Pertama, kecemasan dan depresi.
 Perempuan yang menunda pernikahan sering merasa cemas dan tertekan karena ekspektasi sosial yang tinggi.Â
Tekanan dari keluarga, tetangga, dan masyarakat untuk menikah dapat memicu kecemasan dan depresi pada perempuan.
Kedua, penurunan rasa percaya diri. Stereotip negatif tentang perempuan yang menunda pernikahan dapat membuat mereka merasa rendah diri dan tidak berharga.Â
Hal ini dapat memengaruhi self-esteem perempuan dan membuat mereka ragu dengan kemampuan diri sendiri.
Ketiga, kesulitan dalam menjalin hubungan. Beban stereotip dan bias gender dapat membuat perempuan ragu untuk memulai hubungan baru.Â
Perempuan yang menunda pernikahan mungkin merasa takut dihakimi oleh pasangannya atau keluarga pasangannya.
Upaya Mematahkan Stereotip dan Beban Bias Gender
Untuk mengatasi beban bias gender dan stereotip terhadap perempuan yang menunda pernikahan, diperlukan upaya dari berbagai pihak, antara lain:
Pertama, perempuan perlu berani melawan stereotip dan bias gender. Perempuan harus percaya diri dengan pilihan hidup mereka dan tidak terpengaruh oleh ekspektasi orang lain.Â
Perempuan perlu berani menunjukkan bahwa pernikahan bukan satu-satunya penentu kebahagiaan dan perempuan berhak menentukan kapan mereka ingin menikah.
Kedua, masyarakat perlu mengubah pola pikir tentang pernikahan. Pernikahan bukan satu-satunya penentu kebahagiaan perempuan. Perempuan yang tidak menikah pun bisa bahagia dan sukses dalam hidup.Â