Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyusuri Hutan Mangrove di Pantai Mor

3 Januari 2017   20:21 Diperbarui: 3 Januari 2017   20:42 1900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan "Wisata Bahari Pantai Morosari" yang terpasang di pinggir Jalan Semarang - Demak KM 9, Bedono, Sayung, Demak terbaca jelas dari dalam mobil. Mobilpun kemudian berbelok kiri dan menyusuri jalan cor beton. Jika berpapasan dengan mobil lain, salah satu mobil harus berhenti dan mempersilakan mobil berlalu lebih dahulu.

Jalan cor beton dari jalan raya menuju pantai Morosari, desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah yang akrab disebut warga sebagai Pantai Mor, berjarak sekitar 3 km. Saat menyusuri jalan itu, saya melihat di sebelah kanan adalah sungai yang terkesan airnya tidak mengalir. Sedangkan di sebelah kiri, terbentang luas lahan tambak rakyat.

img-5624-jpg-586ba54eb893731419006fbb.jpg
img-5624-jpg-586ba54eb893731419006fbb.jpg
Tak hanya tambak, setelah lewat satu kilometer masih ada rumah warga tampak kokoh berdiri. Siang itu, suasana sudah agak sepi. Hanya tersisa tulisan-tulisan "Jual kerang" dan "Dijual udang hidup dan bibit udang". Menurut warga, sejak pagi buta Pantai Mor menjadi pasar tradisional yang menjual aneka macam hasil tangkapan para nelayan yang melaut semalam.

Selain itu, di sela-sela tambak dan rumah, terlihat rumpun pohon bakau tumbuh setinggi manusia lebih. Konon pohon bakau ini ditanam setelah terjadi peristiwa naas puluhan tahun yang lalu, berupa tenggelamnya pemukiman warga akibat abrasi yang berakibat rob.

Perahu yang siap antar ke hutan mangrove (dokpri)
Perahu yang siap antar ke hutan mangrove (dokpri)
"Karena terjadi abrasi, warga di sini ramai-ramai meninggalkan rumah karena rumahnya tenggelam oleh rob. Akibatnya desa ini menjadi desa mati" tutur Pak Slamet sambil menyerahkan tiket wisata mangrove kepada saya.

Cuaca agak mendung. Udara tak begitu membuat gerah di badan. Sebelum memasuki ujung pantai Mor, seorang petugas di dekat loket masuk menghentikan mobil saya.

"Per orang tiket masuk Wisata Bahari Morosari hanya Rp. 7.000,- dan ditambah parkir mobil Rp. 2.000,-" kata petugas. Lalu saya bayar untuk tujuh orang termasuk dua anak kecil.

Setelah mobil diparkir, saya dan rombongan langsung turun dari mobil. Siang itu, tidak terlalu banyak orang berkumpul di pantai Mor, kecuali enam mobil dan beberapa sepeda motor terpakir. Mungkin para pengunjung sudah lebih dahulu naik perahu menuju ke hutan mangrove atau ke makam Mbah Syekh Abdullah Mudzakir, tetua yang dihormati karena berjasa dalam menyebarkan agama Islam.

Masjid di dekat Makam Syekh Abdullah Mudzakir
Masjid di dekat Makam Syekh Abdullah Mudzakir
Melaut cari ikan (dokpri)
Melaut cari ikan (dokpri)
Sebelum berangkat, saya diskusi dengan Andre keponakan saya tentang hutan mangrove mana yang akan dikunjungi. Ada dua pilihan. Hutan mangrove yang ada di kawasan Pantai Maron yang lokasinya tak jauh dari Bandara Ahmad Yani atau yang ada di sekitar Pantai Morosari Sayung Demak.

Ke dua tempat itu belum pernah saya kunjungi. Saya ikut pilihan Andre karena dia yang tahu jalan. Tak hanya itu, berdasarkan informasi yang saya baca, ada kisah miris yang dialami warga setempat. Banyak rumah warga desa sekitar pantai Morosari, kecamatan Sayung, desa Bedono, Demak terkena abrasi dan kemudian tenggelam karena rob. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu warga eksodus ke pemukiman lain.

Karena informasi itulah, saya makin penasaran dengan objek wisata Hutan Mangrove Morosari sekaligus ingin melihat "desa mati" terkini.

Rombongan lain datang berwisata ke hutan mengrove (dokpri)
Rombongan lain datang berwisata ke hutan mengrove (dokpri)
"Naik perahu berapa pak?" tanya saya kepada petugas yang sedang duduk di gubuk dekat parkiran sepeda motor sambil memegang tiga bundel tiket perahu. "Per orang Ro 15.000,- bayarnya Mas" jawab petugas. "Anak kecil dihitung nggak?" "Saya hitung lima saja Mas. Jadi bayar Rp 75.000,-" kata petugas sambil matanya melihat jumlah rombongan saya.

Setelah membayar, kami disuruh untuk menuju ke dermaga. Ada empat perahu tertambat. Perahu yang akan kami tumpangi sudah memberi aba-aba kepada kami. Perahu itu sudah terisi lima pelajar dengan seragam sekolahnya.

Perjalanan ke hutan mangrove dari pantai Morosari ditempuh kurang lebih setengah jam. Suara mesin perahu begitu keras dan sebanding dengan kecepatan lajunya perahu. Tapi kami menikmati saja seiring dengan gelombak ombak air laut.

Dalam perjalanan menuju hutan mangrove, kami melihat bangunan Masjid yang sedang dibangun, di ujung dermaga yang berada satu lokasi dengan makam Syech Abdullah Mudzakir. Tampak di seberang laut, perahu-perahu nelayan yang menjala ikan.

Penjual makanan dan minuman buat pengunjung (dokpri)
Penjual makanan dan minuman buat pengunjung (dokpri)
Akhirnya perahu kami memasuki kanal dan menepi di dermaga konservasi hutan mangrove yang konon mendapat bantuan dana dari Pemerintah Jepang. Sepintas hutan mangrove sudah lebat. Burung kuntul (bangau) putih dan hitam terdengar berceloteh riang di antara ranting pepohonan bakau memecah kesenyapan hutan bakau.

Kami semua turun dari perahu dan melangkahkan kaki menuju jalan setapak kayu selebar satu meter. Sudah beberapa pengunjung yang sudah tiba lebih dulu, sedang menikmati hutan mangrove sambil berfoto ria dengan tongsis di tangan. Jalan setapak hutan mangrove ini bercabang dua. Tapi sayangya semua buntu.

Panjangnya tak lebih dari 500 meter. Mirisnya, jalan setapak ini sudah mulai lapuk dan menurun khususnya di ujung sebelah kiri. Dua anak Andre yang suka berlarian diingatkan jangan sampai ke kayu yang lapuk. Takut kepleset masuk ke rawa hutan Mangrove.

"Sayang fasilitas jalan setapak tidak diperbaiki. Jaraknya pendek dan tak tersambung satu sama lain. Lihat sampah bekas minuman dan plastik makanan itu teronggok di antara akar pohon bakau. Yah jorok" komentar istri Andre.

Foto bersama he he he (dokpri)
Foto bersama he he he (dokpri)
Di salah satu gazebo kecil, seorang ibu jualan minuman dan makanan. Tampak ibu itu sibuk melayani pesanan pengunjung yang berseragam sekolah SMP. Mereka pesan pop mie dan es miramas. Sedangkan saya dan keponakan pesan minuman.

Kurang lebih setengah jam lamanya kami berada di hutan mangrove Morosari. Rombongan perahu lainnya mulai meninggalkan lokasi. Saat kami pulang, datang rombongan lain berlabuh di dermaga itu.

Tumbuhnya hutan mangrove desa Bedono, Demak ini patut disyukuri karena mencegah gelombang ombak laut yang berpotensi terjadi abrasi. Bahkan Dinas Pariwisata Demak berupaya menjadikan kawasan hutan mangrove ini sebagai destinasi wisata alam dan bahari yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi rakyat.

Air laut coklat, abrasi? (dokpri)
Air laut coklat, abrasi? (dokpri)
Tak hanya memberdayakan hutan mangrove dan Makam Syekh Abdullah Mudzakir, sebagai objek wisata, wisatawan juga disuguhi rumah makan terapung dengan aneka macam makanan seafood. Bahkan kata motoris perahu, pengunjung bisa mainan dengan perahu bebek air, jetsky dan banana boats. Sayang fasilitas itu sudah rusak dan tak berfungsi lagi.

Rasa penasaran saya terhadap Wisata bahari Pantai Mor terobati dengan catatan kurang seru. Mengapa? Karena fasilitas wisatanya kurang dipelihara dengan baik.

Papan nama yang agak usang (dokpri)
Papan nama yang agak usang (dokpri)
Oh ya di perahu yang kami tumpangi hanya ada satu baju pelampung, padahal jumlah kami ada 13 orang. Untung, kami semua tiba dengan selamat meski saat pulang hujan turun dengan lebat. Gelombang air laut sempat menggoyang perahu sehingga kami sempat was-was.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun