Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga negara yang memiliki kewenangan penting dalam menjaga konstitusionalitas peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kewenangan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Dalam beberapa tahun terakhir, MK telah menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan oleh beberapa putusan MK yang dianggap kontroversial, seperti putusan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang putusannya memberikan peluang bagi Gibran putra sulung Jokowi jadi Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo.
Putusan-putusan tersebut memunculkan berbagai pandangan, baik yang mendukung maupun yang menolak. Sebagian pihak berpendapat bahwa putusan-putusan tersebut justru menunjukkan bahwa MK telah menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu sebagai pengawal konstitusi.Â
Sementara itu, sebagian pihak lain berpendapat bahwa putusan-putusan tersebut menunjukkan bahwa MK telah terlalu intervensionis terhadap kebijakan pemerintah.
Pandangan-pandangan tersebut menjadi latar belakang digulirkan wacana revisi UU MK. Komisi III DPR RI telah membentuk tim kerja untuk menyusun revisi UU MK tersebut.Â
Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang mendukung revisi UU MK berpendapat bahwa perubahan tersebut diperlukan untuk memperkuat kewenangan MK dalam menjaga konstitusionalitas peraturan perundang-undangan. Sementara itu, pihak yang menolak revisi UU MK berpendapat bahwa perubahan tersebut justru akan menguatkan intervensi MK terhadap kebijakan pemerintah.
Revitalisasi atau Intervensi?
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah revisi UU MK tersebut akan mendorong revitalisasi atau justru akan menguatkan intervensi MK?
Pada satu sisi, perubahan-perubahan yang diusulkan dalam revisi UU MK memang dapat memberikan penguatan kewenangan MK. Hal ini terutama terlihat dari penambahan kewenangan MK untuk menguji materiil peraturan perundang-undangan yang bersifat strategis. Kewenangan ini akan memberikan MK kewenangan yang lebih luas untuk mengawasi kebijakan pemerintah.
Namun, pada sisi lain, perubahan-perubahan tersebut juga dapat meningkatkan potensi intervensi MK terhadap kebijakan pemerintah.Â