Mohon tunggu...
Yosef Lorensius S
Yosef Lorensius S Mohon Tunggu... -

seorang anggota grup "OEMAR BAKRIE" yang hidup di era milenium. Setia mendampingi generasi muda untuk menjadi pribadi yang utuh. bagiku, pendidikan adalah nyawa pribadi dan nyawa bangsa. HIDUP GURU...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Pendidikan dari Sudut Sempit

9 Agustus 2016   15:47 Diperbarui: 9 Agustus 2016   16:09 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharian di sekolah. Tidak melalang buana di jalanan, di hutan, di tempat keramaian, dan lain-lain. Sekolah adalah tempat yang aman untuk menjaga generasi muda menujukehancuran. Sekolah bisa membuat orang tidak liar. Sekolah membuat orang lebih teratur. Lupakan soal kejenuhan berada di sekolah, karena sekolah adalah surga. Seharian di sekolah menjadi sebuah keharusan.

Melihat Pendidikan dari Sudut Sempit

Pernyataan ini kemudian menimbulkan reaksi. Bahkan tidak sedikit yang bereaksi keras. Dengan pertumbungan dan penggunaan media sosial yang kadang menjadi tolok ukur“kegaduhan”pernyataan ini diterima dengan sikap penolakan yang tegas. 

Bagi saya, pernyataan ini adalah bukti bahwa sudah sangat lama, bahkan sampai pada level pemangku kebijakan pendidikan dilihat dari sudut sempit. Pendidikan yang awalnya menciptakan insan yang membuka wawasan selebar-lebarnya dilacurkan oleh cara berpikir yang sempit. Pendidikan yang jangkauannya sangat luas, dilihat dengan sangat sederhana, lebih tepatnya menyederhanakan masalah.

Dari judulnya saja, kita bisa melihat bahwa konsep ini diadopsi dari luar. Tanpa kita disajikan data dan potret keberhasilan konsep ini kita disodorkan isu, bahwa kita akan mengadosi dan memberlakukan hal ini. Tentu sangat sempit untuk melihat bahwa apa yang dilakukan di luar, akan berhasil di sini. 

Alasan konsep FDS ini adalah kondisi urban yang mana banyak pekerja yang bekerja sampai sore, malam,bahkan larut malam. Perlu dicatat bahwa konsep ini menawarkan gagasan bahwa yang menjemput anaknya di sekolah adalah orang tuanya. Jadi, apakah diseragamkan juga bahwa waktu tutup kantor adalah jam 5? Supaya orang tua yang memiliki anak di sekolah bisa menjemput anaknya. Diingat pula bahwa tempat kerja dengan sekolah anaknya hanya berjarak tidak lebih dari 1 km. Atau kalau kantor dan sekolah anaknya jauh,orang tua itu harus pulang lebih cepat? 

Belum lagi, orang tua dan anak-anak mereka yang sekolah sama-sama hanya menyisakan rasa lelah yang amat sangat sampai di rumah. Anda bisa membayangkan betapa anak-anak sudah tidak sempat bermain dengan tetangganya karena lelah bermain dengan teman sekolahnya. Bermain dengan tetangganya hanya hari Sabtu dan Minggu, kalau tidak ada kegiatan ekstra atau orang tuanya tidak mengajak mereka berlibur.

Urusan sekolah serahkan saja semuanya kepada sekolah. Semua PR dikerjakan di sekolah. Oh, maaf sudah tidakada lagi PR, karena tidak ada lagi yang dikerjakan di rumah. Semuanya harus selesai di sekolah. Orang tua makin merasa bahwa urusan sekolah bukan tanggung jawab mereka, karena toh sudah diselesaikan disekolah. 

Semuanya terlihat sempit. Tentu masih banyak yang bisa kita gali. Beberapa agak menggelikan namunmengandung kenyataan. Anak-anak di kampung harus bawa makan darirumah karena sekolah sampai sore padahal mereka harus menempuhperjalanan puluhan kilometer dan bangun jam 5 pagi. Karena toh dikampung tidak ada kantin. Kalau ada kantin, dengan apa merekamembeli. Anak-anak di kampung tidak ada uang saku.

Anak di kota? Jujur saja, bagi anak dikota sekolah itu sangat menjenuhkan. Tinggal di dalam gedung, mendengarkan guru berbicara, mengerjakan banyak project, karena semakin lama siswa di sekolah guru juga harus menyiapkan projek yang banyak. Kalau tidak, dengan apa mereka dimotivasi untuk bisa berlama-lama di sekolah?

Pendidikan di Indonesia sejauh ini masih jauh dari ideal. Tugas pemerintah untuk membuatnya menjadi ideal. Kurikulumnya disusun dengan baik, kualitas guru ditingkatkan, kesejahteraan guru diperhatikan, fasilitas pendidikan diprioritaskan, dan masih banyak lagi. Baiklah Bapak Mendikbud fokus untuk mencari solusi atas masalah-masalah ini, bukan memicu polemik baru. Bagaimana Bapak siap bekerja kalau baru mulai saja sudah muncul kegaduhan? Saya yakin saat ini Bapak sedang siap-siap dipanggil Presiden. Kalau benar ide ini didukung oleh Presiden dan Wapres, saya yakin di kemudian hari Bapak yang akan dikorbankan dalam kegaduhan ini. 

Selama bekerja, Pak Menteri. Tidur nyenyakkah Anda? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun