[caption caption="Institut francais, di dalamnya termasuk Academie francaise" (sumber: dailymail.co.uk][/caption]Bahasa Perancis tergolong salah satu bahasa yang paling sulit dipelajari, setidaknya menurut saya sendiri. Itu sebabnya saya sangat terkejut ketika beberapa tahun silam suami mengabarkan bahwa ia akan ditugaskan di KBRI Paris dan kami harus menetap di sana.
Alih-alih merasa senang atau excited seperti umumnya orang yang akan berkunjung ke Paris, saya malah ketakutan. Masalahnya kami ke sana bukan hanya sekadar jalan-jalan atau berlibur sebentar, tapi untuk tinggal bertahun-tahun di situ. Otomatis berarti saya harus belajar menguasai bahasa Perancis dong... kalau tidak bagaimana bisa berkomunikasi setiap hari? Apalagi sudah terkenal stereotype bahwa orang Perancis ogah berbahasa Inggris. Jadilah saya makin ciut.
Kini masa-masa galau sekaligus berkesan itu telah berlalu. Hampir tiga tahun sudah kami kembali ke Tanah Air setelah empat tahun (2009-2013) menetap di Paris. Hari-hari penuh perjuangan mempelajari le français akhirnya terlewati. Ternyata bisa juga tertangani meski tak sempurna. Not bad, lah, yang penting bisa komunikasi sehari-hari. C'est pas mal, kata orang Perancis. Hihihi....
Nah, minggu lalu saya membaca berita di beberapa situs Perancis antara lain bfmtv.com dan lefigaro.fr, lalu menemukan pula artikel tentang hal yang sama di situs berbahasa Inggris, independent.co.uk. Intinya, sempat muncul polemik gara-gara bahasa Perancis akan menjalani proses simplifikasi.
Académie française
Pertama-tama, siapa sih yang berhak memutuskan untuk mengubah atau merombak tatanan bahasa sebuah bangsa yang sudah berakar sekian lama?
Adalah Académie française, institusi resmi di Perancis yang berkuasa memutuskan hal-hal terkait bahasa indah tapi njelimet, njelimet tapi indah ini. Académie française yang telah berdiri sejak 1635 adalah sebuah institusi yang sangat prestisius, dengan motto ‘À l’immortalité (to immortality, bagi keabadian). 40 anggotanya benar-benar orang-orang pilihan.
Mereka disebut ‘les immortels’ (the immortals alias mahluk abadi/dewa). Mungkin di sekeliling mereka kelihatannya ada buku-buku dan kamus tebal beterbangan, mirip lingkaran halo di atas kepala para santo dan santa. Hehe...
[caption caption="Les immortels (sumber: academie--francaise.fr)"]
Saya pertama kali mendengar tentang peran dan fungsi Académie française ketika mengikuti kursus bahasa Perancis di Paris. Saat itu Anne, guru saya, menjelaskan bahwa ada sebuah kata yang masih 'mengambang' yaitu kata 'on' (baca: ong, tapi bunyi sengau 'ng' tak boleh terlalu jelas terdengar, hanya samar-samar). Kata yang penggunaannya informal ini bisa berarti kami, kita, atau mereka.
Konon ada dua aliran pemikiran (school of thoughts) di Académie française yang masih memperdebatkan apakah kata ini termasuk kelompok subjek berbentuk singulier (singular) atau pluriel (plural). Jadi kadang-kadang di buku yang satu 'on' diperlakukan sebagai bentuk tunggal, sebaliknya di buku lain jadi jamak. Ini sangat besar pengaruhnya, karena konjugasi atau perubahan kata kerjanya akan jauh berbeda. Oh ya, le conjugaison ini termasuk masalah pelik bagi pembelajar bahasa Perancis, hehe...
Simplified French
Kembali ke masalah Simplified French tadi. Apa saja yang disederhanakan?
Secara keseluruhan akan ada perubahan orthographe (ejaan) pada 2.400 kata. Perubahan utama yang banyak disorot media antara lain eliminasi aksen 'circonflexe' (berbentuk huruf V terbalik) di atas huruf i dan u, tapi di atas huruf o tetap berlaku. Ribet yah...
Jadi kata 'coût' (cost/besarnya biaya) akan menjadi 'cout'. 'Maîtresse' atau guru (perempuan) menjadi 'maitresse' dan 'disparaître' (menghilang) menjadi 'disparaitre'.
Tapi (seperti biasa) ada perkecualian bagi beberapa kata. Kata 'sûr' harus tetap diberi accent circonflexe, karena ada lagi kata 'sur' yang sama sekali berbeda makna. Dengan aksen artinya 'yakin' (sure), sedangkan tanpa aksen artinya 'di atas' (on top of).
Selain itu, tanda garis yang biasanya wajib dicantumkan akan hilang, misalnya 'week-end' cukup ditulis 'weekend'. Begitu pula untuk kata 'porte-monnaie' (dompet koin).
Keputusan ini sebetulnya sudah dihasilkan sejak tahun 1990, namun baru akan resmi diberlakukan melalui sosialisasi di buku-buku pelajaran sekolah dan kamus per September 2016 ini, yaitu pada awal tahun ajaran baru. Jadi cukup lama jarak waktu antara penetapan oleh Académie française dengan tahap eksekusi – 26 tahun!
Sebagai catatan, soal peraturan, tata tertib, hukum, dll, memang ‘sesuatu banget’ di Perancis. Mereka sangat ketat bahkan cenderung kaku dalam hal ini. Segalanya selalu diperhitungkan dengan matang, rinci dan menyeluruh. Semua aspek yang dianggap terkait pasti dipikirkan dahulu. Itulah mengapa pengurusan administrasi di Perancis sangat ribet dan makan waktu. Tak ada yang namanya instan!
Membangun mal atau kompleks perkantoran tak sampai setahun sudah beres? Ngga bakalan terjadi, hehe… Pernah ada sebuah proyek perkantoran dekat Pont Grenelle, tak jauh dari apartemen kami di Paris, yang sudah mulai dikerjakan saat kami datang dan belum selesai juga waktu kami pulang. Ini karena banyak yang terkait dan perlu diperhatikan, seperti kelayakan lingkungan serta kondisi underground Paris yang kompleks. Memang kaku, tapi ke-keukeuh-an ini jugalah yang membuat tata kota rapi dan terencana sehingga bangunan-bangunan historis bisa tetap terpelihara selama berabad-abad.
Je Suis Circonflexe
Jadi, apakah bisa disimpulkan bahwa dengan ketentuan baru ini bahasa Perancis jadi lebih simpel dan lebih mudah dipelajari? Hmmmm... menurut saya sebagai orang asing sih, sama sekali tidak! Perubahan itu tak signifikan, cuma menghilangkan secuil keribetan dalam hal penulisan. Sedangkan masalah konjugasi, pelafalan, klasifikasi benda (masculin vs feminin), dll masih tetap njelimet. Yang ada kita malah harus menghafalkan apa saja yang berubah, jadi lebih repot! Namun, kalau ada anak sekolah yang masih menulis dengan ejaan lama di ujian misalnya, tak akan disalahkan kok.
Lalu bagaimana reaksi orang Perancis sendiri terhadap simplifikasi ini? Nah... ini yang menarik! Alih-alih merasa senang dan lega karena bahasanya jadi lebih sederhana, ternyata banyak yang malah protes keras. Menurut mereka, perubahan ini tak perlu, bahkan tak masuk akal. Ribuan orang ‘curhat’ lewat media sosial, hingga trending topic Twitter sempat dihiasi hashtag #RéformeOrtohographe dan #JeSuisCirconflexe (mirip #JeSuisCharlie dalam kasus Charlie Hebdo setahun lalu).
Menurut independent.co.uk, berbagai kalangan menyuarakan unek-unek, termasuk para tokoh politik, di antaranya Wakil Presiden Front National, partai sayap kanan, yang berkata “The French language is our soul” serta Walikota Nice yang menganggap perubahan tersebut “absurd”.
[caption caption="sumber: independent.co.uk"]
Artinya kurang lebih, "Menyederhanakan berarti memiskinkan. Justru karena kompleks, sebuah bahasa menjadi kaya dan indah.”
Nah, bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H