Mohon tunggu...
Lomba Cerpen9F
Lomba Cerpen9F Mohon Tunggu... Lainnya - siswa MTsN Padang Panjang

Lomba Cerpen Online dari 9F 23/24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Badai Tanpa Tanda

15 April 2024   18:20 Diperbarui: 24 Mei 2024   12:39 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Badai tanpa tanda

Badai telah merenggut segalanya. Rumah-rumah hancur, pohon-pohon tumbang, dan nyawa melayang tak berdaya di tengah raksasa alam yang marah. Di tengah kehancuran itu, seorang gadis bernama Maya berusaha bertahan hidup.

Maya terdampar di tengah ladang yang subur yang kini telah menjadi medan pertempuran melawan kemarahan alam. Langit yang sebelumnya biru kini tertutup awan hitam pekat, gemuruh petir dan suara angin kencang menggema di sekitarnya. Maya memeluk tubuhnya erat-erat, berusaha meredakan ketakutannya.

Dia berusaha menelusuri jejak-jejak bekas rumahnya yang kini telah lenyap. Hanya reruntuhan yang tersisa. Tangannya gemetar saat mencari tahu apakah ada tanda-tanda kehidupan di sekitar sana. Namun, tak ada suara kecuali deru angin yang menyeramkan.

Dalam keheningan itu, Maya mendengar suara tangisan. Dia melangkah cepat ke arah asal suara itu, dan di balik tumpukan puing, dia menemukan seorang anak kecil yang terluka. Dengan hati-hati, Maya menggendong anak itu, mencoba menenangkannya.

"Kita harus pergi ke tempat aman," bisik Maya pelan. Dengan kekuatan terakhir, Maya melangkah meninggalkan reruntuhan rumah menuju pegunungan yang menjulang di kejauhan.

Perjalanan itu penuh dengan rintangan. Di sepanjang jalan, mereka harus menghindari reruntuhan bangunan, mengatasi banjir lumpur, dan menyelamatkan diri dari serangan binatang buas yang terdampar dari habitatnya. Namun, Maya tidak pernah menyerah.

Setelah perjalanan yang melelahkan, mereka tiba di sebuah gua di lereng gunung. Maya memeriksa luka anak itu dan melakukan yang terbaik untuk merawatnya. Dengan perlahan, anak itu mulai membaik, dan senyum kecil pun mengembang di wajahnya yang pucat.

"Terima kasih, Mbak Maya," ucap anak itu lemah.

Maya tersenyum lembut. "Kita harus saling membantu di saat-saat sulit seperti ini."

Hari-hari berlalu, badai pun mereda. Maya dan anak itu berhasil bertahan hidup di gua itu dengan sisa-sisa perbekalan yang mereka temukan di sekitar sana. Mereka membangunn ikatan yang kuat, saling menyemangati satu sama lain untuk tetap bertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun