Kekerasan berbasis gender (KBG) merupakan tindakan yang mengakibatkan penderitaan bagi seseorang, yang dilakukan berdasarkan perbedaan sosial, termasuk ketimpangan relasi kuasa yang membuat perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan. KBG dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah.
Kronologi
Telah terjadi kekerasan berbasis gender terhadap seorang siswi inisial IP di salah satu SMA di Subulussalam. Kekerasan tersebut terjadi yang dilakukan oleh dua orang siswa di kelas 12 pada ruang kelas yang berbeda. Kedua siswa tersebut berinisial F dan R.Â
F dan R sering sekali melontarkan kata-kata yang tidak pantas yang menyebabkan stereotif negatif terhadap IP. F dan R seringkali melontarkan perkataan yang tidak senonoh pada IP. F dan R menyebut IP dengan panggilan "l*nte" yang berarti bahwa status Wanita Tuna Susila. Padahal, tuduhan tersebut tidak benar adanya.
Perbuatan tersebut dilakukan saat teman sekelas IP ramai di ruang kelas. Hal ini membuat IP merasa tidak nyaman dan malu pada teman-teman sekelasnya. Â
Perbuatan F dan R sudah lama diketahui oleh seorang guru laki-laki berinisial S. Bukannya mencegah dan menasehati, oknum guru S malah ikut-ikutan mengata-ngatai IP dengan sebutan "lontong", yang dimaksudkan adalah "l*nte". Â
Karena sudah tidak tahan dengan ejekan tersebut, IP mengadukan ke Guru BK di sekolah tersebut dengan harapan dapat menasehati dan mencegah perbuatan F dan R. Â
Guru BK memang sudah menasehati F , bukannya menyesali, justeru F makin lebih berani dan mengulangi perbuatannya. Â Hal ini membuat IP sudah tidak nyaman sekolah di tempat tersebut.Â
***
Kasus kekerasan berbasis gender terhadap seorang siswi berinisial IP di salah satu SMA di Subulussalam merupakan salah satu contoh nyata terjadinya KBG di sekolah. IP menjadi korban kekerasan verbal berupa ejekan dan hinaan seksual dari dua orang siswa laki-laki, yaitu F dan R. Ejekan dan hinaan tersebut dilakukan secara berulang kali, bahkan di hadapan teman-teman sekelas IP.