Mohon tunggu...
Literasi Muda
Literasi Muda Mohon Tunggu... Jurnalis - Dalam gelap mencari cahaya, dalam terang mendambakan gelap.

Perspektif berbeda memang hal yang unik, dimana setiap individu dapat menyimpulkan apa yang mereka pahami. Seiring dengan perkembangan digital, perlu rasanya kita kemukakan literasi penyekong terhadap pembenaran itu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Film

Seramnya Industri Film Horor di Indonesia

27 November 2023   11:13 Diperbarui: 28 November 2023   10:54 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sebagai media industri, industri perfilman diisi banyak para pelaku usaha yang saling memperjuangkan kepentingannya, seperti para produser film, pekerja film, dan pengusaha produksi film dari bioskop hingga OTT penyedia layanan video on demand. Dominasi perusahaan atau rumah produksi film mayor yang menindas perusahaan film skala minor yang mulai mencoba dalam kepentingan distribusi film di bioskop.


Nama -- nama produser besar seperti Manoj Punjabi, Raam Punjabi, Chand Parwez, Gope T. Samtani, adalah mereka yang juga pemegang rumah produksi yang selalui rutin dan fokus merilis film bergenre horor di Indonesia. Bagaimana tidak, keuntungan yang didapat dari penghasilan film selalu menjanjikan, dan film horor selalu mendapat atensi yang ramai oleh penonton. Hitungan sederhana untuk mendapatkan jumlah pendapatan dari sebuah film kalau di Indonesia adalah berdasarkan berapa banyak jumlah tiket yang terjual selama film tersebut tayang.


Di lansir oleh id.quora.com, bila merujuk kepada asumsi penghitungan pendapatan kotor dari peredaran suatu film, sebagai contohnya adalah film The Doll 3, dengan rata-rata harga tiket bioskop di Indonesia pada tahun 2019 adalah Rp 40.000 per penonton, dikalikan dengan jumlah penontonnya selama film itu tayang sekitar 1.701.498. Maka pendapatan kotor untuk film tersebut adalah Rp 68.059.920.000. Selanjutnya untuk mengatahui pembagiannya bagi produsen film dan bioskop, bisa mengacu pada hitungan; pendapatan kotor dikurangi pajak (20%). Sisanya di bagi dua antara produser (40%) dengan bioskop (40%). Untuk produser, tentu dikurangi dengan biaya produksi dan promosi film tersebut. Sementara bagi pengusaha bioskop, pendapatan yang diterima akan dikurangi untuk biaya perawatan bioskop, gaji pegawai, dan sebagainya.

Dampak Tak Terlihat Dari Film Horor


Melihat besarnya jumlah yang didapat dari hasil penayangan film, apalagi genre horor mendatangkan penonton dalam jumlah yang banyak, para produser film tentu terus memproduksi film genre horor ini selagi terus mendatangkan keuntungan tanpa memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan pada masyarakat. Diantaranya mempengaruhi mental dan pola pikir pada anak-anak dan dewasa. Kenapa film horor juga mempengaruhi pada anak-anak? Di lansir melalui popmama.com, Anak-anak seharusnya tidak dianjurkan untuk menonton film horor, tapi faktanya tidak ada larangan yang membuat mereka tidak menonton. Sensor mandiri pada keluarga kenyataannya belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, keluarga tidak melakukan sensor mandiri tersebut dengan mengajak anak-anaknya menonton film horor secara bersama-sama.


Selain rasa ketakutan karena tidak dapat membedakan antara fiksi dan nyata, anak-anak juga kerap sekali meniru apa yang dilihatnya. Hal ini masuk kedalam teori teori uses and effects merupakan sebuah teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara komunikasi massa yang disampaikan melalui media massa, yang menimbulkan sebuah efek bagi pengguna dari media massa tersebut (Burhan Bungin,2006). Contohnya melihat adegan film horor yang kemudian memunculkan kekerasan atau ketakutan dan ilusi pada kehidupan nyata, seperti adengan psikopat, adanya hantu nenek penghuni ruangan kosong, hantu dibalik lemari, atau diatas plafon rumah.


Padahal Undang-Undang No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada Pasal 57 menyebutkan setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan atau dipertunjukkan wajib memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor, melalui Lembaga Sensor Film. Dijelaskan bahwa film yang telah diberi klasifikasi usia terlebih dahulu dinilai dan diteliti sesuai dengan penontonnya. Film dengan genre horor biasanya diberi klasifikasi 13 tahun lebih bahkan klasifikasi usia penonton 17 tahun lebih (BPI, 2009). Dari sisi pihak bioskop, meskipun sudah tertera klasifikasi usia penonton di poster film, tetapi bioskop tidak melarang anak-anak yang membeli atau dibelikan tiket yang tidak sesuai dengan klasifikasi usianya. Banyak ditemukan keluarga yang menonton film horor dengan anak-anaknya tanpa memikirkan dampak dari menonton film tersebut.

Dilansir dari klikdokter.com, saat ini banyak orang yang ingin menguji dan mengetahui seberapa tinggi keberanian mereka saat menonton film horor. Mereka ingin tahu tingkat rasa takut yang bisa mereka tolerir, dan tidak jarang muncul kepuasan tersendiri ketika mereka mampu menahan rasa takutnya. Di samping rasa puas tersebut, Film horor merupakan media thrill-seeking yang menyenangkan. Pasalnya, tubuh akan mengalami reaksi fisik tanpa perlu menempatkan diri dalam bahaya. Para penonton juga menikmati pacuan adrenalin mereka, sensasi tersebut bisa menjadi pelarian dan membantu dalam mengalihkan pikiran penontonnya dari masalah yang sedang mereka hadapi.

Di lansir melalui alodokter.com, menonton film horor sebenarnya memiliki banyak dampak negatif pada kesehatan dan pola pikir:
    1. Meningkatkan risiko pengentalan darah Beberapa peneliti menemukan bahwa sering menonton film horor dapat membuat darah semakin mengental, walaupun tidak akan mengarah pada pembentukan gumpalan darah.
    2. Film horor bisa menyebabkan gangguan tidur. Penelitian lain menyebutkan bahwa orang-orang yang menonton film horor sebelum usia 14 tahun, mengalami gangguan tidur. Mereka juga sering merasa cemas dengan kegiatan yang seharusnya aman.
    3. Meningkatkan potensi pingsan Saat sedang merasa takut atau cemas, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin. Jantung kemudian memompa darah semakin banyak ke bagian kaki sebagai persiapan untuk lari. Sebagai akibatnya, aliran darah ke bagian tubuh atas (khususnya kepala) menjadi berkurang dan mengakibatkan seseorang mudah pingsan.

Film horor juga bisa memunculkan stigma khusus pada hal tertentu sesuai yang disampaikan naskahnya walaupun itu fiksi. Misal pesantren yang menyeramkan, gereja yang menakutkan, adanya hantu saat ibadah malam hari, mitos melewati suatu desa, dan berbagai hal lainnya. Hal ini yang tidak disadari oleh para pengusaha film dalam meraup keuntungan ditengah menikmati minat penonton horor yang begitu banyak setiap tahunnya.

FILM DAN GERAKAN POST-MODERNISME

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun