Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenapa ASN Harus Sederhana, Bila Kaya Dicurigai?

29 Januari 2024   09:09 Diperbarui: 29 Januari 2024   09:09 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Julianda BM

Di balik seragam rapi dan kedigdayaan pangkat, para Abdi Sipil Negara (ASN) ternyata menyimpan rahasia nestapa. Bukan soal skandal korupsi atau pusaran intrik birokrasi, tapi tentang jerat utang yang kian mencekik leher kehidupan mereka. 

Rumah idaman dan mobil impian menjelma menjadi monster buas yang melahap habis separuh gaji, menyisakan getir di dapur dan tatapan cemas anak-anak yang bertanya, "Ayah, kok kita nggak pernah makan enak lagi?"

Mengapa hidup sederhana, prinsip luhur yang digadang-gadang sebagai ruh pengabdian ASN, justru mengundang kecurigaan? Kenapa kemapanan, simbol kesuksesan di mata sebagian besar masyarakat, justru dicap negatif ketika menempel pada seragam kebanggaan? Inilah paradoks ASN dan kredit, kisah pilu tentang ambisi, tekanan sosial, dan realitas gaji yang tak seimbang dengan mimpi.

Mari kita mundur sejenak, mengintip ke lorong dapur para ASN muda. Gaji pokok yang tak banyak ditambah tunjangan yang fluktuatif, tak cukup untuk mewujudkan fantasi rumah mungil dengan halaman hijau. 

Apalagi di kota-kota besar, di mana harga tanah meroket bagai roket SpaceX yang lepas kendali. Maka, kredit menjadi dewa penolong, malaikat bersayap bunga bank yang menjanjikan hunian layak dan kehidupan mapan.

Cicilan rumah, monster pertama yang menggerogoti gaji. Setiap bulan, sepertiga, bahkan separuhnya, diseret paksa oleh sang naga berkepala hipotek. Makan seadanya, baju dihemat, hiburan ditepis. 

Anak sekolah tak lagi jajan sembarangan, diganti bekal seadanya yang kadang hambar tak berbumbu. Istri banting tulang mencari pendapatan tambahan, berjualan online atau menjahit baju. Hidup sederhana? Tentu. Tapi ini bukan kesederhanaan yang dipilih, melainkan keterpaksaan yang menyedihkan.

Belum selesai bergulat dengan naga rumah, muncullah singa mobil. Kendaraan pribadi, dulu dianggap kemewahan, kini menjelma kebutuhan. Anak sekolah butuh diantar jemput, istri bekerja mesti dijemput, apalagi jika tempat tinggal jauh dari hiruk pikuk kota. Kredit mobil, senjata ampuh melawan ketiadaan angkutan umum yang memadai, kembali menggerogoti sisa gaji yang sudah babak belur.

Dua monster, rumah dan mobil, menari-nari di atas penderitaan finansial ASN. Gaji yang diterima menciut drastis, tak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. 

Biaya listrik menjerit, tagihan air menggeram, dan beras di dapur menipis sebelum waktunya. Kehidupan keluarga makin tegang, senyum diganti keluh kesah, canda tawa digantikan rintihan kelaparan.

Di sinilah kecurigaan itu muncul. Tetangga berbisik, "ASN kok hidup susah? Pasti ada yang korup!" Teman kantor mencibir, "Gaji besar kok ngutang mulu? Gaya-gayaan kali!" Padahal, di balik penampilan mereka yang (masih) rapi, tersembunyi kisah pilu perjuangan melawan monster kredit.

Lalu, apa solusinya? Apakah ASN harus selamanya hidup sengsara dalam cengkeraman utang? Tidak. Jalan keluarnya ada, meski tak semudah membalik telapak tangan.

Pertama, ubahlah pola pikir. Rumah mewah dan mobil keren bukan lagi simbol kesuksesan. Kesederhanaan yang dipilih, hidup secukupnya tanpa bermewah-mewahan, justru lebih terhormat ketimbang kemapanan yang dibangun di atas utang. 

Cintai rumah dinas, rawatlah dengan baik. Gunakan transportasi umum, nikmati kebersamaan dalam bus kota yang penuh hiruk pikuk. Sederhana bukan hina, ia wujud tanggung jawab dan kemandirian.

Kedua, bicaralah dengan keluarga. Rencanakan keuangan bersama, susun skala prioritas. Makan sehat dan pendidikan anak jauh lebih penting ketimbang TV layar lebar atau motor gede. 

Hitung dengan cermat cicilan yang sanggup ditanggung, jangan tergiur bujuk rayu marketing bank yang lihai membungkus jerat utang dengan pita kemewahan.

Ketiga, pemerintah harus turun tangan. Gaji dan tunjangan ASN perlu disesuaikan dengan realitas ekonomi. Skema kredit khusus ASN dengan bunga ringan bisa menjadi solusi, tapi tanpa dibarengi perbaikan gaji, ujungnya tetap nestapa. Perumahan bersubsidi yang layak huni dan transportasi publik yang nyaman juga mendesak diwujudkan.

Keempat, masyarakat perlu mengubah perspektif. Jangan lagi curiga pada kesederhanaan ASN. Hargai perjuangan mereka dan bantu mereka keluar dari jerat utang kredit.

Hal ini perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ASN untuk hidup sederhana.

Jika solusi-solusi tersebut dapat diwujudkan, maka ASN akan bisa merdeka dari jerat utang. Mereka akan bisa hidup sederhana dengan bahagia dan tanpa kecurigaan.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh ASN untuk merdeka dari utang:

Pertama, hiduplah sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan diri untuk membeli rumah atau mobil yang terlalu mahal.

Kedua, buatlah anggaran keuangan yang realistis. Hitung dengan cermat berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk setiap kebutuhan.

Ketiga, hindari utang konsumtif. Utang hanya boleh digunakan untuk kebutuhan yang mendesak, seperti membeli rumah atau mobil.

Keempat, bayarlah utang tepat waktu. Jangan biarkan utang menumpuk, karena akan membuat beban keuangan semakin berat.

Dengan menerapkan hal-hal tersebut, ASN bisa merdeka dari utang dan hidup bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun