Gerakan Post-Modernisme dan Tantangan terhadap Kekuasaan Media
Gerakan post-modernisme mengubah perspektif terhadap massa media. Dengan menolak ide narasi tunggal dan kebenaran absolut, gerakan ini mendorong masyarakat untuk mengadopsi pemikiran kritis terhadap informasi yang diterima melalui media massa. Post-modernisme menekankan bahwa realitas adalah konstruksi sosial, sehingga masyarakat dihimbau untuk menginterpretasi narasi yang disajikan oleh media. Meskipun gerakan ini membawa perubahan positif dengan menciptakan kesadaran kritis, tantangan terhadap kebenaran obyektif dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Hal ini menciptakan kondisi di mana penggunaan bahasa dalam media menjadi semakin kompleks, menciptakan pemaknaan yang bersifat multitafsir dan konstruksi yang berlebihan (Rizqi Fitrianti, 2021). Hasilnya, permainan bahasa ini dianggap melebihi kenyataan, menjadikan konstruksi tersebut terasa begitu realistis dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Media massa sebagai kekuatan signifikan dalam membentuk budaya modern, memiliki potensi besar untuk disalahgunakan demi kepentingan politik dan ekonomi tertentu. Kritik diharapkan sebagai alat pembentukan masyarakat yang perlu diterima dan terus diperdebatkan dalam masyarakat. Dengan adanya media sosial dan pengaruh gerakan post-modernisme, masyarakat diharapkan dapat menjadi lebih aktif dan kritis dalam mengonsumsi informasi. Namun, tantangan terhadap kebenaran obyektif juga harus diatasi dengan bijaksana, untuk menghindari jatuh ke dalam wilayah manipulasi informasi yang dapat dimanfaatkan oleh kepentingan yang tidak jujur. Oleh karena itu, dalam menghadapi era media modern, kesadaran kritis dan kemampuan menyaring informasi yang benar tetap menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan perlindungan terhadap manipulasi informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H