Langit kelam, kelam menembus relung hatiku. Selalu saja terasa berat bertemu dengan yang namanya perpisahan ini, hari hari berjalan cepat, terasa cepat sekali.  Walau perpisahan adalah sunnatullah, walau ia telah diciptakan mendampingi Pertemuan. Walau semua orang tahu bahwa setiap pertemuan selalu dan pasti akan diikuti dengan perpisahan. Rasanya tetap berat, berat. Berpisah dengan keluarga di kotaraja, meninggalkan ayah, ibu dan nenek. Meninggalkan 3 orang yang telah menempa hidupku dan mengukirnya lukisan yang teramat indah.
Sosok ayah bagiku adalah sosok yang teramat aku cintai, itulah yang membuatku teramat berat untuk berpisah. Masih teringat diriku akan cerita cerita masa kecil yang selalu didongengkan menjelang tidurku. Ketika Ayah, berangkat mencari sesuap nasi di mataram. Satu sejarah ayah yang membekas dikepalaku adalah cerita tantang perjalannya mengantarkan kayu ke mataram. Waktu itu,  hanya ada beberapa kendaraan saja yang ada di desa kami, hanya ada beberapa saja manusia yang punya Televisi. Ayah berangkat bersama sama temannya untuk mengantarkan kayu ke mataram, dengan sebuah truk besar. Jalan jalan masih kecil dan tidak semulus sekarang, kiri kanan masih hutan. Sesampai di mataram, kayu diturunkan dan entah apa yang terjadi, ayah tertinggal sendiri di mataram. Truk yang dipakai menumpang sudah pulang duluan. Akhirnya ayah pulang  ke kotaraja dengan berjalan kaki, menempuh perjalanan sekitar 50 km. Alhamdulillah, beliau sampai juga ke rumah kami.
Ayah terima kasih nanda haturkan kepadamu
Yang telah mendidik dan membesarkanku bersama ibu
Ayah engkaulah guruku yang terbaik sepanjang usiaku
Yang telah membimbing masa kecilku meniti jalan TuhankuAllah s’moga Kau berkenan
Membalas s’gala kebaikannya
Menerimanya, dan meridhoinya
Di hadirat-Mu[suara persaudaraan]
Sementara ibu, selain menjadi pendamping hidup ayah. Ibu adalah arsitek rumah kami, ekonomi keluarga sebenarnya lebih banyak mengalir dari usaha berdagangnya di pasar, dan itu tidak membuatnya merasa diatas angin didepan ayah. Ini yang paling aku banggakan. Alhamdulillah, keuletan dan kesabarannya membuahkan hasil yang membanggakan, berhasil mengangkat perekonomian keluargaku
Nenek, Sosok wanita yang kuat. Di usainya yang ke 83 tahun, Beliau adalah orang yang sangat konsisten dalam menjalani hidup. Beliau tidak bisa baca tulis, juga tidak bisa membaca alqur’an. Tapi semangat untuk mengabdi kepada Sang Khalik begitu luar biasa. Di usia yang senja, setiap minggu paling tidak 3 tempat beliau datangi untuk mengaji. Ada yang di lombok tengah, tapi rata rata di lombok timur. Untuk menyenangkannya cukup memberi sebotol parfum dan uang akomodasi untuk pengajian.
Tiga sosok inilah yang selalu aku ingat, Â apalagi sejak SMA sudah kutinggalkan untuk sekolah. Ku ingin, dimasa tua mereka aku bisa berada disisi mereka, melayani dan menjadi penghibur hati. Ya Allah, Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku, Berkahilah hidup mereka. Siram mereka dengan kesejukanMu. Berikanlah aku kesempatan untuk berbakti kepadanya sebaga rasa syukurku kepadaMU yang telah melahirkanku diantara mereka.
Pagi itu, Â kesedihanku semakin terasa, karena harus berpisah dengan istri dan mertuaku. Mereka adalah orang orang baru dalam hidupku, belum genap 5 tahun bersama mereka. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku lekat. Allahlah yang telah mengikat hati kami sehingga bisa seerat ini. Kini aku harus berpisah dengan mereka. Tangisan anakku semakin membuat hatiku pilu, tapi aku tahan sekuatnya, tak akan kubiarkan air mataku bercucuran didepan anak dan istriku.
Kereta telah bergerak, membawaku melaju ke arah barat pulau terpadat di negeri ini.