dekat dermaga.

Dengan hati-hati kami menginjak tangga jalur naik di atas karang-karang yang sebagian disemen. Lumayan tinggi dan melelahkan. Namun kelelahan itu terbayar ketika sampai di puncak pemandangan alamnya sungguh menakjubkan. Dari atas puncak, air laut di bawah terlihat berwarna hijau tosca. Sungguh indah untuk dinikmati.

Dari puncak telaga bintang, kami berlayar menuju ke puncak Piaynemo. Puncak perbukitan Kars ini ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Raja Ampat setempat sebagai Situs Warisan Bentang Alam. Tak heran banyak wisatawan berkunjung di tempat ini.

Belanja souvenir (Dokpri)
Belanja souvenir (Dokpri)
Kepiting Kenari (dokpri)
Kepiting Kenari (dokpri)
Setelah kapal merapat di dermaga, kami tidak langsung naik ke puncak. Di sekitar dermaga kami menghampiri penduduk local yang berjualan souvenir, makanan dan minuman ringan. Saya lihat juga minyak kelapa murni dalam kemasan botol kecil. Yansen dan kawan-kawan beli kalung yang terbuat dari kulit kerang seharga 50 ribu setelah ditawar. Kalung yang dipilih Yansen berbentuk ikan Pari (Manta). Sedangkan Fretes pilih kalung berbentuk Ikan Hiu.

"Buat kenang-kenangan dan keselamatan pak" ujar Yansen saat saya tanya. Bagi Yansen, kalung ikan dipercaya untuk tolak bala saat berada di laut dan mengusir energi negatif. Saya pun tidak begitu tahu tentang nilai magis kalung ikan itu, tetapi setelah itu perjalanan kami di atas laut berjalan mulus.

Di bawah papan nama bertuliskan "Welcome to Piaynemo Island Raja Ampat" tergeletak banyak Kepiting Kenari (Coconut Crab) atau Birgus Latro, nama ilmiahnya, ukuran besar dan kecil. Kepada penjual, saya bertanya berapa harganya. Kebetulan ada wisatawan yang tertarik membeli dan terjadi tawar menawar. Ternyata yang paling besar dijual 200 ribu, yang ukuran sedang 150 ribu per ekor.

Welcome to Piaynemo (Dokrpi)
Welcome to Piaynemo (Dokrpi)
Anak tangga kayu, 341 kah? (Dokpri)
Anak tangga kayu, 341 kah? (Dokpri)
"Jumlah anak tangga kayu dari bawah ke puncak, berjumlah 341 anak tangga kayu, Pak" lapor Holy Lala sambil menebar senyum karena berhasil menghitungnya sampai ke puncak. Lebih bangga lagi, sesampainya di puncak kami disuguhi panorama alam yang eksotik Raja Ampat. Di puncak ternyata sudah banyak wisatawan domestik dan manca negara yang dating lebih dulu. Mereka tampak seperti saling berebut di spot foto.

Tak urung kami berfoto ria di atas puncak. Konon Presiden Jokowi sudah pernah swafoto di lokasi itu. Sempat pula saya berbincang dengan anak-anak papua yang bermain di puncak. Mereka berbaur ramah dengan wisatawan lain sebagai tuan rumah yang baik.

Tangga kepuncak bukan satu. Sedang dikerjakan jalur ke dua. Saat mendekati para pekerja, saya mendengar mereka bicara dengan menggunakan Bahasa Jawa. Lalu, saya berhenti dan ngobrpl dengan mereka dalam Bahasa Jawa. Ternyata mereka dari Mranggen, Semarang dan Karanganyar, Solo. Dari cerita para tukang, pembuatan jalur kedua untuk mengatasi padatnya wisatawan yang naik kepuncak Piaynemo.

Indahnya Piaynemo (Dokpri)
Indahnya Piaynemo (Dokpri)
Abadikan momen (dokpri)
Abadikan momen (dokpri)
"Kalau pas libur, setiap hari bisa lebih dari 600 pengunjung. Silih berganti. Memang tempat wisata ini lagi ngehit" kata Mandor tukang. Dari mereka saya tanya, lalu tidur dan makannya bagaimana. Dijelaskan bahwa kalua tidur bikin tenda di atas. Makan masak sendiri. Lauk beli di pasar. Kadang cari ikan di laut. Katanya, tidak semua pulang saat lebaran. Mendengar cerita itu betapa hebatnya mereka merantau hingga jauh dari kampung halaman demi keluarga.

Matahari terbit (Dokpri)
Matahari terbit (Dokpri)
Mesin motor speedboat kembali dihidupkan oleh Om Papua. Kami berlayar pulang menuju ke homestay yang berjarak tak kurang dari 15 menit. Di homestay, kami makan siang.  Setelah makan siang bermain kano lagi hingga senja tiba.

Menurut Pak Sam, tour leader kami, harga per kamar tempat menginap kami, 500 ribu per malam. Lalu pada pagi harinya (18/6) sekitar jam 7 kami melanjutkan perjalanan menuju ke Pulau Arborek.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun