Oleh: Julianda BM
Demokrasi bagaikan orkestra yang indah. Di dalamnya, berbagai elemen berpadu memainkan melodi harmonis, menciptakan simfoni yang menyejukkan telinga.Â
Di antara elemen-elemen tersebut, peran oposisi bagaikan biola yang menari dengan gesit, melengkapi melodi utama dengan nada-nada kritis dan konstruktif.
Namun, dalam realitas politik Indonesia, peran oposisi sering kali terjebak dalam melodi yang disonan, terjerumus dalam polarisasi dan permusuhan.Â
Alih-alih membangun budaya politik yang sehat, oposisi terjebak dalam pusaran kontestasi dan kritik tanpa solusi.
Lalu, bagaimana membangun budaya politik yang sehat dengan mendorong peran oposisi yang konstruktif? Mari kita selami lebih dalam.
Mendefinisikan Peran Oposisi yang Konstruktif
Oposisi bukan sekadar penentang. Peran oposisi jauh lebih mulia daripada sekadar menjadi batu sandungan bagi pemerintah.Â
Oposisi yang konstruktif adalah mitra kritis yang mengawasi jalannya pemerintahan, menawarkan solusi alternatif, dan memperkaya diskursus politik dengan ide-ide segar.
Membangun Fondasi Kepercayaan
Kepercayaan adalah fondasi utama dalam membangun budaya politik yang sehat.Â
Oposisi harus mampu membangun kepercayaan publik dengan menunjukkan integritas, komitmen, dan konsistensi dalam menjalankan perannya.
Demokrasi bukan tentang menang kalah, melainkan tentang kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.Â
Oposisi harus mampu bekerja sama dengan pemerintah dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, meskipun terdapat perbedaan pandangan.
Oposisi yang kuat membutuhkan kader-kader yang berkualitas.Â
Peningkatan kapasitas dan kualitas kader melalui pendidikan, pelatihan, dan riset menjadi kunci untuk memperkuat peran oposisi.
Dialog dan diskusi yang sehat adalah ruh demokrasi. Oposisi harus aktif dalam mendorong dialog dan diskusi konstruktif dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk mencari solusi terbaik bagi berbagai permasalahan bangsa.
Teknologi dan media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan informasi dan gagasan, serta membangun komunikasi yang baik dengan publik.Â
Oposisi harus mampu memanfaatkan teknologi dan media sosial secara bertanggung jawab dan konstruktif.
Menerapkan Prinsip-Prinsip Tata Kelola yang Baik
Oposisi juga harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam organisasinya, seperti akuntabilitas, transparansi, dan demokrasi internal.Â
Hal ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan meningkatkan kredibilitas oposisi.
Membangun budaya politik yang sehat dengan mendorong peran oposisi yang konstruktif bukanlah tugas yang mudah. Ada banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi, seperti:
Pertama, Polarisasi Politik. Polarisasi politik yang tinggi dapat menghambat dialog dan kerjasama antara pemerintah dan oposisi.
Kedua, Stigma dan Stereotip. Oposisi sering kali distigmatisasi sebagai pihak yang selalu mengkritik dan tidak mendukung pemerintah.
Ketiga, Keterbatasan Sumber Daya. Oposisi sering kali memiliki keterbatasan sumber daya dibandingkan dengan pemerintah.
Keempat, Lemahnya Penegakan Hukum. Lemahnya penegakan hukum dapat membuat oposisi rentan terhadap intimidasi dan manipulasi.
Membangun budaya politik yang sehat dengan mendorong peran oposisi yang konstruktif adalah tugas bersama.
 Pemerintah, oposisi, masyarakat sipil, dan media massa harus bekerja sama untuk menciptakan iklim politik yang kondusif bagi demokrasi yang sehat.
Marilah kita bersama-sama membangun orkestra demokrasi yang indah, di mana melodi pemerintah dan oposisi bersatu padu menciptakan simfoni yang menyejukkan telinga rakyat.
Sumber Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Oposisi_%28politik%29)
https://www.thejakartapost.com/opinion/2023/12/15/debating-democracy.html
https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/00027642231195809
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H