Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menakar Kepercayaan Publik terhadap KPU: antara Harapan dan Keraguan

13 Februari 2024   08:32 Diperbarui: 13 Februari 2024   08:32 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pencoblosan di TPS. Foto: Liputan6.com/Faizal Fanani

Kepercayaan publik merupakan pilar fundamental dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Ibarat bangunan, kepercayaan bagaikan fondasi yang menopang kokohnya demokrasi. Tanpa kepercayaan, pemilu akan rawan digerogoti keraguan, spekulasi, dan bahkan potensi konflik.

Baru-baru ini, putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan KPU terbukti melanggar kode etik terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) memicu gejolak di tengah masyarakat. Keputusan ini bagaikan bom waktu yang menggerus kepercayaan publik terhadap KPU, lembaga yang diamanahkan untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil.

Keraguan publik terhadap KPU bukan tanpa alasan. Di masa lalu, lembaga ini tak luput dari berbagai kontroversi dan pelanggaran, mulai dari kasus korupsi, manipulasi data, hingga nepotisme. Kasus terbaru ini semakin memperparah citra KPU di mata publik, menguatkan stigma bahwa lembaga ini rentan terhadap intervensi politik dan kepentingan pribadi.

Namun, di tengah situasi yang penuh keraguan ini, secercah harapan masih terlihat. Adalah putusan DKPP yang menegur KPU dan memberikan sanksi kepada para komisioner yang terbukti melanggar kode etik. Putusan ini menunjukkan bahwa masih ada pihak yang berani menegakkan aturan dan menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.

Di sisi lain, langkah KPU yang mengakui kesalahannya dan berjanji untuk memperbaiki diri patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa KPU masih memiliki komitmen untuk menyelenggarakan pemilu yang berintegritas.

Membangun kembali kepercayaan publik yang telah tergerus bukanlah perkara mudah. Diperlukan upaya ekstra dari KPU untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka mampu menjalankan tugasnya dengan profesional dan berintegritas.

Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan KPU untuk membangun kembali kepercayaan publik:

Pertama, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. KPU perlu membuka ruang partisipasi publik yang seluas-luasnya dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. 

Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan informasi yang lengkap dan mudah diakses, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Kedua, menindak tegas pelanggaran etik dan hukum. KPU harus menunjukkan komitmennya dalam menegakkan aturan dan kode etik dengan menindak tegas para pelanggar. 

Hal ini akan memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaran di masa depan.

Ketiga, meningkatkan profesionalisme penyelenggara pemilu. KPU perlu meningkatkan kualitas SDM-nya melalui pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan. 

Hal ini untuk memastikan bahwa penyelenggara pemilu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan integritas yang memadai.

Keempat, membangun komunikasi yang efektif dengan publik. KPU perlu membangun komunikasi yang proaktif dan efektif dengan masyarakat untuk menjembatani kesenjangan informasi dan meredakan keraguan publik.

Membangun kembali kepercayaan publik bukanlah tugas KPU semata. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengawasi kinerja KPU dan memberikan masukan yang konstruktif. 

Dengan kerjasama dan partisipasi aktif dari semua pihak, diharapkan penyelenggaraan pemilu 2024 dapat berjalan dengan jujur, adil, dan berintegritas, sehingga menghasilkan pemimpin yang amanah dan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.

Kepercayaan publik merupakan harta karun yang tak ternilai bagi KPU. Kehilangan kepercayaan ini akan membawa konsekuensi yang fatal bagi demokrasi Indonesia. 

Oleh karena itu, sudah saatnya KPU berbenah diri dan mengambil langkah nyata untuk membangun kembali kepercayaan publik yang telah tergerus.

Mari kita bersama-sama mengawal penyelenggaraan pemilu 2024 dengan kritis dan konstruktif, demi terciptanya demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Oleh: Julianda BM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun