Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Misteri Kenaikan Harga Sembako Jelang Ramadhan: Tradisi atau Manipulasi?

7 Maret 2024   17:50 Diperbarui: 7 Maret 2024   17:52 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Julianda BM 

Bulan Ramadhan identik dengan berbagai tradisi, mulai dari tarawih, buka bersama, hingga mudik. 

Namun, ada satu tradisi yang tak kalah melekat: kenaikan harga sembako. 

Fenomena ini bagaikan tamu tak diundang yang selalu hadir tiap menjelang bulan suci.

Mengapa harga sembako selalu naik jelang Ramadhan? Jawabannya tak sesederhana yang dibayangkan. 

Ada kombinasi faktor yang berkontribusi, bagaikan benang kusut yang perlu diurai satu per satu.

Faktor Pertama: Permintaan Tinggi vs Pasokan Terbatas

Seperti pepatah "ada gula ada semut", permintaan yang tinggi dari masyarakat menjadi salah satu faktor utama. 

Di bulan Ramadhan, tradisi memasak hidangan spesial dan berbuka bersama memicu lonjakan permintaan terhadap berbagai bahan makanan.

Sayangnya, pasokan tidak selalu mampu mengikuti lonjakan permintaan ini. 

Faktor cuaca, hama tanaman, dan gangguan distribusi dapat menyebabkan pasokan sembako tersendat, membuat harga melambung tinggi.

Faktor Kedua: Spekulan dan Penimbunan Barang

Di balik tingginya permintaan, ada tangan-tangan jahil yang memanfaatkan situasi. 

Spekulan dan penimbun barang dengan sengaja membeli sembako dalam jumlah besar untuk disimpan, menunggu harga naik, dan kemudian menjualnya dengan keuntungan berlipat ganda. 

Praktik ini tentu saja memperparah situasi dan membuat harga semakin tak terkendali.

Faktor Ketiga: Distribusi yang Tidak Efisien

Rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien juga menjadi biang keladi. 

Petani atau distributor kecil harus melalui banyak perantara sebelum produk mereka sampai ke tangan konsumen. 

Setiap perantara mengambil keuntungan, sehingga harga sembako di tingkat konsumen menjadi lebih mahal.

Faktor Keempat: Psikologi Konsumen

Tak jarang, psikologi konsumen juga berperan dalam kenaikan harga. 

Ketika mendengar isu kenaikan harga, masyarakat panik dan berbondong-bondong membeli sembako dalam jumlah besar. 

Hal ini justru memperparah situasi dan membuat harga semakin melambung tinggi.

Pemerintah Bertindak?

Pemerintah tak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan harga sembako, seperti:

Pertama, operasi pasar untuk mendistribusikan sembako murah langsung kepada masyarakat.

Kedua, peningkatan produksi dengan memberikan bantuan kepada petani.

Ketiga, pengawasan ketat untuk mencegah penimbunan dan spekulasi.

Namun, upaya ini tak selalu efektif. Seringkali, harga sembako tetap saja naik meskipun pemerintah telah turun tangan.

Lalu, Apa Solusinya?

Mencari solusi untuk mengatasi kenaikan harga sembako jelang Ramadhan adalah bagaikan mencari jarum dalam jerami. 

Tak ada solusi tunggal yang dapat menyelesaikan masalah ini secara tuntas.

Namun, beberapa langkah berikut dapat membantu:

Pertama, meningkatkan produksi dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Kedua, memperpendek rantai distribusi dan meminimalisir perantara.

Ketiga, menertibkan spekulan dan penimbun barang dengan hukum yang tegas.

Keempat, meningkatkan edukasi kepada masyarakat agar tidak panik buying.

Di sisi lain, kesadaran masyarakat juga sangat penting. Kita perlu bijak dalam berbelanja dan tidak mudah terpancing isu kenaikan harga.

Marilah kita bersama-sama memerangi tradisi kenaikan harga sembako jelang Ramadhan. 

Dengan kerjasama dan usaha bersama, kita dapat mewujudkan Ramadhan yang penuh berkah dan kebahagiaan bagi semua.

Ingat, Ramadhan adalah bulan penuh berkah, bukan bulan untuk meraup keuntungan pribadi.

Sumber:

https://psp.pertanian.go.id/

https://www.bps.go.id/

https://www.cnbcindonesia.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun