Mohon tunggu...
LOLA YUSTRISIA
LOLA YUSTRISIA Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT

I AM A LECTURER FACULTY OF LAW

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Atas Nama Kebenaran, Marwah Institusi Dipertaruhkan

25 Agustus 2022   16:07 Diperbarui: 26 Agustus 2022   16:33 1865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih kurang 49 hari sejak tewasnya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada 8 Juli 2022, Masyarakat Indonesia saat ini masih disajikan dengan pemberitaan pengungkapan kasus kematian tersebut. 

Perkembangan kasus kini memasuki babak baru berkat kesaksian dari Richard Eliezer atau Bharada E, sehingga Polri telah menetapkan tersangka kasus penembakan terhadap Brigadir J. Mereka adalah, Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, asisten rumah tangga sekaligus sopir Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal. 

Bahkan, Tim khusus (Timsus) yang dibuat oleh Kapolri juga menetapkan Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawati sebagai tersangka dalam pembunuhan berencana sebagaimana yang telah disampaikan pada konferensi pers di Mabes Polri Jakarta pada hari Jumat 19 Agustus 2022. 

Di samping itu Jumlah oknum polisi yang diperiksa terkait kasus pembunuhan Brigadir J juga bertambah menjadi 83 orang, diduga telah melakukan pelanggaran etik dan melakukan obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Tak hanya itu, yang lebih mencengangkan publik adalah bergulirnya kabar mengenai Grafik Kaisar Sambo dan Konsorsium 303 mendadak beredar dan langsung viral di media sosial.

Gambar grafik berbentuk PDF Kaisar Sambo dan Konsorsium 303 itu beredar setelah beberapa waktu sebelumnya mencuat isu Ferdy Sambo adalah ‘raja beking’ judi di Indonesia. Disebutkan, selain judi, Ferdy Sambo juga menjalankan sejumlah bisnis gelap lainnya.

Untuk menjalankan bisnis gelap tersebut, eks kepala divisi profesi dan pengamanan (Kadivpropam) sekaligus sebagai Kasatgasus (kepala satuan tugas khusus). Satgas itu bertugas untuk menangani perkara psikotropika, narkotika, tindak pidana korupsi, pencucian uang, hingga ITE, Irjen Ferdy Sambo melibatkan sejumlah jenderal bintang dua dan bintang satu.

Tragedi kematian Brigadir J ini, setidaknya, ada tiga pihak yang mendapatkan trauma dan keguncangan.

Pertama, keluarga Brigadir J sangat shock putra tercintanya meninggal secara tragis.

Kedua, keluarga Ferdi Sambo. Penetapan Ferdi Sambo dan istrinya sebagai tersangka tidak hanya mengguncang jiwa anak-anak mereka tetapi juga keluarga besarnya pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam pembunuhan terencana.

Ketiga, hilangnya trust (kepercayaan) publik dan jelas mencoreng marwah institusi Polri. 

Betapa tidak, Ferdi Sambo yang semula merupakan sosok yang dianggap berintegritas, kompeten, dan kapabel dengan Posisi sebagai Kadivpropram dan Kasatgasus merupakan posisi yang strategis dan menjadi harapan besar bagi masyarakat untuk menjadikan Polri sebagai institusi yang berwibawa dan terhormat. Namun, keterlibatannya dalam pembunuhan berencana Brigadir J ini telah memupus harapan masyarakat.

Bahaya yang jauh lebih besar ketika terjadi distrust masyarakat pada institusi Polri dan merupakan tantangan berat bagi Kepolisian Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Kapolri Jendral Lystio Sigit Prabowo dalam hal mengungkap titik terangnya untuk mengembalikan marwah institusi Polri. 

Seumpama “dua sisi mata uang”, institusi polri kini tengah berada pada posisi adanya kelompok anggota polri yang tergolong “hitam” dan di sisi yang lain tergolong kepada kelompok “putih”. Marwah itu bisa saja kembali dengan pengusutan yang tuntas dan transparan kepada publik.

Bukan hanya institusi kepolisian yang berada pada kondisi kelompok “hitam” dan “putih” tersebut. Institusi penegak hukum lainnya juga mengalami hal serupa. Masih segar dalam ingatan kita kasus yang melibatkan jaksa Pinangki. Dia dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam kasus korupsi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Pertama, Pinangki terbukti menerima uang suap US$ 500 ribu dari Djoko Tjandra. Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sejumlah US$ 375.229 atau Rp 5,25 miliar. 

Perbuatan Pinangki tersebut telah mencoreng institusi Kejaksaan Republik Indonesia. Bahkan ada pula pernyataan kasus Pinangki menjadi bukti bahwa pengawasan melekat (waskat) dan reformasi birokrasi yang ada di Kejaksaan Agung telah gagal dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Institusi peradilan juga tidak luput dari keberadaan kelompok “hitam”. Kita pilih satu contoh Hakim Itong Isnaeni ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya. Mereka yakni Panitera Pengganti PN Surabaya Hamdan dan pengacara bernama Hendro Kasiono selaku kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (PT SGP). 

Mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan atau OTT yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada OTT itu, Tim Satgas KPK menyita uang mencapai Rp140 juta.

Uang tersebut rencana diperuntukan untuk Hakim Itong Isnaeni yang diduga sebagai penerimaan awal dari perjanjian dalam pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar juga ditangkap oleh KPK atas dugaan penyuapan dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang pada awal Oktober 2013 lalu di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta. KPK menyita mata uang dollar Singapura serta AS senilai kurang lebih Rp3 miliar di kediamannya. 

Pada Lembaga pemasyarakatan juga tidak luput dari kelompok “hitam” . Mantan Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husen dinyatakan bersalah telah melakukan tindakan korupsi dengan menerima suap dari beberapa narapidana lapas Sukamiskin guna mendapatkan fasilitas lebih dan bisa keluar masuk penjara dengan mudah. Ketiga napi itu yakni, Fahmi Darmawansyah, Fuad Amin dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di Indonesia pada Minggu 24 Juli 2022.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, hasil survei menunjukkan bahwa TNI menjadi penegak hukum yang paling dipercaya oleh publik. 

"Tingkat kepercayaan terhadap lembaga TNI masih yang tertinggi disusul Presiden, lalu Polri, kemudian Kejaksaan dan MPR, Pengadilan, DPD dan KPK, lalu DPR dan Partai Politik," ujar Djayadi, dalam laman Youtube Lembaga Survei Indonesia (LSI). 

Berikut 10 penegak hukum yang paling dipercaya oleh masyarakat Indonesia:

TNI (89 persen)
Presiden (77 persen)
Polri (72 persen)
Kejaksaan (70 persen)
MPR (68 persen)
Pengadilan (66 persen)
DPD (64 persen)
KPK (63 persen)
DPR (56 persen)
Partai politik (51 persen)

LSI menyebutkan Survei tersebut dilakukan kepada sejumlah responden pada 27 Juni - 5 Juli 2022. Adapun target populasi survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau mereka yang sudah menikah dan memiliki telepon atau ponsel. 

Responden ini berjumlah sekitar 83 persen dari total populasi nasional. Pengambilan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. 

Sebanyak 1206 responden dipilih dengan teknik RDD melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening. Margin of error survei diperkirakan sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling. 

Sementara sesi wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang sudah dilatih. Namun, Djayadi menggarisbawahi bahwa survei tahun ini dilakukan sebelum insiden dugaan penembakan antar polisi terjadi (Kasus Brigadir J).

Pada hari kamis tanggal 18 Agustus 2022 disampaikan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lewat video conference kepada seluruh jajarannya se-Indonesia bahwa adanya penurunan kepercayaan terhadap polri setelah insiden penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Indeks kepercayaan publik terhadap institusi Polri di ujung tanduk. Kapolri pun menginstruksi jajarannya, untuk kembali meraih kepercayaan publik.

Mencermati keseluruhan peristiwa di atas ibarat Puncak gunung es, istilah ini cocok menggambarkan kondisi yang tengah terjadi saat ini pada institusi penegak hukum di Indonesia. kasus yang diketahui dan dilaporkan hanya terlihat sedikit atau pada puncaknya saja. 

Padahal ada banyak yang tak tampak dan tak terlapor. Di samping itu tak mudah untuk membongkar fenomena 'gunung es' ini karena akan banyak pihak yang terlibat dan justru malah membongkar bobroknya institusi masing-masing. 

Keberadaan masyarakat juga tidak dapat kita pungkiri hari ini, memiliki peran yang besar dari Banyaknya kasus-kasus yang justru malah menjadi perhatian publik dan tentunya publik mengharapkan kebenaran dan keadilan harus diungkap. 

Atas nama kebenaran, marwah institusi dipertaruhkan senada dengan perumpamaan istilah fiat justitia ruat caelum (hendaklah keadilan ditegakan, walaupun langit akan runtuh).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun