Facebook menjadi tempat hoaks terbanyak beredar karena eksistensinya yang telah lama ada di tengah masyarakat dengan rentang usia beragam.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh dailysocial.id, disebutkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum bisa mencerna informasi dengan baik dan benar.
Di sisi lain, masyarakat kerap kali memiliki keinginan yang besar untuk membagikan sebuah informasi yang dianggapnya penting. Hal ini menyebabkan masyarakat mudah menyebarkan informasi tanpa berpikir panjang.
Mengutip dari  tirto.id, hal ini disebabkan karena banyaknya pengguna Facebook, yakni lebih dari 2,2 miliar. Tentunya hal ini menyebabkan informasi dapat dengan cepat menyebar ke banyak orang.
Namun, Facebook tidak tinggal diam. Perusahaan Facebook berusaha mengubah algoritma untuk membendung hoaks, menyediakan fitur larangan memasang konten yang bersifat negatif dan sensitif, menyediakan fitur pelaporan berita, dan sebagainya.Â
Pemerintah juga berperan dalam mencegah penyebaran hoaks dengan menciptakan UU ITE.
Peringkat 2: Whatsapp
Dalam menyebarkan konten, WhatsApp lebih tertutup dan menjaga privasi penggunanya. Komunikasi pada WhatsApp dapat berupa komunikasi privat antar dua pengguna, grup kecil yang tertutup dan seringkali homogen, atau grup besar yang penggunanya sebagian besar memiliki tingkat literasi yang rendah.
Komunikasi yang bersifat personal dan tertutup ini menjadi kelemahan karena akan mempersulit intervensi dari pengguna lain untuk memberitahu bahwa konten tersebut adalah hoaks.
Dalam rantai persebaran "jarkom" dan "forward-an" WhatsApp, persebaran bisa dengan cepat menjadi runyam, karena sangat sulit untuk melacak sumber dari konten hoaks di WhatsApp.
Salah satu upaya yang dilakukan WhatsApp adalah dengan adanya fitur pesan yang di-forward. Meskipun tampak sederhana, fitur ini dapat berguna untuk membantu pengguna dalam memilah antara pesan personal dan pesan hoaks yang tersebar di WhatsApp.