Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KDRT: Manifestasi Stereotip Gender

14 Desember 2023   12:47 Diperbarui: 14 Desember 2023   12:57 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah serius yang masih marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), pada tahun 2022, terdapat 308.446 kasus KDRT yang dilaporkan, dengan korban mayoritas perempuan (93,1%).

KDRT dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik, seperti memukul, menendang, atau melukai korban. 

Kekerasan psikis adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata atau perbuatan yang menyakiti mental korban, seperti memaki, mengancam, atau menghina korban. 

Kekerasan seksual adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dengan tujuan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, atau perbudakan seksual.

KDRT memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Dampak KDRT bagi korban meliputi dampak fisik, psikologis, dan sosial. 

Dampak fisik dapat berupa luka-luka, penyakit, bahkan kematian. Dampak psikologis dapat berupa trauma, depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya. 

Baca juga: KDRT: Semudah Itu?

Dampak sosial dapat berupa isolasi sosial, putus sekolah, dan putus hubungan dengan keluarga.

Dampak KDRT bagi masyarakat secara keseluruhan meliputi dampak ekonomi, kesehatan, dan sosial. Dampak ekonomi dapat berupa kerugian materi, menurunnya produktivitas, dan meningkatnya biaya kesehatan. 

Dampak kesehatan dapat berupa meningkatnya angka kesakitan dan kematian, serta menurunnya kualitas hidup. Dampak sosial dapat berupa meningkatnya angka kejahatan, ketidakstabilan keluarga, dan disintegrasi sosial.

KDRT merupakan manifestasi dari ketidakadilan gender. Stereotip gender yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan inferior, serta laki-laki sebagai makhluk yang kuat dan superior, menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya KDRT.

Stereotip gender ini telah tertanam dalam masyarakat sejak lama dan diwariskan dari generasi ke generasi. Stereotip gender ini kemudian dilegitimasi oleh berbagai norma dan nilai sosial, seperti norma patriarki. 

Norma patriarki menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga dan pemimpin, sedangkan perempuan sebagai subordinat laki-laki.

Norma patriarki ini kemudian menciptakan budaya patriarki, yaitu budaya yang menempatkan laki-laki sebagai superior dan perempuan sebagai inferior. Budaya patriarki ini kemudian menjadi pembenaran bagi laki-laki untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Pada kasus KDRT, pelaku kekerasan seringkali beralasan bahwa mereka melakukan kekerasan karena mereka memiliki hak untuk mengontrol korban. Pelaku juga seringkali beralasan bahwa mereka melakukan kekerasan karena mereka ingin melindungi korban dari orang lain.

Alasan-alasan tersebut sebenarnya merupakan bentuk stereotip gender yang menempatkan laki-laki sebagai sosok yang kuat dan superior, serta perempuan sebagai sosok yang lemah dan inferior.

Untuk mengatasi KDRT, diperlukan upaya untuk mengubah stereotip gender dan budaya patriarki. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti:

  • Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengubah stereotip gender dan budaya patriarki. Pendidikan dapat diberikan melalui berbagai jalur, seperti pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan formal dapat diberikan melalui kurikulum sekolah yang memuat materi tentang gender dan kesetaraan gender. Pendidikan nonformal dapat diberikan melalui berbagai kegiatan, seperti seminar, pelatihan, dan workshop. Pendidikan informal dapat diberikan melalui keluarga dan masyarakat.

  • Kebijakan

Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi KDRT melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung kesetaraan gender. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan yang melindungi korban KDRT, serta kebijakan yang mengedukasi masyarakat tentang KDRT.

  • Pemberdayaan perempuan

Pemberdayaan perempuan juga merupakan salah satu upaya yang penting untuk mengatasi KDRT. Pemberdayaan perempuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti peningkatan pendidikan, kesempatan kerja, dan akses terhadap layanan kesehatan.

Peningkatan pendidikan akan membuat perempuan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik, sehingga mereka dapat lebih mandiri dan tidak mudah menjadi korban kekerasan. 

Kesempatan kerja akan membuat perempuan memiliki penghasilan sendiri, sehingga mereka tidak bergantung pada laki-laki. 

Akses terhadap layanan kesehatan akan membuat perempuan dapat lebih cepat mendapatkan pertolongan jika mereka mengalami kekerasan.

KDRT merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan serius. Upaya untuk mengatasi KDRT harus dilakukan secara komprehensif, dengan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga-lembaga terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun