Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jeratan Demokrasi: Bahaya Ambang Batas Parlemen dan Presidential Threshold

1 Maret 2024   09:03 Diperbarui: 1 Maret 2024   09:03 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber gambar: pedomanrakyat.com

Oleh: Julianda BM 

Demokrasi Indonesia, bagaikan lukisan abstrak, penuh warna dan makna, namun tersembunyi di baliknya jeratan yang mengancam. Jeratan itu bernama ambang batas, baik ambang batas parlemen (parliamentary threshold) maupun ambang batas presiden (presidential threshold).

Ambang batas parlemen, bagaikan tali yang mengikat suara rakyat. Suara yang seharusnya terwakili di parlemen, terbungkam karena partainya tidak mencapai ambang batas. 

Suara rakyat yang terbuang sia-sia ini, bagaikan lukisan abstrak yang kehilangan maknanya.

Dampaknya, oligarki politik semakin kuat. Suara minoritas terabaikan. Parlemen didominasi oleh partai-partai besar, yang tak jarang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri. 

Demokrasi tereduksi menjadi pertarungan elit, bukan lagi perwujudan aspirasi rakyat.

Ambang batas presiden, tak jauh berbeda. Ibarat tembok tinggi yang membatasi pilihan rakyat. Hanya segelintir elit yang memiliki akses untuk menjadi pemimpin. 

Rakyat dipaksa untuk memilih di antara pilihan yang terbatas, bukan berdasarkan kompetensi dan visi, tetapi berdasarkan kekuatan politik dan finansial.

Demokrasi, bagaikan lukisan yang kehilangan jiwanya. Suara rakyat terbungkam, pilihan rakyat dibatasi. Demokrasi terjerat dalam ambang batas yang semakin menguatkan oligarki dan melemahkan kedaulatan rakyat.

Bahaya-bahaya Jeratan Demokrasi

Ditengarai akan terjadi dampak yang membahayakan dengan adanya ambang batas tersebut, yaitu: 

1. Memperkuat oligarki: Suara rakyat terbungkam, hanya elit yang memiliki akses untuk berkuasa.

2. Melemahkan demokrasi: Suara minoritas terabaikan, representasi rakyat tidak terwujud.

3. Mempersempit ruang demokrasi: Pilihan rakyat dibatasi, hanya segelintir elit yang bisa menjadi pemimpin.

4. Meningkatkan potensi politik uang dan korupsi: Biaya politik tinggi untuk mencapai ambang batas mendorong praktik haram ini.

5. Melemahkan stabilitas politik: Fragmentasi politik meningkat, koalisi rapuh, dan pemerintahan tidak stabil.

Mencari Jalan Keluar

Jalan keluar yang diperlukan agar bisa segera terbebas dari kondisi tersebut, yaitu: 

1. Penghapusan ambang batas.

 Memberikan kesempatan bagi lebih banyak partai dan caleg untuk lolos ke parlemen, meningkatkan representasi rakyat.

2. Penerapan sistem proporsional murni.

 Suara rakyat lebih terwakili, tidak ada suara yang terbuang sia-sia.

3. Penguatan partai politik.

Meningkatkan internalisasi demokrasi, kaderisasi, dan akuntabilitas partai.

4. Pendidikan politik bagi rakyat.

 Meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam pemilu.

5. Penguatan peran civil society.

 Melakukan kontrol terhadap pemerintah dan partai politik.

Membebaskan Demokrasi dari Jeratan


Upaya untuk membebaskan demokrasi dari jeratan ambang batas adalah tugas bersama. Suara rakyat harus didengarkan, pilihan rakyat harus dihormati. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat.

Marilah kita bersama-sama menolak jeratan demokrasi, memperjuangkan demokrasi yang adil dan inklusif, di mana suara rakyat menjadi kekuatan utama. 

Demokrasi yang bukan hanya lukisan abstrak, tetapi lukisan yang penuh makna dan mencerminkan aspirasi rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun