Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Perbandingan Plot Film "Parasite" dan "Joker"

26 Februari 2020   09:09 Diperbarui: 26 Februari 2020   23:42 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai, Kompasianer!

Joker dan Parasite bisa dibilang adalah dua film layar lebar yang paling sukses mencuri perhatian publik dari berbagai kalangan dalam satu tahun terakhir ini. Opini mengenai film mana yang layak membawa pulang piala Oscar pun sempat cenderung terbagi menjadi dua kubu besar. 

Publik juga membanding-bandingkan kedua film ini dari berbagai sisi. Karenanya, saya (yang kebetulan penikmat DC, film thriller, dan film-film berplot dark) tertarik untuk membandingkan keduanya dari sisi plot. 

Dalam artikel ini, saya akan memberikan pandangan saya pribadi terkait unsur-unsur yang ada dalam plot dua film ini. Oh ya, akan ada spoiler bertebaran di sini. 

Selamat membaca!

1. Unreliable Narrator

Sebelumnya, saya pernah membahas mengenai unreliable narrator secara rinci, yang dapat dibaca di sini. Singkatnya, unreliable narrator atau pengisah lancung adalah sebuah konsep cerita di mana tokoh-tokohnya menggiring penonton untuk percaya pada suatu fakta (melalui monolog, dialog dan adegan-adegan dalam film), kemudian pada akhirnya terbongkar bahwa hal-hal yang dipercaya sebagai fakta tersebut sama sekali bukan fakta. Konsep unreliable narrator juga dapat ditemukan dalam film The Invisible Guest (2017) dan tentunya film legendaris Fight Club (1999).

Unreliable narrator memang bukan konsep besar yang utama dalam Film Joker, namun konsep ini ada dan berperan menambah kesan "sakit" dalam film yang disutradarai oleh Todd Phillips ini. Sudut pandang dalam film ini adalah sudut pandang orang pertama. Sehingga, penonton melihat segalanya melalui kacamata tokoh sentral, yaitu Joker (Joaquin Phoenix) sendiri. 

Berdasarkan analisis William Riggan, ada empat jenis unreliable narrator, di antaranya the picaro, the madman, the clown dan the naif (yang masing-masing maknanya dapat dibaca di sini). Untuk Film Joker sendiri, jenis unreliable narrator yang digunakan adalah the madman. 

Hal ini dikarenakan Joker memiliki penyakit mental yang membuatnya banyak berhalusinasi (seperti halusinasi flashback menjadi penonton Murray (Robert de Niro) di studio, dan kisah cinta bersama seorang perempuan yang tinggal satu gedung dengannya (Zazie Beetz). 

Semua halusinasi tersebut terlihat nyata (sebelum akhirnya terbongkar) karena penonton melihat semua kejadian tersebut dari kacamata si madman sendiri. Menjelang akhir film, penonton dikejutkan dengan fakta yang sebenarnya dan tersaji lah bagian alur twisty-nya.

Berbeda dengan Film Joker, dalam Film Parasite garapan sutradara Bong Joon-ho, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Di sini, unreliable narrator (dengan jenis the liar) justru adalah konsep yang digunakan oleh keluarga Kim (Song Kang-ho, Choi Woo-shik, Park So-dam dan Jang Hye-jin) untuk memanipulasi keluarga Park (Lee Sun-kyun, Cho Yeo-jeong, Jung Ji-so dan Jung Hyeon-jun). 

Ketika akhirnya kebenaran (bahwa seluruh pekerja di rumah keluarga Park, adalah satu keluarga) terbongkar di depan Moon-gwang (Lee Jung-eun), mantan asisten rumah tangga Park, penonton tidak terkejut. 

Pun ketika ayah keluarga Kim memprioritaskan untuk menyelamatkan anak perempuannya ketimbang anak laki-laki Park setelah adegan penyerangan oleh suami Moon-gwang (Park Myung-hoon)  sebagai clue bahwa mereka memiliki relasi, lagi-lagi yang terkejut bukan penonton. Hal ini dikarenakan penonton telah mengetahui semua rencana keluarga Kim. Sehingga, kedua adegan tersebut bukanlah plot twist di mata penonton.

imdb.com
imdb.com
2. Si Kaya dan Si Miskin

Baik Film Joker maupun Parasite mengusung isu kesenjangan sosial. Perbedaannya terletak pada skala kesenjangan tersebut.

Dalam Film Joker, Joker dan ibunya digambarkan sebagai keluarga yang miskin dan menyedihkan. Sementara, Wayne adalah orang kaya yang berpengaruh di kota Gotham. Meski kelihatannya film ini hanya sesederhana si miskin yang memberontak karena diperlakukan tidak adil, namun film Joker jauh lebih dalam dari itu. 

Film ini mengangkat isu dua faham besar, yaitu anarkisme dan fasisme. Seperti halnya penganut faham apapun pada umumnya, tujuan utama Joker dalam film ini adalah menyuarakan idealismenya. Dan tentu saja, Film Joker bukan satu-satunya film yang mengusung dua faham tersebut. Ada V for Vendetta (2005), karya DC lain yang mengangkat tema serupa.  

Bisa kita lihat bahwa Joker menunjukkan ekspresi bahagia yang tulus untuk pertama kalinya sesaat setelah ia menyadari bahwa ada banyak orang mulai memakai topeng badut dan menjadikan badut sebagai ikon pergerakan. Ekspresi bahagia juga ditunjukkan setelah ia membunuh Murray dalam siaran langsung di studio. 

Lantas, semakin bahagia ketika pergerakan anarkisme yang dipeloporinya berhasil memporak-porandakan Kota Gotham. Uniknya, meski kemiskinan adalah hal yang terus menerus ditampilkan dalam film, pada akhirnya bukan kekayaan yang membuat tokoh sentral kita tertawa dengan puas, melainkan ya... terwujudnya pergerakan idealisme yang ia cita-citakan.

Sementara Film Parasite berkutat pada kehidupan dua keluarga dari tingkat ekonomi yang berbeda. Mereka berjuang untuk keluarga masing-masing. Keluarga Park berjuang untuk meningkatkan perekonomian mereka, keluarga Kim berusaha untuk mempertahankan kesempurnaan keluarga mereka. 

Tentunya, jangan lupakan Moon-gwang dan suaminya, yang juga berjuang untuk diri mereka sendiri. Pada akhirnya, setelah adegan klimaks chaos di pesta ulang tahun anak Keluarga Park, apakah ayah dari keluarga Park merasa puas telah melakukan pembunuhan? Tidak, karena yang mereka takutkan selama ini adalah jika ketahuan miskin, dan mereka tidak akan pernah merasa terpenuhi selama ketakutan tersebut masih ada.

Kita dapat melihat bahwa kedua film ini sama-sama diawali dengan pengenalan tokoh-tokoh yang hidup menderita di bawah garis kemiskinan. Selain itu, kedua film ini juga sama-sama menggambarkan dua sosok si kaya yang memiliki kehidupan yang serba terbalik dengan si miskin. Namun, diakhiri dengan respon yang sama sekali berbeda. 

Uniknya, meski permasalahan kesenjangan sosial ini adalah hal yang sangat umum terjadi di kehidupan nyata sehari-hari, dua film ini berhasil  menghadirkan sisi menarik dari hal tersebut dengan keliaran plot-nya.

imdb.com
imdb.com
Terima kasih sudah membaca. Meski bukan berupa rekomendasi dan belum sedalam artikel-artikel interpreasi, namun semoga artikel kali ini juga berkenan dan bermanfaat!

-

Baca juga:

Review Film Lainnya

Artikel Edukatif Seputar Fiksi dan Bahasa

Fiksi

Jamuan Melahap Matahari
-
Kontak
surrealiv@gmail.com
Instagram.com/livilivilivilivilivi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun