Awalnya tidak berpikir untuk menuliskan aksi apa yang sudah saya lakukan untuk Indonesia. Rasa-rasanya memang belum ada hal luar biasa yang pernah diukir. Jika sekedar nyinyir di sosial media mungkin akan lebih mudah dituliskan :) Namun tiba -tiba mendapat ide untuk menceritakan pengalaman jalan-jalan ke museum. Ya, saya memang ingin sekali menanamkan pada anak kecintaan terhadap museum. Mengapa museum? Karena tempat ini merupakan sarana tempat belajar yang ideal untuk mengenalkan kekhasan budaya dan sejarah dengan dokumentasi nyata. Sabtu 07 November lalu, saya memutuskan untuk mengunjungi Museum Nasional atau yang dikenal dengan Museum Gajah. Niatan ini sudah tertunda beberapa kali karena alasan klasik. Malas, dan akhirnya memilih menghabiskan waktu ke Mall :) Ngemal memang pilihan aktivitas di akhir pekan yang paling mudah. Tak perlu berpikir panjang, dengan segala pilihan Mall yang ada tentu kami bisa langsung memutuskan di perjalanan :) Sampai akhirnya saya dan suami bertekad mengurangi acara ngemall. Agar anak juga tak konsumtif, dan memaksa kita sebagai orang tua, lebih kreatif memilih acara jalan-jalan yang lebih ada unsur edutainment , seperti yang banyak disarankan dalam buku-buku atau artikel parenting hehehehe [caption id="" align="aligncenter" width="268" caption="Museum Nasional atau Museum Gajah sumber:centratour.blogspot.com"][/caption] [caption id="attachment_353894" align="aligncenter" width="300" caption="Direktori Museum Nasional sumber : dok pribadi"][/caption] Museum Nasional adalah museum keempat yang pernah kami kunjungi. Sebelumnya saya sudah mengajak anak ke Museum kota tua Jakarta, Museum wayang dan Museum Asia Afrika di Bandung. Pengalaman pertama mengunjungi museum bersama anak saya bisa dikatakan belum berhasil (bukan gagal ). Alih-alih ingin menumbuhkan rasa kecintaan pada museum, anak saya justru merasa ketakutan dengan pemandangan dan suasana di dalam museum kota tua yang memang dulu bekas penjara di jaman pendudukan Belanda. Jadi kesan angker yang dirasakan anak saya seperti membuat dia sedikit trauma :)
Mungkin juga faktor umur. Saat berkunjung dulu, anak saya masih berumur 4 tahun jadi belum bisa diajak untuk membuat sesuatunya lebih interaktif.
Kunjungan ke Museum Nasional kali ini, anak saya sudah berumur 6 tahun dan sudah bisa menulis. Jadi cara membuat dia lebih aktif adalah dengan menugaskan membuat reportase sederhana. Ya, kami memerintahkan padanya untuk menulis pada secarik kertas, benda- benda apa saja yang dia temui selama di museum. Menulis selain melatih motoriknya juga merupakan proses penyerapan informasi "subliminal". Kelak ketika dia ditanya tentang museum, database bawah sadarnya akan merespon dengan baik :)
Selain itu pemandangan dan suasana di Museum Nasional jauh lebih bersahabat dengan pencahayaan yang lebih baik sehingga anak saya merasa lebih nyaman berkeliaran. Terlebih banyak sekali pelajar, mahasiswa dan tentu saja wisatawan mancanegara yang berkunjung kesini membuat suasana lebih ramai.
Cukup membayar 12.000 rupiah untuk kami bertiga, Â berikut saya bagi sedikit oleh-oleh beberapa gambar di Museum Nasional :)
Memasuki halaman paling depan mulai terlihat beberapa koleksi arkeologi berupa patung arca. Tetapi kami hanya melewatkan. Anak saya sepertinya kurang begitu nyaman melihat arca-arca ini jadi kami langsung menuju ke dalam untuk melihat koleksi budaya Indonesia. Dimulai dengan benda-benda dari Pulau Sumatera. Di masing-masing ruang terdapat catatan Etnografinya.
[caption id="attachment_353935" align="aligncenter" width="300" caption="Etnografi Sumatera sumber: dok pribadi"]
Masuk ke dalam lagi, kita bisa melihat ciri khas budaya Jawa dan Bali. Melihat budaya Jawa lebih membuat saya bisa melting, ya karena alasan saya orang Jawa jadi chemistrynya dapat :)
[caption id="attachment_354065" align="aligncenter" width="300" caption="Gamelan Jawa sumber : dok pribadi"]
Mengenalkan Indonesia melalui museum, adalah cara yang cukup efektif. Terutama jika dilakukan sejak dini. Mengapa? Sebelum anak kita sudah direbut dan "dijajah" dengan budaya luar, kita sudah mengenalkan lebih dahulu kekayaan budaya Indonesia kepadanya. Menanamkan kebanggaan dan kecintaan terhadap negaranya.
Anak -anak kita adalah penerus bangsa. Kepada siapa lagi kita menitipkan kekayaan budaya Indonesia jika tidak kepada mereka. Sebelum budaya kita dicuri dan diakui sebagai milik bangsa lain.
Saya pikir inilah  satu aksi kecil dan sederhana dari kami untuk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H