Mohon tunggu...
Loganue Saputra Jr.
Loganue Saputra Jr. Mohon Tunggu... Farmasis -

Hobi baca, nonton, video game, dan sering kali sedikit narsis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Memupuk Dendam, Memendam Luka (1.1)

13 Mei 2016   09:11 Diperbarui: 13 Mei 2016   15:04 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kematian Sulaiman sedikit banyak sangat disukuri oleh Mustafa, sempat terucap walau hanya dalam hatinya saja. Akhirnya bisa mati juga, walau harus menunggu cukup lama. Namun ketika ia melihat Ibunya, ia jadi gundah gulana. Siapa yang akan menafkahi kehidupan mereka jika bapaknya tak ada. Berharap pada dirinya jelas itu mustahil, sebab ia pengangguran.

Ketika bapaknya di makamkan, Mustafa tidak hadir di pemakaman, ia malah mabuk-mabukan bersama dua orang sahabatnya Herdi dan Aleng. Mereka mabuk minuman oplosan, obat batuk dicampur alkohol yang mereka beli di toko Om Johan.

Jelas Mak Minah murka luar biasa pada anaknya, dalam hati ia menyumpah, yang terlihat ia menangis berhari-hari.

~~~

Saat Ustat Haidir azan di surau untuk salat ashar, Herdi pura-pura kencing di wc surau, sedangkan Aleng berdiri di bawah pohon pisang seberang surau, mengawasi keadaan. Hingga suara Ustat Haidir memulai salat dengan mengucap takbir pertama, barulah Herdi keluar dari wc. Aleng berjalan ke dekat tangga surau, mengawasi sekitar sedang Herdi berjongkok di samping pintu surau yang menganga lebar. Kotak celengan yang terbuat dari kayu itulah incaran mereka.

Kotak celengan itu tidak bergembok, tutup atasnya bisa digeser dengan mudah. Herdi meraup uang dua ribuan yang memenuhi kotak celengan tadi, memasukkannya ke dalam kantong celana lalu menepuk pundak Aleng pertanda mereka harus segera pergi.

“Kau ambil semua uangnya?” Tanya Aleng ketika mereka sudah sampai ke pondok kecil dekat sungai tempat mereka sering nongkrong.

“Enggak, pasti aku sisakan.”

“Bagus.”

Sejak mereka sering mencuri uang dari kotak celengan surau itu, Aleng selalu memberi tahu Herdi untuk selalu menyisakan uang dalam kotak celengan tadi, paling tidak separuhnya. Agar Ustat Haidir tidak pernah curiga bahwa uang itu mereka curi.

Mustafa yang tadinya berbaring di atas pondok, bangun dan menatap ke arah dua sahabatnya tadi. “Dapat duitnya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun