Mohon tunggu...
Laurens Gafur
Laurens Gafur Mohon Tunggu... Guru - Peziarah kehidupan yang tak lelah mencari dan mendekap kebijaksanaan

Saya seorang pendidik di SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II - Labuan Bajo, Flores Barat-NTT. Saya alumnus STF Widya Sasana Malang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asal Mula Nama Gafur

28 April 2020   08:30 Diperbarui: 28 April 2020   08:42 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Lusius.sinurat.com

Nama adalah  tanda. Nomen est omen. Begitu  kata orang Latin.  Maksudnya, nama itu tak sekadar kumpulan kata. Ia punya nyawa. Ada sesuatu hal penting yang mau dikatakan melalui nama. Nama itu punya makna. Setiap nama  juga punya konteks historis tertentu. Itulah alasannya mengapa orang tua umumnya merenung dan memikirkan dengan baik nama yang diberikan kepada anak-anak yang dititipkan Tuhan kepadanya.

Tentang nama yang adalah tanda itulah yang saya mau bagikan melalui catatan sederhana ini. Kali ini saya mau cerita tentang asal mula namaku.

Saya lahir di kampung Beong-Pacar, 6 Agustus 1985. Oleh orang tua, saya diberi nama: Laurensius Gafur. Saya sudah bertanya kepada orang tuaku, khususnya ayahku, tentang alasan mengapa saya diberi nama demikian. Menurut ayah saya, pemberian nama depan Laurensius itu diambil dari  nama yang tertera pada kalender katolik. Ini tak sulit. Apalagi orang Katolik memiliki kebiasaan mengambil nama orang kudus sebagai pelindung yang persis diperingati pada hari seorang anak lahir atau yang diperingati pada hari sekitarnya. Laurensius adalah seorang kudus dalam Gereja yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus.  Empat hari setelah kelahiranku.

 Santo Laurensius

Sayangnya ayah saya tak tahu riwayat hidup santo Laurensius itu. Tentang itu, saya sangat paham. Ayahku seorang petani tulen dan hidupnya hanya di kebun, sawah dan rumah. Begitu saja. Baru saat masuk Seminari Menengah Yohanes Paulus II Labuan Bajo, saya mulai cari  dan baca riwayat hidup Santo Laurensius itu. 

Rupanya Ia adalah salah seorang diakon agung yang melayani Paus Sixtus II (257-258) di Roma. Ia diberi tugas khusus mengurus harta kekayaan Gereja dan membagikan derma kepada para fakir miskin di kota Roma. Saat Paus Sixtus II ditangkap oleh para serdadu Romawi, Laurensius mau menemaninya pada saat menjelang kematian. Tapi Paus Sixtus meneguhkannya agar tetap sabar dan tenang  dan perlu mempersiapkan diri sebab tiga hari lagi ia akan ikut ditangkap seperti dirinya.

Memang benar, tiga hari setelah Paus Sixtus II ditangkap, Laurensius juga dihadapkan kepada para penguasa Roma. Mereka memintanya agar menyerahkan semua harta kekayaan Gereja kepada penguasa Roma. Laurensius menyetujui permintaan penguasa Romawi itu. Ia segera mengumpulkan para fakir miskin di kota Roma dan menyerahkan harta Gereja kepada mereka. Di bawah pimpinan Laurensius, para fakir miskin itu berarak menuju kediaman penguasa Roma. 

Di hadapan penguasa Roma, Laurensius berkata, "Tuanku, inilah harta kekayaan Gereja yang saya jaga. Terimalah dan peliharalah mereka sebaik-baiknya." Penguasa Roma tentu saja kaget dengan apa yang dilakukan oleh Laurensius. Tak hanya itu, mereka juga merasa dihina. Karena itu, Laurensius ditangkap dan dipanggang hidup-hidup di atas terali besi yang sangat panas. 

Tapi, Laurensius tampak tenang. Bahkan setelah bagian bawah tubuhnya sudah terbakar, ia memberi tahu para prajurit yang membakarnya, "Sebelah bawah sudah hangus, baliklah badanku agar seluruhnya hangus!" Lalu, ia mati sebagai martir suci di atas terali besi yang panas itu. 

Begitulah kisah pengorbanan  santo Laurensius, pelindungku. Setelah mengetahui riwayat hidupnya, saya tergerak untuk terus membina diri agar berani berkorban demi kebaikan dan berusaha setia menjadi abdi Kristus seperti santo Laurensius.

Abdul Gafur

Itu tentang nama depan, Laurensius. Bagaimana dengan nama belakang? Ini yang unik dan menarik, sekurang-kurangnya bagi saya sendiri. Menurut ayah saya, ia cukup bingung mencari nama belakang ini. Apalagi dalam suku kami, tak ada nama  khusus suku  atau tak ada tradisi mengambil nama orang tua atau kakek-nenek untuk jadi nama belakang (juga Manggarai umumnya). Memang saya bukan anak pertama; saya anak kedua. Tapi ayahku mengaku bingung menentukan nama akhirku. Nama apa yang cocok disandingkan dengan nama depan Laurensius, tak mudah ditentukan.

Tahun 1980-an, ayah saya punya radio. Katanya,  setiap hari ia rajin mendengar siaran radio. Ia  tiba-tiba teringat sebuah nama yang ia dengar melalui radio setiap hari, terutama saat berita olahraga. Nama  tersebut adalah Abdul Gafur. Ia langsung memutuskan bahwa nama yang cocok disandingkan dengan Laurensius adalah Gafur. Jadilah namaku: Laurensius Gafur. 

Bayangkan: Gafur! Tak ada nenek moyang suku kami yang bernama Gafur. Tapi, itulah pilihan ayahku. Baginya, nama Laurensius Gafur itu keren. Selain itu, yang ada dalam benaknya adalah Abdul Gafur itu orang penting dan orang besar. Barangkali juga waktu itu ia berharap agar anaknya kelak menjadi orang baik dan  berguna bagi orang banyak seperti Abdul Gafur yang namanya sering disebut di radio itu.

Siapakah Abdul Gafur saat saya lahir? Ia adalah Menteri Olahraga (Menpora) Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1988). Sepuluh tahun ia menjadi Menpora. Nama lengkapnya adalah Abdul Gafur Tengku Idris. Ia lahir di Halmahera, Maluku Utara, 20 Juni 1938. Rupanya ia juga seorang dokter lulusan Universitas Indonesia tahun 1966. Dalam biografinya saya temukan bahwa Abdul Gafur ini memang orang hebat. Karirnya sangat cemerlang. Tak keliru ayah saya mengagumi nama orang ini, walau hanya dengar di radio dan tak pernah melihat wajahnya di TV sekali pun.

Apa efek langsung pemberian nama Gafur ini untukku?  Efek kecilnya adalah saat mulai sekolah,  terutama saat SMA, saya kadang-kadang dipanggil Abdul Gafur oleh beberapa guru, bahkan oleh beberapa teman. Terutama oleh mereka yang pernah mengenal atau membaca tentang Abdul Gafur, orang hebat itu.

Bila mengenang asal usul nama Gafur ini, saya sering senyum sendiri. Saya kagum dengan ide kreatif ayah saya dalam pemberian nama. Juga kagum dengan mimpi-harapan ayahku di balik nama Gafur yang dipilihnya untukku. Kadang-kadang saya bermimpi liar, sebaiknya saya berjumpa  dengan opa Abdul Gafur atau anak cucunya, sekadar menceritakan kepada mereka, asal mula Gafur pada namaku. 

 Atau kalau ada saudara/i yang membaca coretanku ini, dan Anda adalah keluarga dari opa Abdul Gafur, tolong sampaikan salamku padanya. Saya duga, ia akan sedikit kaget dan mungkin juga akan bangga karena ada orang dari sebuah kampung di Manggarai yang mengambil namanya. Hehe...

Laurensius Gafur

Ya, begitulah sejarah namaku yang adalah tanda itu. Nomen est omen. Dari santo Laurensius saya belajar tentang pengorbanan: Berani berkorban demi nilai tertinggi dalam hidup dan setia sampai akhir menjadi ksatria Kristus. Sedangkan dari opa Abdul Gafur, saya belajar untuk menjadi berarti bagi orang lain; bagi nusa-bangsa dan dunia. Tentu saja sebagai pengikut Kristus dan pastor, saya  terus menjadi penyalur berkat Tuhan bagi sesama melalui setiap karya pelayananku. Terima kasih ayahku; terima kasih Santo Laurensius; terima kasih opa Abdul Gafur!***

Labuan Bajo, 28 April 2020

P. Laurensius Gafur, SMM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun