Pendapatan tersebut masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi, tidak semua penulis bisa menjual buku sebanyak itu. Mayoritas penulis hanya berhasil menjual ratusan atau bahkan puluhan buku.
Selain besaran royalti, faktor lain yang membuat profesi penulis tidak menjanjikan adalah tingginya biaya produksi buku. Biaya produksi buku meliputi biaya kertas, tinta, cetak, dan lain-lain. Biaya ini bisa mencapai puluhan juta rupiah untuk setiap buku.
Jika penulis tidak berhasil menjual buku dalam jumlah yang banyak, maka mereka akan mengalami kerugian. Hal ini membuat banyak penulis yang memilih untuk menjadi penulis sambilan dan bekerja di bidang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perkembangan Digitalisasi
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri perbukuan adalah perkembangan digitalisasi. Perkembangan teknologi digital telah membuat masyarakat lebih mudah mengakses informasi dan hiburan, termasuk buku.
Buku digital atau e-book menawarkan berbagai keunggulan dibandingkan buku cetak, seperti kemudahan akses, harga yang lebih terjangkau, dan fleksibilitas. Hal ini membuat e-book menjadi semakin populer, terutama di kalangan generasi muda.
Menurut data dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), penjualan e-book di Indonesia meningkat sebesar 200% pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap e-book semakin tinggi.
Pembajakan
Tantangan lain yang dihadapi industri perbukuan adalah pembajakan. Pembajakan buku merupakan tindakan ilegal yang merugikan penerbit dan penulis.
Pembajakan buku dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menyalin dan menyebarkan buku secara ilegal, atau menjual buku bajakan. Pembajakan buku dapat menyebabkan penurunan penjualan buku yang sah, sehingga merugikan penerbit dan penulis.
Menurut data dari Bekraf, kerugian industri perbukuan akibat pembajakan mencapai Rp1 triliun per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pembajakan buku merupakan masalah serius yang harus segera diatasi.