Abdul Gafur
Itu tentang nama depan, Laurensius. Bagaimana dengan nama belakang? Ini yang unik dan menarik, sekurang-kurangnya bagi saya sendiri. Menurut ayah saya, ia cukup bingung mencari nama belakang ini. Apalagi dalam suku kami, tak ada nama  khusus suku  atau tak ada tradisi mengambil nama orang tua atau kakek-nenek untuk jadi nama belakang (juga Manggarai umumnya). Memang saya bukan anak pertama; saya anak kedua. Tapi ayahku mengaku bingung menentukan nama akhirku. Nama apa yang cocok disandingkan dengan nama depan Laurensius, tak mudah ditentukan.
Tahun 1980-an, ayah saya punya radio. Katanya,  setiap hari ia rajin mendengar siaran radio. Ia  tiba-tiba teringat sebuah nama yang ia dengar melalui radio setiap hari, terutama saat berita olahraga. Nama  tersebut adalah Abdul Gafur. Ia langsung memutuskan bahwa nama yang cocok disandingkan dengan Laurensius adalah Gafur. Jadilah namaku: Laurensius Gafur.Â
Bayangkan: Gafur! Tak ada nenek moyang suku kami yang bernama Gafur. Tapi, itulah pilihan ayahku. Baginya, nama Laurensius Gafur itu keren. Selain itu, yang ada dalam benaknya adalah Abdul Gafur itu orang penting dan orang besar. Barangkali juga waktu itu ia berharap agar anaknya kelak menjadi orang baik dan  berguna bagi orang banyak seperti Abdul Gafur yang namanya sering disebut di radio itu.
Siapakah Abdul Gafur saat saya lahir? Ia adalah Menteri Olahraga (Menpora) Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1988). Sepuluh tahun ia menjadi Menpora. Nama lengkapnya adalah Abdul Gafur Tengku Idris. Ia lahir di Halmahera, Maluku Utara, 20 Juni 1938. Rupanya ia juga seorang dokter lulusan Universitas Indonesia tahun 1966. Dalam biografinya saya temukan bahwa Abdul Gafur ini memang orang hebat. Karirnya sangat cemerlang. Tak keliru ayah saya mengagumi nama orang ini, walau hanya dengar di radio dan tak pernah melihat wajahnya di TV sekali pun.
Apa efek langsung pemberian nama Gafur ini untukku? Â Efek kecilnya adalah saat mulai sekolah, Â terutama saat SMA, saya kadang-kadang dipanggil Abdul Gafur oleh beberapa guru, bahkan oleh beberapa teman. Terutama oleh mereka yang pernah mengenal atau membaca tentang Abdul Gafur, orang hebat itu.
Bila mengenang asal usul nama Gafur ini, saya sering senyum sendiri. Saya kagum dengan ide kreatif ayah saya dalam pemberian nama. Juga kagum dengan mimpi-harapan ayahku di balik nama Gafur yang dipilihnya untukku. Kadang-kadang saya bermimpi liar, sebaiknya saya berjumpa  dengan opa Abdul Gafur atau anak cucunya, sekadar menceritakan kepada mereka, asal mula Gafur pada namaku.Â
 Atau kalau ada saudara/i yang membaca coretanku ini, dan Anda adalah keluarga dari opa Abdul Gafur, tolong sampaikan salamku padanya. Saya duga, ia akan sedikit kaget dan mungkin juga akan bangga karena ada orang dari sebuah kampung di Manggarai yang mengambil namanya. Hehe...
Laurensius Gafur
Ya, begitulah sejarah namaku yang adalah tanda itu. Nomen est omen. Dari santo Laurensius saya belajar tentang pengorbanan: Berani berkorban demi nilai tertinggi dalam hidup dan setia sampai akhir menjadi ksatria Kristus. Sedangkan dari opa Abdul Gafur, saya belajar untuk menjadi berarti bagi orang lain; bagi nusa-bangsa dan dunia. Tentu saja sebagai pengikut Kristus dan pastor, saya  terus menjadi penyalur berkat Tuhan bagi sesama melalui setiap karya pelayananku. Terima kasih ayahku; terima kasih Santo Laurensius; terima kasih opa Abdul Gafur!***
Labuan Bajo, 28 April 2020