Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Waithood: Sebuah Pilihan Hidup yang Perlu Dihormati

11 Februari 2024   08:00 Diperbarui: 11 Februari 2024   08:05 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber gambar: tirto.id

Oleh: Julianda BM

Lonceng perayaan pernikahan seolah bergema semakin kencang di telinga. Undangan demi undangan berdatangan, memamerkan gaun putih dan jas rapih yang menjanjikan kebahagiaan. 

Di tengah kemeriahan itu, pertanyaan "kapan nikah?" kerap melayang bagai hantu yang mengganggu. Bagi sebagian orang, pertanyaan ini mungkin dijawab dengan senyum dan tanggal pasti. 

Namun, bagi sebagian lainnya, yang memilih jalan "waithood", pertanyaan itu bisa terasa bagai panah tajam yang menusuk rasa percaya diri dan pilihan hidup.

Waithood, istilah yang merujuk pada penundaan pernikahan, bukanlah fenomena baru. Tren ini semakin merebak, terutama di kalangan generasi muda yang memiliki prioritas berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. 

Bukan berarti mereka menolak cinta atau kebahagiaan. Sebaliknya, mereka justru berupaya merengkuh cinta dan kebahagiaan dengan cara yang lebih matang dan sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka.

Ada banyak alasan mengapa seseorang memilih waithood. Keinginan untuk mengejar pendidikan dan karier yang cemerlang menjadi faktor utama. 

Generasi saat ini memiliki akses pendidikan yang lebih luas, membuka peluang untuk meraih impian yang mungkin tak terjangkau oleh generasi sebelumnya. 

Selain itu, ketidakstabilan ekonomi dan tingginya biaya hidup juga membuat mereka berpikir realistis tentang kesiapan membangun rumah tangga. 

Bagi sebagian orang, pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang tanggung jawab finansial yang matang.

Alasan lain yang tak kalah penting adalah pencarian jati diri dan kemandirian. Kebebasan untuk mengeksplorasi potensi, minat, dan passion menjadi daya tarik tersendiri. 

Menunda pernikahan memberi ruang untuk berpetualang, menemukan passion, dan membangun kepercayaan diri sebelum memasuki komitmen jangka panjang.

Lantas, apakah waithood selalu dipandang sebelah mata? Sayangnya, masih banyak stereotipe negatif yang melekat pada mereka yang memilih jalan ini. 

"Telat menikah", "tak laku", atau "memilih karir daripada keluarga" menjadi cap yang sering dilontarkan, terutama oleh generasi yang lebih tua. 

Tekanan sosial ini terkadang bisa sangat mempengaruhi mental dan membuat seseorang mempertanyakan pilihannya sendiri.

Namun, penting untuk dipahami bahwa waithood bukanlah penolakan terhadap pernikahan. Sebaliknya, ini adalah sebuah keputusan sadar untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik sebelum memasuki babak baru dalam kehidupan. 

Sama seperti buah anggur yang butuh waktu untuk matang sempurna, cinta dan komitmen juga membutuhkan waktu untuk tumbuh dan berkembang.

Menghormati pilihan hidup individu menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif. Alih-alih memberikan tekanan, keluarga dan teman seharusnya menjadi support system yang memberikan dukungan dan pengertian. 

Dialog terbuka dan memahami alasan di balik keputusan seseorang menjadi langkah awal untuk membangun rasa percaya diri dan penerimaan.

Menunda pernikahan bukan berarti menunda kebahagiaan. Kebahagiaan bisa ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pencapaian akademik, karier, perkembangan diri, dan hubungan sosial yang sehat.

Bagi mereka yang sedang menjalani waithood, perjalanan ini bisa menjadi kesempatan emas untuk berinvestasi pada diri sendiri. 

Manfaatkan waktu ini untuk memperluas pengetahuan, memperkuat mental dan finansial, serta membangun hubungan yang solid dan sehat. 

Saat tiba waktunya untuk melangkah ke jenjang pernikahan, Anda akan berada dalam posisi yang lebih kuat dan siap untuk menghadapi berbagai tantangan.

Ingat, tidak ada patokan pasti kapan seseorang "harus" menikah. Setiap individu memiliki timeline dan prioritasnya masing-masing. 

Waithood bukanlah kegagalan, melainkan sebuah pilihan hidup yang perlu dihormati. Mari ciptakan lingkungan yang lebih suportif dan menghormati setiap keputusan, sehingga setiap individu dapat meraih kebahagiaan dengan caranya sendiri, termasuk dalam hal pernikahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun