Mohon tunggu...
Lody Purba
Lody Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Vinsensius Lodhewiek Purba

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film

Tionghoa di Negeri Bhinneka Tunggal Ika, Kontroversi Film "Blind Pig Who Wants To Fly" (2008)

13 November 2022   22:52 Diperbarui: 13 November 2022   23:05 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinopsis Film Blind Pig Who Wants To Fly (2008)

Film Blind Pig Who Wants To Fly yang masuk dalam kategori film drama ini di pimpin produksinya oleh Edwin seorang asli Etnis Tionghoa, dan diperankan oleh Ladya Cheryl sebagai Linda, Clarine Baharrizki sebagai Linda kecil, Joko Anwar sebagai Yahya, Andhara Early sebagai Salma, Pong Harjatmo sebagai Dokter Halim, Carlo Genta sebagai Cahyono, Elizabeth Maria sebagai Verawati dan Wicaksono sebagai Romy.

Film berdurasi satu jam tujuh belas menit ini mengisahkan beberapa karakter dengan obsesi mereka masing-masing dan mewakili keresahan serta harapan kaum minoritas.

Berbicara tentang perfilman tentu ada regulasi yang menjadi benteng yang harus bisa dilewati oleh tim produksi film Film yang dapat diedarkan harus memiliki Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).

Misalnya, film tersebut dengan sengaja bertujuan untuk mendiskriminasi ras, suku, atau golongan tertentu dan berisi tentang pornografi (eksploitasi seksual), penyalahgunaan narkotika, perjudian, kekerasan, agama, dan harkat dan martabat manusia.

Dalam melakukan penyensoran, setiap anggota LSF telah terpateri empat elemen dasar yang telah ditetapkan oleh PP. No.7/1994.

Keempat elemen yang dinilai Lembaga Sensor Film (LSF) meniadi pembuka kunci dalam menentukan kelayakan tayang sebuah film yaitu mengenai isi materi sensor yang diantaranya:

a.Penilaian sisi keagamaan

b. Penilaian sisi ideologi dan politik

c. Penilaian sisi sosial budaya masyarakat

d. Penilaian dari sisi ketertiban umum

(Vita, R. A. 2022: 50).

Kontroversi Film

Berbicara mengenai konteks dalam Blind Pig Who Wants To Fly, secara keseluruhan film ini mencoba mengangkat isu-isu sosial yang kerap terjadi dalam realita kehidupan di sekitar kita.

Setiap permasalahan yang dialami tokoh mewakili satu isu yang melekat dalam sosial masyarakat kita. Kisah Verawati dan Halim mencoba mengangkat permasalahan dalam rumah tangga - kasus perselingkuhan dan juga isu seputar agama.

Kemudian Cahyono mengangkat masalah rasisme dan efek psikologis yang dihasilkannya. Helmi dan Yahya mewakili serpihan kisah homoseksual di Jakarta, yang keberadaannya masihlah minoritas.

Linda tampak menjadi tokoh penetral dari seluruh masalah yang dihadapi tokoh-tokoh lain. Sebegitu banyak-nya konteks kehidupan sosial yang diangkat di dalam film Blind Pig Who Wants To Fly,

tetapi yang akan menjadi ruang lingkup perhatian penulisan Analisa Konteks kali ini yakni isu rasisme yang direpresentasikan lewat percikan kisah tokoh Cahyono.

Sosok Cahyono diceritakan sebagai anak laki keturunan China (Tiong Hoa), ia mengenal Linda dari mulai keduanya duduk di bangku sekolah dasar di tahun sekitar 1998 dimana isu diskriminasi Tionghoa di Indonesia mulai merebak, setiap pulang sekolah dirinya selalu menjadi bahan ledekan teman-temannya, dikarenakan ia seorang China (Tiong Hoa).

Makna Film 

Pesan dan Makna terselubung dalam Film Blind Pig Who Wants To Fly (2008), tiga narasamber sudah pernah menonton film Blind Pig Who Wants To Fly dan masing-masing memiliki pemaknaan film yang berbeda.

Penonton pertama yaitu ERP, berusia 25 tahun, seorang alumni Prodi Tekno Biologi 2020, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dalam pemahamannya, film ini merupakan satir bahwa tidak hanya yang minoritas saja, yang mayoritas sebetulnya juga belum tentu untuk mampu melakukan kehendaknya sebebas mungkin. Pemaknaan judul jika di terjemahkan ke Bahasa Indonesia adalah "Babi Buta Ingin Terbang". Menurut ER "Babi Buta" mengarah pada kaum minoritas, sedangkan "Ingin Terbang" bermaksud kaum minoritas ini ingin mendapatkan kebebasan.

Penonton Kedua yaitu FEW, berusia 21 tahun yang merupakan seorang pekerja. Mendapat pemaknaan film dari sebuah scene film, Ketika seekor babi yang diikat memberontak seperti babi yang ingin bebas ke alam yang luas dan akhirnya dilepas di akhir film. Menurut FEW scene tersebut bermaksud pada kaum tionghoa yang pada masa itu ingin bebas . percuma perjuangan pahlawan Indonesia yang sudah mempertaruhkan nyawa untuk menjunjung semboyan Bhinekka Tunggal Ika jika Bangsa Indonesia masih saling mendiskriminasi etnis.

Penonton Ketiga yaitu MZI, berusia 20 tahun, seorang mahasiswa prodi Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Babi Buta yang Ingin Terbang adalah seluruh penggalan cerita tersebut. Film ini mengisahkah pengalaman-pengalaman penuh cobaan tentang kehidupan komunitas minoritas yang hingga kini mungkin masih belum juga terpenuhi harapannya.

Daftar Pustaka

Astuti, R. A. V. N. P. (2022). Buku Ajar: Filmologi Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun