Sak bejo bejaning wong kang lali, iseh bejo wong kang eling lan waspodo, artinya seberapa untungnya orang, masih beruntung orang yang selalu berhati-hati dan waspada.
Tulisan itu saya pungut dari selebaran "Tips Antisipasi Bencana" yang diterbitkan dan diedarkan oleh Tagana Yogyakarta. Dalam secarik kertas putih itu, disebutkan bagaimana mengantisipasi terjadinya bencana kebakaran, gempa bumi, banjir, puting beliung, letusan gunung berapi, dan tsunami.
Secarik kertas itu, diserahkan oleh koordinator Tim Tagana (Taruna Siaga Bencana) kepada Kepsek SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon, Stephanus I Poluan, SIP setelah melakukan Bhakti Sosial Tagana Goes to School di hadapan para siswa, Rabu (25/10). Penyerahan brosur-brosur itu saya abadikan melalui kamera saya.
"Ada 1400 relawan Tagana dari 33 propinsi berkumpul di Tondano. Ditambah dari relawan Tagana dari 4 negara ASEAN, yaitu Filipina, Kamboja, Malaysia dan Jepang" jelas Tetrin, staf Kemensos RI saat mendampingi relawan Tagana yang melakukan Bhaksos di sekolah saya.
Sebelum masuk ke kelas-kelas, sukarelawan Tagana ASEAN didampingi pimpinan Direktorat Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial dari Kemensos RI, yaitu Adhi Karyono, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA), Muman Nuryana, Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Dr John Lumopa, Kadis Dinsos Tomohon berdiskusi bersama Kepsek SMA Lokon, Stephanus Poluan, dan pimpinan YPL di ruang Yayasan.
"Setelah itu, tidak ada kelanjutannya. Sosialisasi tanggap bencana ramai dilaksanakan di mana-mana, ketika Gunung Lokon sedang aktif. Sekolah kami ditetapkan oleh Kemendikbud sebagai sekolah Tanggap Bencana pada tahun 2013", lanjut Kepsek SMA Lokon.
Di hadapan para delegasi Tagana ASEAN dijelaskan bahwa sekolah ini berada di ring satu bencana alam erupsi Gunung Lokon. Antisipasi terhadap bencana sudah terlaksana ketika Gunung berapi Lokon (1.580 mdpl) oleh banyak pihak beberapa waktu lalu. Beruntung abu vulkanik Gunung Lokon jarang jatuh ke kompleks sekolah dan asrama karena angin membawanya ke arah Manado. "Meski demikian, letusan pertama saat erupsi, menggetarkan seluruh bangunan dan kaca-kaca" kisah Kepsek.
Dalam diskusi itu, Adhi Karyono, Direktur PSKBA akan mendorong Tagana Propinsi dan Tagana Tomohon untuk membuat kegiatan sosialisasi antispasi bencana atau tanggap bencana di lokasi rawan bencana, seperti di sekolah Lokon, secara berkelanjutan. Ini mengingat setiap tiga tahun siswa di sini sudah lulus.
"Beragam untuk bersatu. Bersatu untuk penanggulangan bencana" tema yang diangkay dalam kegiatan Jambore Nasional Tagana 2017.
"Kalau tiba-tiba terjadi bencana alam, seperti Gunung Lokon Meletus, atau gempa bumi, apa yang kalian pertama-tama lakukan?" kata Aimi di hadapan para siswa. Satu dua siswa menjawab, kami harus menyelamatkan diri secepatnya.
"Lalu bagaimana cara menyelematkan diri?" tanya Aimi. Sejenak para siswa diam. Lalu delegasi tagana Filipina itu, disaksikan dari Malaysia, Kamboja dan Japan, menjelaskan bahwa pertama-tama siswa harus mengenali besar kecilnya bencana alam dan kondisi bangunan serta jalur-jalur evakuasi. Jangan panik. Pegang kepala dengan kedua tangan. Masuk ke kolong meja belajar. Setelah agak reda, keluar ruangan melalui pintu. Dahulukan yang sakit dan perempuan. Ikuti petunjuk arah evakuasi yang sudah dipasang.
Di ujung Bhakti Sosial Tagana "Goes to school", terbersit jaminan program Mitigasi bencana akan dilakukan secara berkelanjutan yang nantinya akan dibidani oleh Kemensos RI melalui Tagana Tomohon.
Catatan:
Dalam kegiatan Tagana "Goes to school" di SMA Lokon, Kompasianer Prabu Bathara Kresno juga membuat repotase Lain Sisi: Tagana "Goes to School" di sekolah saya. Tulisan ini juga meralat nama Kepsek SMA Lokon sebenarnya bukan Fery Doringin tetapi Stephanus I. Poluan, SIP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H