[caption caption="Keindahan Pantai Nglambor Gunung Kidul DIY"][/caption]
Pantai Nglambor di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Gunug Kidul DIY satu paket dengan Pantai Siung dan Jogan. Mungkin akses jalan keluar masuk pantai melalui satu pintu. Tak heran retribusi memasuki daerah kawasan wisata pantai ini diberlakukan terpisah. Tak menyatu dengan deretan pantai dari Ngobaran hingga Sundak yang harus membayar Rp. 10.000,- per orang.
“Berapa orang Mas?” “Empat” “Dua puluh ribu, Mas” “Lho kok bayar lagi?” “Ya Mas. Ini kawasan wisata pantai yang beda dengan deretan pantai Sundak”. Mendengar alasan itu, saya diam dan berpikir. Secara geografis sama-sama berada pada jalur pantai Selatan Gunung Kidul. Tetapi kenapa wisatawan ditarik uang retribusi lagi?
Bila anda berminat untuk traveling susur pantai Selatan Gunug Kidul, bersiaplah merogoh kocek anda dua kali. Total 15 ribu rupiah. Tak hanya itu. Setiap pantai dimintai uang parkir mobil Rp. 5.000,-. Nah hitung sendiri kalau ada 13 pantai. Begitulah pengalaman traveling saya Selasa kemarin (14/7).
Setelah membayar uang masuk objek wisata dan meninggalkan pintu masuk, pantai Nglambor jadi buruan kami. Tanda petunjuk ke pantai Jogan saya abaikan. Tak kurang dari 10 menit petugas parkir menyambut kami dan mengarahkan tempat parkir untk mobil kami.
“Ke pantainya masih jauh pak?” “Nggih. Kurang lebih 1 km lagi jalan kaki” Saya diam sejenak. Namun tiba-tiba petugas parkir menawarkan ojek kepada kami.”Lima ribu Mas untuk parkir dan ojek juga lima ribu” ujar pak petugas parkir dengan wajah tenang.
Meski 4 orang tapi saya minta 3 ojek dengan alasan yang dua masih anak-anak sehingga satu ojek bisa bertiga.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/07/22/img-8180-gif-55af3d01917e61a6058ee8b9.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Akses jalan menuju pantai masih tampak baru. Terutama jalan turun ke pantai dari batas ojek yang dibuat dengan pengerasan semen selebar 2 meter. Kontur tanah yang berbukit di kanan kiri jalan menambah indahnya pemandangan meski kesan gersang batu kapur masih sangat dominan.
“Dua pulau itu coba dilihat dengan seksama Mas” kata tukang ojek sambil jari telunjuknya menunjuk dua pulau di dekat pantai. Saya mengangguk. “Pulau itu berbentuk dua penyu atau kura-kura. Tanpa ada pulau itu, pantai Nglambor tidak bisa untuk snorkling. Deburan ombak Laut Selatan. Tertahan oleh pulau kura-kura itu” celoteh tukang ojek itu yang sekaligus sadar bahwa ia pun menjadi bagian dari tempat wisata itu yang berkewajiban moral menyampaikan informasi tentang eksotiknya pantai Nglambor kepada pengunjung.
Tukang ojek pun tak sekedar berkisah. Ia pun mengarahkan ke salah satu operator snorkling yang berada di dekat pantai pasir putih. Kami pun menyewa. Paket lengkap snorkling dikenai biaya Rp. 35.000,- per orang sudah termasuk foto-foto underwaternya.
[caption caption="Surut Laut di Pantai Nglambor"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/07/22/img-8196-gif-55af3c76917e6145058ee8ba.gif?v=600&t=o?t=o&v=770)
Kondisi alam laut saat itu lagi surut sehingga antusias untuk segera mencebur ke laut tertunda beberapa jam. Menurut petugas harus menunggu jam setengah empat, baru air laut benar-benar pasang. Kata petugas soal waktu terbaik untuk aktivitas snorkling di Nglambor selain sore hari juga pagi hari sebelum jam dua belas siang.
Justru di saat surut saya bisa melihat biota laut yang menghuni di pantai ini. Bulu babi, aneka warna ikan kecil dan terumbu karang yang masih utuh. Keindahan alam itu terjaga baik seiring dengan minimnya sampah di sekitar pantai. Dari lokasi parkir hingga pantai pasir putih Nglambor, tak terihat sampah berserakan. Upaya membangun lingkugan alam yang bersih nyaman dan aman, patut diacungi jempol untuk Kelompok Sadar Wisata “Nglambor Lestari”, pengelola objek wisata ini.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/07/22/img-8214-gif-55af3d72d492738807cec447.gif?v=600&t=o?t=o&v=770)
Mentari mulai meredup di pantai Nglambor. Bukit barat menghalangi siarnya Tak kurang ari dua jam bersnorkling, akhirnya satu persatu mengembalikan peralatan ke petugas dan membasuh diri ganti pakaian kering. Petugas pun meyerahkan 100 file foto dengan cara transfer dari GoPro ke memory card hape. "Kalau pas ramai foto pakai GoPro sepuasnya harus bayar 100 ribu" kisah Hilda mendapat informasi itu dari petugas saat ambil file fotonya.
Kami kembali ke tempat parkir dengan ojek lagi dan bayar lima ribu lagi. Dalam perjalaan tukang ojek berkisah bahwa pantai ini dibuka mulai jam delapan hingga jam enam sore. Kadang ada rombongan yang kemping untuk berburu sunrise atau sekedar berkemah saja. Tapi sebentar lagi akan dibangun penginapan sederhana untuk wisatawan yang ingin menginap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI