Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah serius yang masih marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), pada tahun 2022, terdapat 308.446 kasus KDRT yang dilaporkan, dengan korban mayoritas perempuan (93,1%).
KDRT dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik, seperti memukul, menendang, atau melukai korban.Â
Kekerasan psikis adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata atau perbuatan yang menyakiti mental korban, seperti memaki, mengancam, atau menghina korban.Â
Kekerasan seksual adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dengan tujuan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, atau perbudakan seksual.
KDRT memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Dampak KDRT bagi korban meliputi dampak fisik, psikologis, dan sosial.Â
Dampak fisik dapat berupa luka-luka, penyakit, bahkan kematian. Dampak psikologis dapat berupa trauma, depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya.Â
Dampak sosial dapat berupa isolasi sosial, putus sekolah, dan putus hubungan dengan keluarga.
Dampak KDRT bagi masyarakat secara keseluruhan meliputi dampak ekonomi, kesehatan, dan sosial. Dampak ekonomi dapat berupa kerugian materi, menurunnya produktivitas, dan meningkatnya biaya kesehatan.Â
Dampak kesehatan dapat berupa meningkatnya angka kesakitan dan kematian, serta menurunnya kualitas hidup. Dampak sosial dapat berupa meningkatnya angka kejahatan, ketidakstabilan keluarga, dan disintegrasi sosial.
KDRT merupakan manifestasi dari ketidakadilan gender. Stereotip gender yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan inferior, serta laki-laki sebagai makhluk yang kuat dan superior, menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya KDRT.
Stereotip gender ini telah tertanam dalam masyarakat sejak lama dan diwariskan dari generasi ke generasi. Stereotip gender ini kemudian dilegitimasi oleh berbagai norma dan nilai sosial, seperti norma patriarki.Â
Norma patriarki menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga dan pemimpin, sedangkan perempuan sebagai subordinat laki-laki.
Norma patriarki ini kemudian menciptakan budaya patriarki, yaitu budaya yang menempatkan laki-laki sebagai superior dan perempuan sebagai inferior. Budaya patriarki ini kemudian menjadi pembenaran bagi laki-laki untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan.
Pada kasus KDRT, pelaku kekerasan seringkali beralasan bahwa mereka melakukan kekerasan karena mereka memiliki hak untuk mengontrol korban. Pelaku juga seringkali beralasan bahwa mereka melakukan kekerasan karena mereka ingin melindungi korban dari orang lain.
Alasan-alasan tersebut sebenarnya merupakan bentuk stereotip gender yang menempatkan laki-laki sebagai sosok yang kuat dan superior, serta perempuan sebagai sosok yang lemah dan inferior.
Untuk mengatasi KDRT, diperlukan upaya untuk mengubah stereotip gender dan budaya patriarki. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti:
- Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengubah stereotip gender dan budaya patriarki. Pendidikan dapat diberikan melalui berbagai jalur, seperti pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan formal dapat diberikan melalui kurikulum sekolah yang memuat materi tentang gender dan kesetaraan gender. Pendidikan nonformal dapat diberikan melalui berbagai kegiatan, seperti seminar, pelatihan, dan workshop. Pendidikan informal dapat diberikan melalui keluarga dan masyarakat.
- Kebijakan
Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi KDRT melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung kesetaraan gender. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan yang melindungi korban KDRT, serta kebijakan yang mengedukasi masyarakat tentang KDRT.
- Pemberdayaan perempuan
Pemberdayaan perempuan juga merupakan salah satu upaya yang penting untuk mengatasi KDRT. Pemberdayaan perempuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti peningkatan pendidikan, kesempatan kerja, dan akses terhadap layanan kesehatan.
Peningkatan pendidikan akan membuat perempuan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik, sehingga mereka dapat lebih mandiri dan tidak mudah menjadi korban kekerasan.Â
Kesempatan kerja akan membuat perempuan memiliki penghasilan sendiri, sehingga mereka tidak bergantung pada laki-laki.Â
Akses terhadap layanan kesehatan akan membuat perempuan dapat lebih cepat mendapatkan pertolongan jika mereka mengalami kekerasan.
KDRT merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan serius. Upaya untuk mengatasi KDRT harus dilakukan secara komprehensif, dengan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga-lembaga terkait.