Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Batik Sogan

23 Desember 2023   14:57 Diperbarui: 23 Desember 2023   15:00 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Batik Sogan

Oleh: Julianda BM

Udara Pasar Seni Senen menggelitik hidungku dengan aroma gembul wangi rempah dan dupa, berpadu riuh tawa tawar-menawar dan alunan gamelan yang mengalun syahdu. Mataku tak henti menari dari satu kios ke kios lain, seolah mencari sepotong surga di antara deretan kain warna-warni. Aku sedang berburu harta karun, bukan emas atau permata, tapi sesuatu yang lebih berharga: baju batik.

Bukan sekadar bahan untuk menutupi tubuh, bagiku, batik adalah cerita. Setiap guratan canting, setiap titik warna, menyimpan sejarah, doa, dan keindahan yang tak lekang zaman. Hari ini, aku ingin menemukan cerita baru yang akan melekat di jiwaku.

Kaki melangkah gontai, jemariku menelusuri tekstur kain halus, dingin, dan terkadang kasar. Ada batik Solo berwajah klasik, batik Pekalongan bersuasana floral, dan batik Cirebon dengan geometrisnya yang tegas. Masing-masing menawarkan pesona unik, tapi belum ada yang menyentuh benang hatiku.

Hingga mata menangkap sudut kios mungil di ujung lorong. Aroma kayu bakar dan minyak kelapa menyeruak lembut, mengundangku mendekat. Seorang wanita tua, kerut wajahnya bercerita tentang perjalanan panjang, dengan senyum ramah mempersilakan aku masuk.

Kios itu bagai peti harta. Batik-batik tak lagi digantung, melainkan digelar rapi di atas meja tua, seakan memamerkan keindahannya. Ada motif Parangkusumo yang gagah, Kawung yang sarat filosofi, dan Batik Sogan yang sederhana namun elegan. Jantungku mulai berdebar kencang, aroma nostalgia menyergap, membawaku kembali ke masa kecil di pelukan nenekku.

Wanita tua itu, Ibu Maryam, menyapaku dengan suara lembut. "Cari batik apa, Nduk?"

"Saya mencari... cerita," kataku, sedikit ragu.

Ibu Maryam tersenyum bijak. "Batik memang penuh cerita," ujarnya, jemarinya membentangkan lembaran kain. "Lihat ini, Batik Sekar Jagad. Lihatlah bunga-bunga dan daun-daun, melambangkan kesuburan dan harmoni alam. Ini Batik Sidomukti, motifnya seperti belulang bambu, simbol ketekunan dan kesabaran."

Tangannya membelai tiap kain, seolah membisikkan rahasia yang tersimpan di dalamnya. Ia bercerita tentang para pembatik, tangan-tangan mereka yang menari dengan canting, menuangkan doa dan harapan ke atas lembaran putih. Cerita tentang ritual malam, pewarnaan alami, dan kesabaran menunggu warna merekah sempurna.

Sehelai kain batik Sogan sederhana menarik perhatianku. Tak ada motif mencolok, hanya guratan halus warna coklat kehitaman. Tapi ada pesona di sana, kedalaman dan ketenangan yang menggetarkan.

"Ini Batik Sogan, Nduk," kata Ibu Maryam. "Simbol kesederhanaan, keanggunan, dan keteguhan hati. Dipakai para raja-ratu zaman dulu, dan sampai sekarang masih disukai banyak orang."

Aku menyentuhkan jemariku pada kain itu. Dingin, lembut, seolah menyimpan kisah yang berbisik pada jiwaku. Dalam kesederhanaannya, aku melihat kekuatan, kemandirian, dan keindahan yang abadi.

"Ini saya yang buat, Nduk," kata Ibu Maryam, matanya berbinar. "Warnai dengan daun indigo, kunyit, dan akar mengkudu. Semua alami, dari bumi Nusantara."

Tiba-tiba, aku tahu ini batikku. Bukan hanya karena keindahannya, tapi karena cerita yang dibisikkannya. Cerita tentang warisan nenek moyang, tentang alam yang memberi, tentang tangan-tangan terampil dan hati yang tulus. Cerita tentang Indonesia, tentang diriku sendiri.

"Berapa, Bu?" tanyaku, suara serak.

Ibu Maryam tersenyum. "Batik ini tak dijual, Nduk. Diberikan saja, buat anak yang menghargai ceritanya."

Air mata menggenang di mataku. Bukan karena harganya, tapi karena kedermawanan dan pesan yang dalam. Batik ini bukan sekadar selembar kain, tapi jembatan hati, pengingat asal-usul, dan janji untuk melestarikan warisan.

Aku memakainya dengan hati penuh syukur. Batik Sogan sederhana itu tak hanya menghias tubuhku, tapi juga jiwaku. Kini, aku tak hanya berburu cerita, tapi menjadi bagian dari cerita batik itu sendiri. Cerita tentang cinta pada tanah air, pada tradisi, dan pada diri sendiri yang bersinar dalam kesederhanaan.

Sejak hari itu, aku tak pernah melupakan Batik Sogan Ibu Maryam. Setiap kali aku mengenakannya, aku merasa bercerita. Cerita tentang cinta pada tanah air, pada tradisi, dan pada diri sendiri yang bersinar dalam kesederhanaan.

Cerita tentang Tanah Air

Batik adalah warisan leluhur yang telah dilestarikan selama berabad-abad. Ia adalah simbol identitas bangsa Indonesia, yang kaya akan budaya dan sejarah. Dengan mengenakan Batik Sogan, aku merasa bangga menjadi bagian dari Indonesia, negeri yang indah dan penuh warna.

Cerita tentang Tradisi

Batik adalah seni yang membutuhkan keterampilan dan kesabaran. Proses pembuatannya rumit dan memakan waktu lama. Dengan mengenakan Batik Sogan, aku ikut melestarikan tradisi leluhur yang patut dibanggakan.

Cerita tentang Diri Sendiri

Batik Sogan adalah simbol kesederhanaan, keanggunan, dan keteguhan hati. Ia mengajarkanku untuk menghargai diri sendiri, apa adanya. Dengan mengenakan Batik Sogan, aku merasa lebih percaya diri dan mampu menghadapi tantangan hidup.

Kisah-kisah itu selalu terngiang di benakku, setiap kali aku mengenakan Batik Sogan. Cerita-cerita itu menjadi penyemangatku dalam menjalani hidup.

Suatu hari, aku berkesempatan untuk mengikuti konferensi internasional di luar negeri. Aku mewakili Indonesia untuk mempresentasikan penelitianku tentang batik.

Aku mengenakan Batik Sogan Ibu Maryam saat presentasi. Aku ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi.

Presentasi berjalan lancar. Aku mendapat sambutan hangat dari para peserta konferensi. Mereka kagum dengan keindahan dan makna batik Indonesia.

Setelah presentasi, aku didatangi oleh seorang wanita asing. Ia bertanya tentang batik yang aku kenakan.

"Itu Batik Sogan," kataku. "Batik tradisional dari Indonesia."

Wanita itu tersenyum. "Batiknya sangat indah," ujarnya. "Apa artinya?"

Aku menceritakan tentang makna Batik Sogan. Aku juga bercerita tentang Ibu Maryam, pembatik yang telah memberikan Batik Sogan itu kepadaku.

Wanita itu mendengarkan dengan seksama. Matanya berbinar-binar.

"Terima kasih telah menceritakannya," katanya. "Aku sangat terkesan dengan kisahmu."

Aku tersenyum. Aku senang bisa berbagi cerita tentang batik dengan wanita itu.

Kisah itu membuatku sadar bahwa batik tidak hanya indah, tapi juga sarat makna. Batik adalah simbol identitas bangsa Indonesia, yang harus kita lestarikan.

Terima kasih, Ibu Maryam, atas Batik Sogan yang telah kau berikan kepadaku. Batik itu telah mengubah hidupku.

Cerita ini berakhir, tapi kisah tentang batik akan terus berlanjut. Batik akan terus bercerita, tentang tanah air, tradisi, dan diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun