Mohon tunggu...
Liza Irman
Liza Irman Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Hidup di Negara Keras, Guru Menyakiti Murid... Malah Didukung

8 Juni 2016   18:46 Diperbarui: 8 Juni 2016   18:50 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kau sekarang bertanya-tanya mengapa perilaku pria ini dapat membuatku bingung setengah mati?

Saat itu ia pendeta biasa yang juga jadi Kepala Sekolah, dan aku duduk di temaram lampu kapel sekolah, mendengarkannya berkotbah tentang Gembala Tuhan, dan tentang Kasih dan Pengampunan dan sebagainya, lalu benak mudaku menjadi amat bingung. Aku tahu persis semalam pengkotbah itu tidak menunjukkan Pengampunan maupun Kasih saat mencambuk anak lelaki kecil yang melanggar peraturan.

...

Kupikir ini semua yang membuatku mulai memiliki keraguan tentang agama dan bahkan tentang Tuhan.

Yaaa...kekerasan sepertinya ada di agama manapun. Karena pengalaman Roald Dahl  mengingatkan saya saat SD, belajar mengaji di Madrasah. Kalau waktu pulang kita tidak bisa hapal surat pendek, maka bisa dipastikan tangan kita panas, akibat pukulan penggaris kayu panjang. Di tempat ini saya belajar tentang Nabi Muhammad yang katanya selalu lembut & tidak pernah melakukan kekerasan pada anak-anak. Tapi memang, lebih mudah meniru jenggot & pakaiannya, ketimbang perilaku beliau.

Dipukul di tangan sepertinya sudah makanan sehari-hari buat saya. Tapi bisa dipastikan, pukulan2 tersebut tidak membuat saya terbiasa & saya juga tidak menikmatinya. Waktu kecil, karena saya kidal dan menulis dengan tangan kiri, maka tangan itu selalu dipukul berkali-kali oleh guru, sampai saya bisa menulis dengan tangan kanan.

Waktu pindah ke Jakarta, kelas 3 SD, saya bersekolah di sekolah Katolik selama setahun. Sekolah yang juga menakutkan. Saya pikir, saya sudah bisa terhindar dari pukulan di tangan kiri, karena saya (akhirnya) sudah bisa menulis dengan tangan kanan. Tapi di sana ada kegiatan makan bersama. Dan waktu ketahuan makan dengan tangan kiri, lagi-lagi tangan tersebut jadi korban: dipukuli bertubi-tubi.

Di sekolah ini, anak-anak harus diam saat guru menjelaskan. Kalau ada yang berisik, maka mulutnya akan ditempelkan lakban hitam sampai jam sekolah berakhir. Beberap teman saya pernah dilakban. Dan saya pikir, aturan ini tidak berlaku kalau kita hendak bertanya mengenai pelajaran. Ternyata saya salah. Waktu ada soal yang saya tidak mengerti & saya bertanya pada guru, mulut sayapun dilakban. Rasanya tidak enak sekali.

Waktu SMP, teman-teman satu kelas (termasuk saya), disuruh menjulurkan kedua tangan dan dipukul dengan penggaris panjang oleh guru Bahasa Inggris, kalau tidak bisa menjawab pertanyaan. Soal yang dia berikan susah sekali. Dan dari ujung kiri depan sampai ujung kanan belakang, kami semua kena pukulan di bangku kami masing-masing.

Guru agama di SMP juga pernah memukul saya. Berawal dari pertanyaan saya, "kenapa dalam pelajaran sejarah dibilang manusia berasal dari kera & berevolusi, sementara dalam agama kita dipercaya manusia berasal dari Adam & Hawa yang berbentuk manusia?" Setiap dia menjawab, saya bertanya lagi & lagi. Sampai akhirnya, dia tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan saya, saat itulah pukulan yang saya dapatkan.

Waktu SMA, saya cukup aktif: Ketua eksul Fotografi & Desain Grafis, mengadakan pameran & pelantikan, terlibat dalam semua kepanitiaan pada kegiatan-kegiatan sekolah, membuat kalender & Buku Tahunan sekolah, dll. Karena itu, saya sering mondar mandir ke ruang Wakasek bidang Kesiswaan, karena berhubungan dengan perijinan & dana. Setiap saya ke ruangannya, bukan dukungan yang saya peroleh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun