Sebagai seorang guru (apalagi dengan label guru zaman modern) tentu selalu mecari cara untuk berinovasi. Inovasi yang dimaksud bukan saja soal model pembelajaran yang dipakai, namun bagaimana pembelajaran itu bermanfat bagi anak didik.
Sebagai guru Bahasa Indonesia, menulis atas sebuah materi yang harus diajarkan. Namun, bagi sebagian rekan guru, hal ini sangat dihindari. Bukan perkara gampang mengajar tentang menulis. Apalagi, jika pengajarnya tidak terbiasa membuat tulisan.
Saya lalu merenung bagaimana agar tulisan yang bagus dari anak didik bisa dinikmati oleh banyak orang. Selama ini, pelajaran menulis umunya hanya untuk mendapat nilai. Padahal seharusnya, menulis pada dasarnya bukan untuk mendapat nilai, tapi lebih untuk meningkatkan nilai atau harga diri penulisnya.
Hal ini tentu menjadi refleksi dari semua insan yang sangat hobi menulis. Bagaimana kita menulis dan tulisan kita dibaca banyak orang. Hal ini saya bawa ke kelas.
Bagi saya, belajar dan mengajar menulis adalah dengan menulis. Menulis yang orisinil dan berani untuk ditampilkan dan dibaca banyak orang. Lebih penting mengajari kejujuran dalam menulis, karena saat ini plagiarisme tulisan merajalela karena keengganan menyusun kata-kata dan menghasilkan tulisan.
Ayo Menulis
Belajar dan mengajar tentang menulis bagi remaja SMA adalah sebuah tantang besar. Budaya instan, keengganan intelektual dalam menulis, dan konsumsi media sosial yang menyita hampir seluruh waktu di luar sekolah membuat mereka enggan menggoyangkan pena dan menggerakkan tangan di atas keyboard. Belum lagi, menulis adalah perkara menyusun sistematika pikiran yang dituangkan dalam tulisan.
Mengajar tentang menulis bagia saya yang utama hanyalah memberi motivasi. Pertama, semua orang bisa menulis apalagi kaum terdidik. Kedua, tulisan yang baik adalah tulisan yang jujur. Ketiga, tulisan yang menarik adalah berupa refleksi kehidupan sehari-hari yang mereka lakukan. Keempat, belajar menulis adalah dengan menghasilkan tulisan.
Jadi, ajakan "ayo menulis" adalah sebuah motivasi. Struktur dan kaidah kebahasaan yang mereka gunakan adalah nomor dua. Konon, penulis-penulis hebat pun sering melanggar hal ini. Namun, belajar menulis juga sangat dekat dengan belajar tentang hidup. Tentang bagaimana kita berani menyampaikan gagasan, di sisi lain kita harus menerima jika ada penolakan terhadap gagasan dan cara kita menyampaikan gagasan.
Mengapa Kompasiana?
Menulis memerlukan sebuah media. Kompasiana adalah sebuah media di mana orang bisa belajar menulis. Dan, bagi orang yang belajar menulis, jika tulisannya dibaca oleh beberapa orang saja (dan ada proses apresiasi) adalah sebuah kebanggaan baginya.
Saya lalu memberikan tantangan bahwa tulisan mereka yang bagus harus dibaca oleh banyak orang. Sangat disayangkan jika tulisan yang bagus hanya terdampar berupa sebuah nilai dan dibaca oleh satu orang. Selain itu, tulisan yang jujur (bukan hasil plagiarisme) harus benari ditampilkan kepada khalayak pembaca.
Kompasiana telah memberikan ruang yang besar bagi insan yang senang menulis. Guru harus membaca peluang ini dengan baik. Media ini memberikan ruang kepada anak didik kita yang potensial dalam menulis untuk menunjukkan bakat mereka. Kita mendorong dan memotivasi dan memberikan masukan atas hasil karya mereka.
Ayo menulis, para remaja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H