Mohon tunggu...
Nabil JHJuliano
Nabil JHJuliano Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Mendengar musik, bermain musik, dan berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaset Pita di Era Musik Digital

8 Desember 2023   20:43 Diperbarui: 8 Desember 2023   20:55 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di suatu hari yang cerah, saya berkeliaran di sekitar sudut kota yang jarang saya kunjungi. Langkahku membawaku ke sebuah ruko kecil yang tersembunyi di antara bangunan kota. Di ruko itu, terdapat sebuah toko kaset mungil yang menyita perhatian saya. Anehnya, toko tersebut diberi nama "du.68".

Dengan rasa penasaran, saya melangkah masuk ke dalam toko yang penuh dengan nostalgia itu. Kaset-kaset berderet rapi di rak-rak kayu, memenuhi ruangan dengan aroma khas kertas dan plastik. Saya merasa seperti melangkah kembali ke masa lalu. Seorang remaja yang mengenakan kemeja bermotif sedang duduk di belakang meja kasir dengan senyum ramah.

"Selamat datang di du.68," sambutnya dengan hangat. "Saya Febrio panggil aja papang, penjaga toko ini. Ada yang bisa saya bantu?"

Kami pun mulai berbincang, dan Papang menceritakan kisah panjang tentang toko kaset itu. Ternyata, du.68 bukan hanya sekadar toko kaset biasa. Ini adalah tempat di mana musik, kenangan, dan pertemanan mekar bersama. Papang berbagi cerita tentang bagaimana toko ini lahir dari cinta pemilik toko kaset pada musik kaset dan keinginannya untuk mempertahankan keindahan medium tersebut.

Sementara kami berbicara, saya merasa ada keakraban yang unik di antara kami.Papang tidak hanya berbicara tentang musik; dia juga berbagi kisah hidupnya. Kami menemukan banyak kesamaan, mulai dari hobi yang serupa hingga perjalanan hidup yang melibatkan lika-liku emosional. Tak lama kemudian, kami menjadi teman akrab.

Setiap kali saya mengunjungi du.68, kami selalu menikmati obrolan tentang musik, kenangan, dan kehidupan. Papang bahkan sering memberikan rekomendasi kaset yang jarang ditemui di tempat lain. Kami berdua terlibat dalam perbincangan panjang tentang artis favorit, album klasik, dan momen pribadi yang diiringi oleh musik tertentu.

Suatu hari, Papang mengajak saya untuk mengikuti acara kecil di toko kasetnya. Sebuah pertunjukan musik lokal diadakan di sudut toko yang memang sudah disiapkan untuk acara semacam itu. Beberapa musisi independen tampil, menciptakan atmosfer yang hangat dan ramah. Ini menjadi momen berharga di mana komunitas musik lokal bersatu di du.68.

Tidak hanya menjadi pelanggan, saya juga turut aktif dalam membantu mengembangkan toko ini. Kami bersama-sama menciptakan ruang kreatif di dalam du.68, tempat bagi para penikmat barang barang lawas. Toko kaset yang awalnya hanya menyediakan musik, kini juga menjadi wadah bagi berbagai bentuk seni.

Seiring berjalannya waktu, du.68 semakin dikenal di kalangan pecinta musik dan seni di kota tersebut. Toko kaset ini menjadi pusat budaya kecil yang menyatukan komunitas, menginspirasi orang-orang untuk menggali kenangan dan menemukan keindahan dalam karya seni. Saya merasa beruntung telah menemukan toko kaset ajaib ini dan berteman dengan Papang, Penjaga yang penuh semangat dan kehangatan.

Ketika saya melihat ke belakang, saya menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan toko kaset yang unik, tetapi juga tentang menemukan teman sejati dan menghargai keindahan dalam setiap detik hidup. Du.68 bukan hanya tempat di mana kaset-kaset berkumpul; ini adalah tempat di mana hati dan jiwa bertemu dalam alunan musik dan seni.

Kebetulan saya mendapatkan tugas untuk mewawancarai ini, di dalam kepala saya langsung terlewat satu nama "ah papang!". saya langsung menulis nama Papang di dalam list orang orang yang saya mau wawancarai, Saya langsung menghubungi Papang untuk memberi tahu keinginan saya untuk mewawancarai dirinya sekalian bertemu karena sudah lama juga tidak bertemu dengannya.

Papang setuju untuk diwawancarai, saya dan Papang langsung mengatur waktu pertemuan itu, Pada hari yang ditentukan saya langsung menghampiri toko kaset "du.68" disana terlihat ada pelanggan yang sedang melihat- lihat kaset dan bertanya tanya. Lalu di meja kaset saya melihat Papang dan Opal. Ah iya ada juga Opal yang juga merupakan penjaga toko kaset tersebut.

Opal Lebih lama menjaga toko kaset tersebut, sama seperti Papang. Opal juga sangat mencintai kaset pita, berdua mereka sehari - hari menjaga toko kaset "du.86" tersebut. Saya langsung menyapa mereka dan mengobrol tentang apa saja yang barusan terjadi di kehidupan masing - masing, Opal yang memegang banyak kaset di tangannya, saya sontak bertanya "itu kaset kaset mau diapain pal?" Opal menjawab "ah, biasa bil mau dibersihin" saya yang penasaran mengikuti Opal untuk melihat proses pembersihan kaset itu.

Selagi Opal membersihkan kaset, Papang sibuk melayani pelanggan yang bertanya - tanya tentang kaset pita. Setelah papang selesai meladeni pelanggan - pelanggan yang bertanya saya menghampiri Papang untuk langsung memulai wawancara. Papang yang tak biasa ditanya tanya wawancara seperti itu nampak canggung awalnya.

Namun, seiring berjalannya wawancara, Papang mulai ceria dan berbagi lebih banyak tentang sejarah toko kaset "du.68". Ia menceritakan bagaimana toko ini awalnya hanya sebuah ide kecil yang tumbuh menjadi pusat kegiatan budaya.

Papang dengan antusias menceritakan kisah-kisah menarik di balik setiap kaset yang terpajang di rak-rak kayu toko. Dia memberikan insight tentang bagaimana musik dari berbagai genre telah menyatukan komunitas, mengingatkan orang pada kenangan-kenangan indah, dan memberikan inspirasi yang mendalam.

"Saya percaya bahwa musik memiliki kekuatan untuk menyatukan orang," ujar Papang sambil tersenyum. "Kaset pita mungkin terkesan kuno bagi beberapa orang, tapi bagi kami di sini, ini adalah bagian dari warisan budaya yang patut dijaga."

Papang dan Opal juga berbicara tentang tantangan yang dihadapi oleh toko kaset di era digital ini. Namun, mereka tetap teguh pada visi mereka untuk mempertahankan keunikan dan keaslian medium kaset. Opal menambahkan, "Ketika Anda mendengarkan musik dari kaset, rasanya seperti mengalami perjalanan waktu. Ini adalah pengalaman yang berbeda, lebih pribadi dan akrab."

Selain itu, mereka berdua bercerita tentang acara musik lokal yang diadakan di toko kaset. Papang menggambarkan bagaimana acara tersebut menjadi titik kumpul untuk para pecinta musik dan seni di komunitas, menciptakan ikatan yang erat di antara mereka. Opal menunjukkan kegembiraannya melihat toko kaset menjadi tempat berkumpulnya para seniman lokal yang memiliki tempat untuk mengekspresikan kreativitas mereka.

Wawancara ini juga mencakup percakapan tentang peran saya dalam membantu mengembangkan toko kaset "du.68". Saya bercerita tentang bagaimana kebetulan membawa saya ke toko ini, dan bagaimana hubungan saya dengan Papang dan Opal berkembang dari sekadar pelanggan menjadi teman akrab. Kami berdua tertawa melihat betapa tak terduga dan indahnya perjalanan ini.

Seiring wawancara berakhir, saya merasa terinspirasi oleh dedikasi dan semangat Papang dan Opal dalam melestarikan keindahan kaset pita dan menciptakan ruang untuk seni dan musik di tengah kota yang terus berubah. Du.68 bukan hanya toko kaset; itu adalah tempat di mana kisah hidup, musik, dan seni bersatu, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi siapa pun yang melangkah masuk ke dalamnya.

Dalam perbincangan lebih lanjut, Papang berbagi pandangan mendalamnya tentang evolusi musik dan dampaknya terhadap toko kaset. Dia memaparkan bagaimana toko kaset "du.68" mencoba untuk tetap relevan dengan memasukkan karya-karya musisi lokal ke dalam koleksi mereka. Menurut Papang, mendukung seniman-seniman lokal adalah bagian penting dari misi toko kaset ini.

"Kami percaya bahwa setiap seniman memiliki cerita yang unik, dan musik lokal memainkan peran penting dalam merayakan identitas dan keberagaman kita," ungkap Papang dengan semangat. "Jadi, kami berusaha memberikan platform bagi mereka untuk dikenal oleh lebih banyak orang."

Opal menambahkan bahwa toko kaset "du.68" juga menjadi tempat bagi para seniman lokal untuk mengadakan sesi rekaman kecil dan berbagi karya mereka. Inisiatif ini membantu menciptakan hubungan yang kuat antara toko dan komunitas seni lokal.

Selama wawancara, kami juga membicarakan perubahan-perubahan yang dialami toko kaset sejak awal berdiri. Papang dan Opal mengungkapkan bahwa tantangan terbesar mereka adalah bersaing dengan teknologi digital dan perubahan preferensi konsumen. Namun, mereka bersikeras bahwa keunikan dan nilai historis kaset pita masih memiliki tempat di hati pecinta musik.

"Sementara banyak orang beralih ke streaming dan teknologi modern, kami yakin ada pangsa pasar untuk orang yang ingin merasakan sentuhan romantis kaset pita," ujar Opal sambil tersenyum. "Kami berkomitmen untuk tetap menyediakan pengalaman unik ini bagi mereka yang menghargainya."

Dalam konteks ini, peran saya sebagai pelanggan yang juga turut serta dalam mengembangkan toko kaset menjadi lebih jelas. Saya berbagi pengalaman saya dalam mengajak teman-teman untuk mengunjungi toko ini, mempromosikan acara-acara musik lokal, dan mendukung inisiatif komunitas yang diadakan oleh "du.68". Ini adalah bentuk kecil dukungan yang saya berikan untuk membantu toko kaset tetap hidup dan berkembang.

Seiring wawancara berlanjut, kami juga berbicara tentang mimpi dan harapan mereka untuk masa depan toko kaset. Papang bercerita tentang impian untuk memperluas ruang toko agar dapat menampung lebih banyak acara seni, sementara Opal bermimpi untuk membuka ruang bagi anak-anak muda untuk belajar dan menciptakan musik mereka sendiri.

Akhirnya, wawancara berakhir dengan tawa dan saling berterima kasih antara kami. Saya meninggalkan "du.68" dengan perasaan yang hangat dan inspirasi yang baru ditemukan. Toko kaset kecil ini bukan hanya tempat untuk membeli musik, melainkan merupakan pusat budaya yang hidup, tumbuh, dan terus menginspirasi komunitas di sekitarnya.

Melalui wawancara ini, saya menyadari bahwa toko kaset "du.68" tidak hanya mewakili kisah satu toko, melainkan juga cerminan betapa pentingnya peran budaya dan seni dalam membentuk dan menghidupkan komunitas. Sebuah cerita yang dimulai dari kebetulan, tumbuh menjadi sebuah perjalanan yang memperkaya dan menghubungkan banyak orang di sepanjang jalan.

Berikut ini saya juga mencantumkan cara merawat kaset pita yang diajarkan oleh Opal kepada saya.

Merawat kaset pita memerlukan perhatian khusus untuk memastikan umur pakai dan kualitas suara yang optimal. Berikut adalah beberapa cara untuk merawat kaset pita:

Simpan kaset dalam lingkungan yang baik, hindari suhu ekstrem dan kelembaban yang tinggi. Simpan kaset di tempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung.

Jauhkan kaset dari magnet dan perangkat elektronik lainnya, seperti speaker besar, karena ini dapat merusak rekaman.

Gunakan tas penyimpanan khusus untuk melindungi kaset dari debu dan kotoran, serta untuk mencegah goresan atau benturan.

Pastikan kaset bersih sebelum diputar dengan membersihkannya secara lembut menggunakan kuas khusus untuk membersihkan pita dan kepala pembaca di pemutar kaset.

Hindari menyentuh langsung bagian pita kaset. Pegang kaset dengan menyentuh sisi-sisi tepi atau gunakan penjepit khusus.

Rewind kaset dengan hati-hati setelah selesai memutarnya untuk mencegah keausan pada pita.

Hindari pemutaran berulang-ulang, terutama pada bagian tertentu, untuk mengurangi risiko keausan.

Lakukan pemeriksaan rutin pada kaset, terutama jika jarang digunakan, untuk mendeteksi tanda-tanda jamur atau keausan.

Beri label pada setiap kaset dengan jelas untuk memudahkan penemuan tanpa harus membukanya, mengurangi risiko kontaminasi.

Pastikan pemutar kaset dalam kondisi baik dengan membersihkan kepala pembaca secara teratur dan melakukan pemeliharaan rutin.

Dengan merawat kaset pita sesuai dengan tips di atas, Anda dapat menjaga kualitas suara dan memperpanjang umur pakai kaset pita Anda.

Disini saya juga mencantumkan cara merawat pemutar kaset yang diberi tau oleh Papang kepada saya.

Merawat pemutar kaset merupakan langkah penting untuk memastikan kualitas suara yang optimal dan umur pakai perangkat yang panjang. Berikut beberapa cara yang dapat diambil untuk merawat pemutar kaset:

Bersihkan kepala pembaca pemutar kaset secara teratur menggunakan cairan pembersih khusus atau alkohol isopropil. Gunakan cotton swab atau stik kapas untuk membersihkan kotoran dan residu yang menempel pada kepala pembaca.

Periksa dan bersihkan bagian-bagian lain dari pemutar kaset, seperti rol, capstan, dan pinch roller, untuk memastikan tidak ada debu atau kotoran yang menghambat kinerja mesin.

Periksa keadaan sabuk penggerak, dan gantilah jika sudah aus atau kendur, untuk memastikan pemutaran yang lancar.

Atur tegangan sabuk penggerak sesuai dengan petunjuk manual pemutar kaset, hindari tegangan yang terlalu kencang atau terlalu longgar.

Pastikan pemutar kaset terlumasi dengan baik sesuai petunjuk manual, untuk menjaga kestabilan dan kelancaran operasi mekanis.

Gunakan pemutar kaset dengan bijak, hindari pemakaian berlebihan yang dapat menyebabkan keausan pada bagian-bagian mekanis.

Simpan pemutar kaset di tempat yang bersih dan terlindung dari debu serta kotoran, serta hindari suhu yang ekstrem dan kelembaban yang tinggi.

Perbaiki masalah dengan cepat jika Anda mengalami masalah dengan pemutar kaset, seperti suara yang terdistorsi atau pemutaran yang tidak konsisten.

Dengan merawat pemutar kaset secara rutin dan sesuai petunjuk manual, Anda dapat memastikan perangkat tersebut tetap berkinerja baik dan memberikan pengalaman mendengarkan musik yang memuaskan.

Berikut Juga saya mencantumkan mengenai sejarah kaset Inpres I/V/80 yang merupakan kaset paling langka yang dipunya papang.

Sekumpulan mahasiswa dan mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada jaman itu ditengah udara dingin pagi Bandung bulan February 1980 tidak dapat melepaskan penginderaan mereka terhadap peristiwa eksekusi mati Kusni Kasdut yang terjadi di Greges Surabaya, peristiwa itulah yang mereka lukiskan di dalam album ini dan tema-tema sosial lainnya. INPRES adalah nama grup mereka, angka romawi I adalah notasi untuk album pertama, angka romawi V adalah jumlah personil mereka dan '80 adalah tahun dimana album ini dirilis. Album ini hanya sempat beredar di masyarakat sekitar 2-3 bulan saja, ketika itu Pangkopkamtib meminta agar nama Inpres ( Instruksi Presiden) yg mereka gunakan diganti dengan nama lain, pihak Musica menyampaikan problema tersebut kepada personil Inpres, tapi Inpres menolaknya, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pihak Musica akhirnya menarik distribusi album ini yang telah tersebar.

INPRES terdiri dari Tulus Setio atau yang akrab disapa Cok Rampal dari jurusan Seni Rupa menggunakan instrument mandolin, banjo, gitar, ukulele, string, steel gitar dan vokal. Harry Soekar atau yang akrap disapa Harry Sulistiarto dari jurusan patung menggunakan instrument gitar 12 tali, harp, perkusi, bass drum, dan vokal. Rasmini atau Sarah David dari jurusan desain tekstil, menggunakan instrument bellyre, suling blok dan vokal. Bambang Supriyadi atau yang akrab disapa bang Jo dari jurusan patung menggunakan instrument seruling besi, gitar, banjo tenor, dan perkusi. Sulis dari jurusan Teknik Planologi menggunakan instrument bass gitar, clarinet, piano, snaredrum, cymbals dan vokal. Banyak nya register peralatan yang digunakan membuat album ini kaya akan harmoni sound yang indah, eksplorasi dari filosofis instrument musik yang digunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun