Pertama, terdapat perbedaan kepentingan antara DPRK dan Walikota Subulussalam. DPRK dan Walikota Subulussalam memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam penyusunan APBD.
DPRK memiliki kepentingan untuk membela kepentingan masyarakat, sedangkan kepala daerah memiliki kepentingan untuk menjalankan program dan kebijakannya. Perbedaan kepentingan ini dapat menyebabkan terjadinya deadlock dalam proses penyusunan APBD.
Kedua, disebabkan kurang transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD. DPRK sering kali tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang proses penyusunan APBD dari kepala daerah. Hal ini dapat menyebabkan DPRK merasa kesulitan untuk memberikan persetujuan terhadap rancangan APBD yang diajukan oleh kepala daerah.
Ketiga, karena kurangnya koordinasi antara DPRK dan kepala daerah. DPRK dan kepala daerah sering kali tidak melakukan koordinasi yang baik dalam proses penyusunan APBD. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman dan konflik antara kedua lembaga tersebut.
Terakhir, konfigurasi politik dengan proses pemilu dan prilpres saat ini yang tengah bergulir sangat berpengaruh dalam hubungan kelembagaan antara DPRK dan Walikota Subulussalam.
Anggota DPRK yang berasal dari Partai politik yang berseberangan dengan Pemerintah Kota Subulussalam (oposisi) juga mempengaruhi proses pembahasan APBK di Kota Subulussalam.
Dengan tidak dibahasnya Rancangan APBD oleh DPRK, dapat berdampak luas bagi pembangunan daerah maupun dampak bagi masyarakat.
Dampak Keterlambatan Persetujuan APBD
Keterlambatan persetujuan APBD dapat menimbulkan berbagai permasalahan, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat, antara lain: Pertama, menyebabkan gangguan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah.Â
Keterlambatan persetujuan APBD dapat mengganggu pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah yang telah direncanakan. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat.
Kedua, adanya peningkatan risiko korupsi. Keterlambatan persetujuan APBD dapat meningkatkan risiko korupsi dalam pengelolaan APBD. Hal ini karena pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk melakukan penyesuaian anggaran tanpa persetujuan DPRK.
Ketiga, adanya ketidakpuasan masyarakat. Keterlambatan persetujuan APBD dapat menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Hal ini karena masyarakat merasa bahwa pemerintah daerah tidak serius dalam melaksanakan pembangunan.