Mohon tunggu...
Liza Irman
Liza Irman Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bumi Manusia, Nasibmu Dulu dan Kini

29 Mei 2018   12:05 Diperbarui: 30 Mei 2018   04:56 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Makjleb!" 

Saya sendiri juga masih berada dalam dilema. Di satu sisi saya berusaha optimis, "adil sejak dalam pikiran". Setidaknya generasi Z jadi tahu keberadaan Pram, karena berharap sekolah meningkatkan apresiasi dan kecintaan karya Pram, tenggelam di dalamnya, menyelaminya, merasakan getaran jantungnya dan membedah sampai ke tulang-tulangnya adalah hil yang mustahal seperti mengharap gajah terbang. 

Meski netizen berkomentar: "lagian Pramoedya itu siapa sih? Cuman penulis baru terkenal kayaknya.. masih untung dijadiin film, dan si Iqbal mau meranin karakternya.. biar laku bukunya"...ditambah komentar-komentar dangkal lainnya dari anak jaman sekarang, tetapi kalau bisa membuat mereka mulai membaca, kenapa tidak? 

Dan bukannya karya-karya Pram yang lain dapat ikut terangkat kalau filmnya bisa diterima bahkan oleh fans fanatiknya Iqbaal "Minke" Ramadhan sampai bulu-bulunya ketimbang pemutaran film Tan Malaka yang bahkan ditolak di Padang, kampung halamannya sendiri? Apalagi skenario digarap oleh Salman Aristo yang cukup baik menyusun plot berdasarkan penilaian saya pribadi saat mengikuti "Creative Writing for Film Workshop"-nya di UWRF 2007.

Begitulah saya yang positif mencoba mengambil hikmahnya. 

*tarik napas dalam-dalam...hembus...

Tapi kemudian si saya yang masih sulit menerima kenyataan ikut berpendapat. 

Bahwa Bumi Manusia akan digarap oleh orang itu yang telah menurunkan kualitas tokoh-tokoh besar sekelas Soekarno, Ahmad Dahlan dan Kartini melalui filmnya yang digambarkan hanya sekedarnya tanpa observasi mendalam.

Orang yang sama yang begitu ahli membuat efek dramatis dan juga menganggap Bumi Manusia hanya sebatas hubungan cinta Minke dengan Annelies. Orang yang sama yang menganggap Bumi Manusia merupakan novel yang sangat ABG dan lebih ringan ketimbang "Ayat-Ayam Cinta". 

Emosi saya pun ikut tersulut seperti para pengagum Pram lainnya. Mengutip perkataan Ariel Heryanto, "sekejam-kejamnya Kejaksaan Agung zaman Orde Baru yang melarang BUMI MANUSIA, kayaknya tidak lebih kejam ketimbang pernyataan-pernyataan sutradara film BUMI MANUSIA yang menyiksa batin para pecinta novel itu."

"Arrrghhh...sungguh melelahkan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun