Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Putusan MK Menuai Kontroversi

17 Oktober 2023   17:40 Diperbarui: 17 Oktober 2023   17:43 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). 

Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah".

Putusan MK tersebut menuai kontroversi, baik dari kalangan akademisi, praktisi hukum, maupun masyarakat umum. Sebagian pihak menilai bahwa putusan tersebut telah membuka peluang bagi dinasti politik dan nepotisme untuk berkuasa di Indonesia. Sebagian pihak lainnya menilai bahwa putusan tersebut merupakan upaya MK untuk memenuhi aspirasi publik.

Secara normatif, putusan MK tersebut dapat dibenarkan. Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan kepada MK untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. 

Dalam hal ini, MK berpendapat bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 karena membatasi hak warga negara untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres.

Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 memberikan hak kepada warga negara untuk dipilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Hak untuk dipilih ini mencakup hak untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres. Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang membatasi usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun dinilai oleh MK telah membatasi hak warga negara untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres.

Namun, secara substantif, putusan MK tersebut dapat diperdebatkan. Pertanyaannya adalah, apakah usia minimal 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres merupakan pembatasan yang berlebihan?

Ada beberapa argumentasi yang dapat mendukung pembatasan usia minimal capres-cawapres. 

Pertama, usia 40 tahun merupakan usia yang cukup matang untuk menjadi seorang pemimpin. Pada usia tersebut, seseorang umumnya telah memiliki pengalaman hidup dan pengetahuan yang cukup untuk memimpin negara.

Kedua, usia 40 tahun merupakan usia yang cukup untuk menempuh karier politik yang panjang. Pada usia tersebut, seseorang masih memiliki waktu yang cukup untuk membangun karier politik dan berkontribusi bagi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun