Karya yang dapat dijadikan acuan adalah cerpen-cerpen yang ditulis oleh Djenar Maesa Ayu. Beliau kerap menggunakan satu nama yang sama, yaitu “Nay” untuk menamai karakter-karakter utamanya.
Skenario 2: Kompasianer ingin membuat cerpen yang sarat akan metafora atau petunjuk-petunjuk makna yang bertebaran di mana-mana, dan setiap tokohnya merepresentasikan sesuatu yang lain, maka gunakan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan metafora yang Kompasianer kehendaki sebagai nama tokoh.
Misalnya, jika tokoh rekaan Kompasianer adalah wujud manusia dari tanah air (dengan kata lain, Kompasianer “memanusiakan” tanah air), maka tokoh ini dapat diberi nama Pertiwi (dari Ibu Pertiwi), dan seterusnya.
Jika Kompasianer telah merampungkan cerpen dan menerapkan usulan- usulan di atas namun tiba-tiba Kompasianer mendapatkan ide nama tokoh yang lebih baik? Ya cukup diganti seluruhnya saja dengan fitur “replace” yang ada di Microsoft Word. Keuntungannya justru berkali-kali lipat, cerpen selesai, nama tokoh pas, dan tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.
b. Tokoh Tidak Harus Manusia
Ketika menciptakan tokoh dalam cerpen, jangan selalu membayangkan seorang manusia. Bebaskan pikiran dan lihatlah sekitar. Apa saja bisa menjadi tokoh cerpen, baik itu hewan, tumbuhan, bahkan benda mati. Pahami baik-baik bahwa cerpen karangan Kompasianer sepenuhnya berada di bawah kendali Kompasianer.
Misalnya Kompasianer merasa bahwa dalam dunia Kompasianer, matahari dapat berbicara dan merasa, maka tulislah demikian. Jadikan matahari sebagai tokoh dalam cerpen.
Jika Kompasianer suka apabila tokoh-tokoh manusia dan tokoh-tokoh hewan dapat bercakap, maka tulislah demikian.
Saya ingat pernah membaca sebuah cerpen di Majalah Hai tentang kisah permasalahan sepasang manusia (suami istri) dalam sebuah rumah, di mana seluruh kejadian dalam cerpen tersebut dilihat dari sudut pandang seekor kecoak.
Cerpen itu sangat menarik dan ada element of surprise-nya karena pembaca baru mengetahui bahwa narator dari cerpen tersebut adalah kecoak di akhir cerpen.
Bisa dibilang itu adalah cerpen terunik yang pernah saya baca saat itu (saya masih SMP atau baru duduk di bangku SMA saat itu).