Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kawin Tangkap di Sumba: Tradisi yang Perlu Dikaji Ulang

11 September 2023   00:59 Diperbarui: 11 September 2023   01:04 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi kawin tangkap merupakan bentuk perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan adat di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur. Praktik tradisi ini telah berlangsung turun-temurun sejak lama dan masih dipertahankan oleh sebagian masyarakat Sumba hingga saat ini.

Secara umum, tradisi kawin tangkap dapat diartikan sebagai penculikan seorang perempuan oleh seorang laki-laki untuk dijadikan istri. Praktik ini biasanya dilakukan oleh sekelompok laki-laki, dengan menggunakan kekerasan atau paksaan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Regina Wahyono Vania Blancha (2021), tradisi kawin tangkap di Sumba memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi, yaitu:

  • Kawin tangkap harus dilakukan dengan persetujuan dari pihak keluarga perempuan.
  • Perempuan yang akan diculik harus berasal dari keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga laki-laki.
  • Kawin tangkap dilakukan dalam konteks kekerabatan keluarga, klan, atau suku.

Tujuan dari tradisi kawin tangkap di Sumba sendiri beragam, antara lain:

  • Mengikat hubungan kekerabatan antar keluarga
  • Menunjukkan keberanian dan keperkasaan laki-laki
  • Mendapatkan istri yang diinginkan

Meskipun memiliki aturan-aturan tertentu, praktik tradisi kawin tangkap di Sumba kerap kali menimbulkan masalah sosial. Salah satu masalah yang paling sering terjadi adalah adanya kasus penculikan dan kekerasan terhadap perempuan.

Pada tanggal 27 Juli 2023, media massa dihebohkan dengan kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Dalam kasus ini, empat orang laki-laki berinisial JBT, HT, VS, dan MN ditangkap oleh aparat kepolisian karena diduga menculik seorang perempuan berinisial DM (20).

Menurut keterangan polisi, DM diculik oleh empat laki-laki tersebut pada tanggal 25 Juli 2023. DM dibawa ke rumah JBT, dan kemudian dipaksa untuk menikah dengan HT.

DM berhasil melarikan diri dari rumah JBT dan melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan empat laki-laki tersebut sebagai tersangka.

Kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya ini menjadi salah satu contoh bagaimana tradisi kawin tangkap dapat menimbulkan masalah sosial. Kasus ini juga menunjukkan bahwa tradisi kawin tangkap masih menjadi tantangan bagi upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap perempuan di Sumba.

Respon Masyarakat dan Aparat Penegak Hukum

Kawin tangkap di Sumba merupakan fenomena sosial yang kompleks. Fenomena ini tidak hanya melibatkan norma dan nilai adat, tetapi juga hak asasi manusia, gender, dan hukum.

Masyarakat Sumba sendiri memiliki pandangan yang beragam terhadap tradisi kawin tangkap. Sebagian masyarakat masih menganggap tradisi ini sebagai bagian dari budaya yang harus dilestarikan. Namun, sebagian masyarakat lain menganggap tradisi ini sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang harus dihapuskan.

Aparat penegak hukum juga memiliki peran penting dalam menanggapi fenomena kawin tangkap di Sumba. Aparat penegak hukum harus tegas dalam menangani kasus-kasus kawin tangkap yang melanggar hukum, seperti kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya.

Selain itu, aparat penegak hukum juga harus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak asasi manusia dan gender, serta bahaya kawin tangkap.

Kesimpulan

Tradisi kawin tangkap di Sumba merupakan fenomena sosial yang perlu dikaji ulang secara mendalam. Fenomena ini tidak hanya melibatkan norma dan nilai adat, tetapi juga hak asasi manusia, gender, dan hukum.

Masyarakat dan aparat penegak hukum perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah sosial yang ditimbulkan oleh tradisi kawin tangkap. Aparat penegak hukum harus tegas dalam menangani kasus-kasus kawin tangkap yang melanggar hukum. Selain itu, aparat penegak hukum juga harus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak asasi manusia dan gender, serta bahaya kawin tangkap.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sosial yang ditimbulkan oleh tradisi kawin tangkap di Sumba:

  • Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya kawin tangkap
  • Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak asasi manusia dan gender
  • Melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap kasus-kasus kawin tangkap yang melanggar hukum
  • Melakukan pemberdayaan perempuan di Sumba

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun