"Bunda suara boboknya keras sekali. Suara ularnya sampai bunda nggak dengar. ss ss sss sssss gitu bunda," Aira menjelaskan dengan kalimat yang terdengar begitu lucu.
"Iya, maaf ya sayang. Untung ularnya nggak jadi makan bunda karena ada Peri Aira!" Aira tersipu malu mendengar kalimat ibunya sembari meminta sepotong roti cokelat dan eskrim rasa vanila sebagai bentuk penghargaan atas jasanya menyelamatkan Halimah dari gigitan ular.
Namun sayang, ada seseorang yang tak menyukai persahabatan Halimah dan putri kecilnya. Yang belakangan aku tahu bahwa orang tersebut adalah orang yang sama yang meletakkan dengan sengaja seekor ular di atas tubuh Halimah.
***
Pagi itu, setelah kejadian empat tahun silam yang menggegerkan desa, Halimah kembali berteriak sambil menggendong Aira keluar rumah. Pagi yang cerah. Halimah tidak gila. Aira tidak ia susui tanpa busana. Aira, dalam gendongannya telah tidak bernyawa.
Warga desa segera menenangkan Halimah dan mengambil alih Aira dari gendongannya. Gadis kecil bermata indah itu telah biru tubuhnya. Mulutnya mengeluarkan busa. Tak ditemukan lagi detak di nadinya. Pagi yang cerah itu berubah muram seolah-olah ikut merasakan kepergian Aira yang tiba-tiba.
Adalah Rudi, seorang laki-laki yang menikahi Halimah satu setengah tahun silam yang menyebabkan kematian Aira. Rudi datang dalam kehidupan Halimah setelah wanita itu cukup kehilangan arah atas kepergian suaminya, ayah Aira. Ayah Aira meninggal setelah tak lagi sanggup melawan penyakit lambung yang dideritanya. Dan Rudi datang menawarkan harapan bagi hidup Halimah serta Aira.
Harapan yang ditawarkan Rudi ternyata petaka bagi hidup Halimah. Laki-laki berdarah dingin itu tak segan mengakhiri nyawa Aira hanya karena ia merasa Halimah terlalu mencintai putrinya dibanding dirinya. Ia mencampurkan racun ke dalam susu kesukaan Aira. Sungguh, betapa aku ingin melilitkan ratusan ular berbisa ke tubuh si Rudi itu! Setelah sebelumnya ia gagal mengakhiri nyawa istrinya sendiri satu tahun silam, kini ia benar-benar berhasil menghilangkan nyawa Aira. Aku benar-benar tak bisa membayangkan menjadi seorang Halimah, sungguh.
***
Laki-laki bernama Rudi yang ingin sekali kugelonggongi berliter-liter air racun kini telah dipenjara. Aira telah dimakamkan tepat di samping makam ayahnya. Halimah menjadikan makam mereka berdua sebagai tempat ternyaman baginya kini. "Sahabat kecil bunda ternyata mau menemani ayah, ya? Jadi sahabat kecilnya ayah dong sekarang!" Halimah menyeka air matanya demi bisa tersenyum tiap kali mengucapkan kalimat tersebut di depan pusara putrinya.
Setelah kepergian sahabat kecilnya, Halimah sering mengurung diri. Ia menjadi begitu rapuh. Hal ini bertambah buruk karena Halimah menjadi tidak mau makan. Kondisinya semakin hari semakin parah. Ia sering berhalusinasi. Keluarganya memutuskan untuk membawa Halimah berobat, sama seperti empat tahun lalu setelah kelahiran Aira. Kini, ia kembali berobat, setelah kepergian Aira.