Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Asyiknya Menginap di Piaynemo Raja Ampat

30 November 2017   06:29 Diperbarui: 1 Desember 2017   03:13 6269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehabis makan pagi, sekitar jam 9, dengan menggunakan speedboat, kami menuju ke puncak Telaga Bintang. Tak kurang dari 10 menit jaraknya dari homestay kami sudah sampai.

Tangga pertama ke puncak Telaga Bintang (dokpri)
Tangga pertama ke puncak Telaga Bintang (dokpri)
Puncak Telaga Bintang (Dokpri)
Puncak Telaga Bintang (Dokpri)
"Hati-hati. Danger. Tuh lihat, kita disuruh hati-hati saat memanjat ke puncak bukit kars dan saat turun supaya tidak tergelincir. Di sini, dilarang memancing ikan, dilarang buang sampah, dilarang berenang" kata saya menerjemahkan gambar larangan di papan petunjuk warna hijau yang dipasang di dekat dermaga.

Dengan hati-hati kami menginjak tangga jalur naik di atas karang-karang yang sebagian disemen. Lumayan tinggi dan melelahkan. Namun kelelahan itu terbayar ketika sampai di puncak pemandangan alamnya sungguh menakjubkan. Dari atas puncak, air laut di bawah terlihat berwarna hijau tosca. Sungguh indah untuk dinikmati.

Dari puncak telaga bintang, kami berlayar menuju ke puncak Piaynemo. Puncak perbukitan Kars ini ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Raja Ampat setempat sebagai Situs Warisan Bentang Alam. Tak heran banyak wisatawan berkunjung di tempat ini.

Belanja souvenir (Dokpri)
Belanja souvenir (Dokpri)
Kepiting Kenari (dokpri)
Kepiting Kenari (dokpri)
Setelah kapal merapat di dermaga, kami tidak langsung naik ke puncak. Di sekitar dermaga kami menghampiri penduduk local yang berjualan souvenir, makanan dan minuman ringan. Saya lihat juga minyak kelapa murni dalam kemasan botol kecil. Yansen dan kawan-kawan beli kalung yang terbuat dari kulit kerang seharga 50 ribu setelah ditawar. Kalung yang dipilih Yansen berbentuk ikan Pari (Manta). Sedangkan Fretes pilih kalung berbentuk Ikan Hiu.

"Buat kenang-kenangan dan keselamatan pak" ujar Yansen saat saya tanya. Bagi Yansen, kalung ikan dipercaya untuk tolak bala saat berada di laut dan mengusir energi negatif. Saya pun tidak begitu tahu tentang nilai magis kalung ikan itu, tetapi setelah itu perjalanan kami di atas laut berjalan mulus.

Di bawah papan nama bertuliskan "Welcome to Piaynemo Island Raja Ampat" tergeletak banyak Kepiting Kenari (Coconut Crab) atau Birgus Latro, nama ilmiahnya, ukuran besar dan kecil. Kepada penjual, saya bertanya berapa harganya. Kebetulan ada wisatawan yang tertarik membeli dan terjadi tawar menawar. Ternyata yang paling besar dijual 200 ribu, yang ukuran sedang 150 ribu per ekor.

Welcome to Piaynemo (Dokrpi)
Welcome to Piaynemo (Dokrpi)
Anak tangga kayu, 341 kah? (Dokpri)
Anak tangga kayu, 341 kah? (Dokpri)
"Jumlah anak tangga kayu dari bawah ke puncak, berjumlah 341 anak tangga kayu, Pak" lapor Holy Lala sambil menebar senyum karena berhasil menghitungnya sampai ke puncak. Lebih bangga lagi, sesampainya di puncak kami disuguhi panorama alam yang eksotik Raja Ampat. Di puncak ternyata sudah banyak wisatawan domestik dan manca negara yang dating lebih dulu. Mereka tampak seperti saling berebut di spot foto.

Tak urung kami berfoto ria di atas puncak. Konon Presiden Jokowi sudah pernah swafoto di lokasi itu. Sempat pula saya berbincang dengan anak-anak papua yang bermain di puncak. Mereka berbaur ramah dengan wisatawan lain sebagai tuan rumah yang baik.

Tangga kepuncak bukan satu. Sedang dikerjakan jalur ke dua. Saat mendekati para pekerja, saya mendengar mereka bicara dengan menggunakan Bahasa Jawa. Lalu, saya berhenti dan ngobrpl dengan mereka dalam Bahasa Jawa. Ternyata mereka dari Mranggen, Semarang dan Karanganyar, Solo. Dari cerita para tukang, pembuatan jalur kedua untuk mengatasi padatnya wisatawan yang naik kepuncak Piaynemo.

Indahnya Piaynemo (Dokpri)
Indahnya Piaynemo (Dokpri)
Abadikan momen (dokpri)
Abadikan momen (dokpri)
"Kalau pas libur, setiap hari bisa lebih dari 600 pengunjung. Silih berganti. Memang tempat wisata ini lagi ngehit" kata Mandor tukang. Dari mereka saya tanya, lalu tidur dan makannya bagaimana. Dijelaskan bahwa kalua tidur bikin tenda di atas. Makan masak sendiri. Lauk beli di pasar. Kadang cari ikan di laut. Katanya, tidak semua pulang saat lebaran. Mendengar cerita itu betapa hebatnya mereka merantau hingga jauh dari kampung halaman demi keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun