Meski telah berkisah tentang tentang banyak tokoh lain, pada akhirnya saya tetap kembali duduk sila di hadapan Luana, di lantai ruangan paling luas di rumah menulis ini. Luana selalu mengharap. Kadang ia mengharap Angkasa, kadang ia hanya mengharap segelas air putih.
Jika kamu kira seluruh tulisan ini fiksi, kamu salah. Rumah menulis ini benar-benar ada, bukan hanya itu, tahun ini adalah tahun kesembilan sejak rumah ini selesai dibangun. Luana juga benar-benar ada. Luana adalah perempuan seusiamu yang belum lama ini kamu kata-katai, padahal ia mengharap sekali saja telinganya tak panas. Luana juga adalah gadis kecil yang setiap hari meminta-minta mengharap uang (atau peluk) di lampu merah ketika kamu terjebak macet. Bisa jadi juga, Luana adalah perempuan yang kini mulai menua, yang melahirkanmu bertahun-tahun yang lalu, dan mengharap kebahagiaanmu.
Luana adalah pemilik sepasang mata yang persis matamu, yang bisa kamu temui setiap kali menatap cermin. Kamu yang paling tahu dia mengharap apa.
Rumah Menulis Kompasiana,
11-11, L
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H