"Ngikut aja." ucapnya pasrah.
"Masa iya kalian mau ninggalin aku sendirian sih? Sungguh keterlaluan, kalian tega." Keluh Zen yang dibuat-buat seperti orang alay, padahal niatnya hanya bercanda.
"Jijik, Zen." sahut Ali yang membuat tawa Zen terdengar.
Zen tersenyum, "Aku tau kalian tidak terbiasa dengan bau khas pasar tradisional, tapi setidaknya dengan kalian merasakan seperti ini kalian tidak akan menjadi manusia yang dikit-dikit ngeluh. Tunjukkan dong kalau kalian itu laki-laki."
"Ngeledek banget sih kamu," balas Ahmad dengan tatapan sinis.
Dalam hati, rasanya Zen ingin tertawa puas. Dia melanjutkan langkahnya.
"Tinggal satu lagi, kita harus beli cabai besar. Itu toko nya." ucap Zen sambil menunjukkan.
"Ya Allah, kapan kami bisa keluar dari pasar ini?" Gumam Ali dalam hati yang sudah menampakkan wajah seperti orang kelelahan. Akan tetapi, wajahnya terlihat sangat lucu karena bulatan seperti donat di pipinya.
Ahmad menoleh, dia melihat wajah Ali yang menurutnya sangat lucu, "Hahahaha, kenapa sih mukanya gitu amat, Al?"
Tawa Ahmad mengundang perhatian beberapa orang di sekitarnya. Dia sadar akan kondisi, "Astaghfirullah, maaf-maaf, kelewatan."
"Kenapa sih, mad?" tanya Zen.