Hal itu diumumkan langsung oleh Kepala Petugas Medis Inggris Chris Whitty. Kedua pasien tersebut merupakan anggota keluarga yang sama.
Hingga saat ini sudah terdapat 19.522 kasus, 1.228 Meninggal dunia serta 135 orang dinyatakan sembuh.
Sepakbola dan virus Pandemi
Dilansir dari Panditfootball, Jauh sebelum mewabahnya virus corona, dunia sempat diguncang dengan pandemi bernama Flu Spanyol. Resiko kematiannya pun cukup besar, mampu mencapai 20 persen. Tak ayal jika virologis Amerika Serikat Jeffery Taubenberger menjuluki Flu Spanyol sebagai "The Mother of All Pandemics."
Dengan jumlah penduduk dunia yang baru mencapai 1,7 miliar, 60 persen penduduk dunia di tahun 1918 terjangkit virus ini. Penyebaran ini juga ditunjang dengan mobilitas tinggi tentara akibat PD I gelaran pertandingan sepakbola.
Pada edisi 1918, turnamen itu berjalan di tengah badai flu Spanyol. Seakan tak takut dengan ancaman flu Spanyol, Piala Raja terus berjalan dan melahirkan Real Unin sebagai juaranya setelah mengalahkan Madrid FC (kini Real Madrid) 2-0. Pertandingan ini memberikan dampak terhadap penyebaran virus Flu Spanyol kepada sebagian besar penonton yang hadir di stadion Campo de O'Donnell.
Bentuk pengabaian terhadap resiko penyebaran Flu Spanyol lainnya terjadi di Britania Raya. Penyebaran virus yang begitu cepat, diawali dengan kepulangan para serdadu dari Perancis usai PD I. Sontak 228 ribu jiwa melayang di Inggris akibat Flu Spanyol.
Flu ini kemudian menyebar hingga ke Amerika Selatan juga dengan kasus yang sama, yakni mengabaikan virus ini. Gelaran Sepakbola tetap digelar. Alhasil sekitar 14.000 nyawa melayang
Nampaknya para penggiat sepakbola tidak berkaca pada Pandemi terdahulu. Meletakkan kepentingan bisnis diatas keselamatan banyak orang. Arogansi membuat sepakbola bukanlah penghibur melainkan pengubur dan awal malapetaka corona di Eropa, begitulah kata-kata yang tepat menggambarkannya.
*Semua data disadur dari situs Worldometers
Kupang, 31 Maret 2020